Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAJU dalam pemilihan Gubernur Jakarta 2024, Pramono Anung dan Ridwan Kamil sama-sama menghadapi kejutan. Pramono—yang telah mengajukan permohonan pengunduran diri dari jabatan Sekretaris Kabinet—diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sedangkan Ridwan disokong Koalisi Indonesia Maju, gabungan partai pendukung presiden terpilih Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pramono nyaris tak pernah masuk bursa calon Gubernur Jakarta. Sebagian pengurus PDI Perjuangan mendorong Anies Baswedan. Namun Anies ditolak sebagian kecil pengurus. “PDI Perjuangan harus mengajukan orang dari lingkup internal partai,” kata Pramono pada Ahad, 1 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tengah perjamuan makan siang di kantor PDI Perjuangan di Menteng, Jakarta Pusat, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memerintahkan Pramono maju sebagai kandidat Gubernur Jakarta. Pramono sebelumnya menolak. Ia menyarankan Megawati menunjuk kader lain dan bersedia menanggung pendanaan kampanye. Menurut Pramono, saran itu membuat Megawati marah.
Bagi Ridwan, kejutan datang dari nama wakilnya. Politikus Partai Golkar itu meminta Partai Keadilan Sejahtera bergabung ke Koalisi Indonesia Maju jika ia maju di Jakarta. PKS awalnya mendukung Anies. Menurut Ridwan, PKS menyiapkan kader lain berinisial S, tapi bukan Suswono yang kini resmi mendampinginya. “Dalam perjodohan, saya tak bisa memilih,” ujar mantan Wali Kota Bandung itu pada Sabtu, 7 September 2024.
Pramono Anung dan Ridwan Kamil menerima permintaan wawancara khusus dengan Tempo dalam dua waktu dan tempat terpisah. Pramono, 61 tahun, melayani tanya-jawab di rumahnya di Cipete, Jakarta Selatan. Sedangkan Ridwan menyambangi kantor Tempo di Palmerah, Jakarta Barat. Ridwan ditemani Suswono tampil dalam siniar Bocor Alus Politik pada 7 September 2024.
Pramono Anung:
Saya Paham Jakarta Secara Teoretis
Calon Gubernur Jakarta Pramono Anung di kediamannya, Jakarta, Minggu, 1 September 2024. Tempo/M Taufan Rengganis
Bagaimana cerita Megawati marah ketika Anda menolak menjadi calon Gubernur Jakarta?
Saya dipanggil Mbak Mega, Ketua Umum PDI Perjuangan, dan diberi tugas maju di Jakarta. Saya memang pernah bilang, “Mbak, jangan bercanda.” Saya kemudian berdiskusi dengan istri dan menelepon Presiden Joko Widodo. Presiden menyarankan menerima penugasan tersebut karena itu amanah. Saya juga berbicara dengan Rano Karno, lalu kami bersepakat maju karena kami berdua petarung. Saya menelepon Mbak Mega lewat video call. Beliau menangis ketika saya bilang bersedia maju.
Apa pertimbangan Megawati?
Saya bisa diterima semua kalangan. Saya bisa berkomunikasi dengan siapa saja. Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PDI Perjuangan menjadi oposisi, saya yang selalu ditugasi Mbak Mega menemui Pak SBY. Termasuk dengan Pak Jokowi dan Pak Prabowo Subianto. Saya sering menjadi messenger-nya.
Anda dikenal sebagai orang di belakang meja sejak menjabat sekretaris jenderal partai sampai menjadi Sekretaris Kabinet. Sedangkan kini Anda harus tampil di depan. Ada kesulitan beradaptasi?
Pilihan menjadi orang di depan atau di belakang itu dibuat secara sadar karena saya dulu aktivis. Dalam setiap penugasan, saya selalu bersungguh-sungguh mengerjakannya. Mbak Mega membentuk pengalaman saya menjadi seperti ini.
Anda sekadar mencalonkan diri atau menargetkan menang?
Saya maju untuk menang, dong. Publik kaget terhadap keputusan saya ini. Namun saya sadar peluang saya makin besar. Saya ini petarung dan siap untuk fight.
Apa kalkulasi Anda?
Banyak tokoh partai yang mendukung lawan kini mulai menyatakan dukungan kepada saya. Mereka menganggap pemilihan kepala daerah berbeda dengan pemilihan presiden. Dukungan itu menggairahkan.
Anda maju sebagai jagoan Megawati atau orangnya Jokowi?
Pak Jokowi enggak pernah menyatakan dukungan kepada saya.
Jokowi mendukung Ridwan Kamil, kan?
Anda yakin? Yang jelas, saya mendapat dukungan suara 14 persen dari partai di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta. Lawan saya mendapat dukungan 86 persen. Namun pilkada Jakarta merupakan pertarungan gagasan dan personal. Saya yakin warga Jakarta rasional dalam memilih.
Anda gentar melawan koalisi gemuk yang mendukung Ridwan Kamil?
Tidak sama sekali. Saya ingin merakyat saja. Koalisi besar itu kawan-kawan saya semua. Para ketua umum partainya mungkin tak enak jika menyatakan dukungan terbuka kepada saya, ha-ha-ha....
Kami mendapat cerita bahwa pencalonan Anda merupakan titik temu dinamika internal dengan tekanan politik dari luar, seperti peluang revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD....
Saya tak pernah diametral dalam berpolitik. Saya yang mengurai benang kusut ketika terjadi kebuntuan antara Koalisi Indonesia Hebat yang mendukung Jokowi dan Koalisi Merah Putih yang menyokong Prabowo pada 2014. Saya yang mengurainya bersama Hatta Rajasa. Spekulasi itu boleh-boleh saja, tapi saya tak pernah bekerja dengan spekulasi.
Nama Anda nyaris tak pernah beredar sebagai kandidat gubernur....
Orang-orang bilang saya turun gunung. Bagaimana disebut turun gunung, saya justru mendaki gunung yang enggak jelas puncaknya, ha-ha-ha.... Banyak pertanyaan yang bikin kesal, salah satunya soal program dan tim. Saya tak mau berbohong karena memang programnya baru disusun. Saya enggak perlu ngomong nggedabrus atau membual.
Waktu kampanye Anda sangat sempit. Bagaimana mengatrol elektabilitas?
Saya akan turun berkampanye sedikitnya di delapan titik setiap hari.
•••
Pramono Anung
Tempat dan tanggal lahir: Kediri, Jawa Timur, 11 Juni 1963
Pendidikan:
• Sarjana teknik pertambangan Institut Teknologi Bandung, Jawa Barat (1988)
• Magister manajemen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1992)
• Doktor ilmu komunikasi politik Universitas Padjadjaran, Bandung (2013)
Jabatan publik:
• Sekretaris Kabinet (2015-2024)
• Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (2009-2014)
Laporan harta kekayaan:
Rp 104,28 miliar (2024)
•••
Apa yang akan Anda kerjakan di Jakarta?
Saya paham Jakarta secara teoretis. Namun, setelah berkeliling naik bus Transjakarta, kereta mass rapid transit, dan kereta listrik, saya jadi mengetahui persoalannya. Dalam hal transportasi, salah satu masalahnya adalah frekuensi perjalanan dan konektivitas.
Bagaimana dengan persoalan lingkungan, seperti banjir dan polusi?
Saya tak mau berbicara yang ndakik-ndakik tapi sulit dikerjakan. Seperti ketika Jakarta menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, ada program untuk menekan tingkat polusi dan cukup sukses. Belajar dari kota seperti Beijing yang pemerintahnya melarang bahan bakar fosil, sementara warganya yang beralih ke transportasi ramah lingkungan diberi subsidi. Kita bisa melakukan itu, asalkan leadership kuat. Soal banjir, program yang dilakukan gubernur sebelumnya, seperti sodetan, pembuatan kanal, dan resapan, akan dipertahankan serta diperbaiki.
Omong-omong, berapa duit kampanye yang Anda siapkan?
Ketika anak saya maju sebagai calon Bupati Kediri, saya mewanti-wanti jangan mengambil satu sen pun uang rakyat. Jika dia ada kebutuhan, silakan bilang kepada saya sebagai bapaknya. Yang jelas saya menyiapkan jumlah yang cukup bagi kami sendiri.
Ada peluang bernegosiasi dengan para taipan di Jakarta. Bagaimana Anda mengatasinya?
Anda saja yang bertanya kepada mereka, ha-ha-ha....
Anda orang dekat Megawati dan Jokowi. Bagaimana sebenarnya hubungan partai dengan Presiden sekarang?
Memang mau tak mau ada sedikit yang berubah.
Seperti apa?
Saya selalu mendampingi Presiden ketika ada kunjungan ke luar kota. Namun, kalau membagikan paket bantuan sosial, saya harus menjaga perasaan teman-teman. Beliau bisa memahami sehingga kunjungan seperti itu tak saya dampingi. Saya juga menyampaikan kepada Mbak Mega bahwa saya akan bekerja secara profesional sebagai Sekretaris Kabinet.
Anda ditugasi meredakan ketegangan itu?
Banyak kader bersuara kritis di PDI Perjuangan yang kadang-kadang saya sepakat dan tidak. Fokus saya adalah, ketika bekerja dengan Presiden, hasilnya tak boleh berubah. Saya berdiskusi dengan Presiden Jokowi ketika ada usulan membentuk tim transisi ke pemerintahan Pak Prabowo. Saya bilang pengalaman ketika membentuk tim transisi pada 2014 justru membuat presiden terpilih menjadi tawanan karena permintaan dan komitmen terlalu banyak. Saya menyarankan, jika Presiden Jokowi setuju, kita undang saja presiden terpilih untuk ikut hadir dalam semua rapat.
Ridwan Kamil:
Kemenangan di Jawa Barat Lebih Tinggi
Calon Gubernur Jakarta Ridwan Kamil di kantor Tempo, Palmerah, Jakarta, 7 September 2024. Tempo/M Taufan Rengganis
Kampanye belum juga dimulai, Anda sudah mendapat penolakan warga Jakarta. Apa yang terjadi?
Itu dinamika saja. Saya tidak disukai sebagian orang, ya biasa. Sewaktu pemilihan Gubernur Jawa Barat, saya juga pernah ditolak masuk ke Depok.
Bagaimana strategi merebut suara dari orang yang ragu terhadap Anda?
Kami akan berfokus pada gagasan. Hingga saat ini kami memang belum sempat menggarap kelompok masyarakat yang lebih kritis. Mereka akan bisa menerima saya setelah mendengar apa saja gagasan saya. Karena itu, saya senang datang ke acara siniar karena bisa memberi penjelasan utuh mengenai gagasan saya.
Seberapa penting kursi Gubernur Jakarta bagi Anda?
Saya hanya punya lima tahun menjadi gubernur. Jika terpilih, ini akan menjadi sejarah hidup saya. Di sini saya bisa mengamalkan ilmu saya di tempat yang paling pas. Karena kotanya kompleks, anggaran pendapatan dan belanja daerahnya lumayan. Saya menganggap solusi untuk masa depan Jakarta kebanyakan bersifat arsitektural.
Apakah Jakarta akan menjadi batu loncatan bagi karier politik Anda?
Semua Gubernur Jakarta mendapat atensi besar. Jadi harus berhati-hati karena apa pun akan disorot. Jika nanti sorotan itu bermuara ke hal lain, menurut saya, nanti saja. Masih terlalu jauh bicara itu karena pemilihan kepala daerah 2024 saja belum dimulai, masak, kita sudah bicara Pemilihan Umum 2029? Beri saya kesempatan bekerja dulu. Hal semacam itu ada waktunya untuk dibahas.
Apa benar pencalonan Anda di Jakarta atas restu Presiden Jokowi?
Pertama, ketika berkemah di Ibu Kota Nusantara pada Februari 2024. Di sana Pak Jokowi bertanya, “Kang, bagaimana?” Saya menjawab, “Tugas saya dua, di Jawa Barat dan Jakarta.” Lalu Pak Jokowi bilang, “Menurut saya, lebih pas di Jakarta. Jakarta butuh orang seperti Kang Emil.” Kedua, sewaktu saya bertemu dengan Pak Prabowo Subianto.
Bagaimana dukungan Prabowo?
Dia juga bertanya ketika kami bertemu di rumah dinas menteri di Widya Chandra, Jakarta, apakah saya mau di Jawa Barat atau Jakarta. Kepada Pak Prabowo, saya bilang nyaman di Jawa Barat jika mengacu pada survei. Tapi Pak Prabowo bilang, “Ya sudah, Jakarta saja. Bereskan kekumuhan. Nanti saya bantu kalau kurang duit.”
Benarkah Anda tak happy?
Enggak ada istilah kurang happy. Saya orang rasional. Ilmu saya bisa banyak terpakai di Jakarta. Saya arsitek dan ahli tata kota. Portofolio saya tersebar di Dubai dan beberapa kota di Cina. Saya membuat program dan inovasi yang sifatnya arsitektural ketika menjadi Wali Kota Bandung. Buat saya, Jawa Barat itu zona nyaman. Kepuasan publik sudah 90 persen. Namun, kalau hanya di Jawa Barat, tidak ada tantangan buat saya.
Memang sudah pasti menang di Jawa Barat?
Partai Golkar menugasi saya di Jakarta dan Jawa Barat sehingga kedua daerah itu mesti disosialisasi. Faktor psikologis koalisi juga berpengaruh. Maksudnya, Pak Prabowo menginginkan saya mengurus Jakarta karena komunikasi akan mudah jika terjadi apa-apa. Jika presiden dan gubernurnya sudah se-bestie itu, warga Jakarta yang akan diuntungkan. Perbedaannya, memang angka probabilitas kemenangan di Jawa Barat lebih tinggi.
Apa benar Anda diajukan untuk menghadang Anies Baswedan?
Soal Pak Anies, itu tak pernah dibahas dengan saya.
Anda sebelumnya khawatir andaikan Anies menjadi calon gubernur karena elektabilitasnya lebih tinggi?
Betul. Namun survei bukan penentu akhir. Politik juga bukan matematika. Jadi jangan menghitung takdir berdasarkan survei sesaat. Wakil Presiden Ma’ruf Amin dulu juga tak masuk hitungan survei. Namun takdir telah membawanya menjadi wakil presiden.
Apakah menggandeng PKS efektif merebut suara pendukung Anies?
Saya melakukan analisis. Ternyata pemenang pemilu di Jakarta adalah PKS. Maka dalam perbincangan saya sampaikan, kalau memang saya ditugasi di Jakarta, paling afdal berpasangan dengan pemenang pemilu. Jadi saya meminta kalau bisa wakilnya dari PKS. Waktu itu disebutlah nama berinisial S yang lain.
Seberapa konkret ide menyandingkan Anda dengan anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep?
Itu tidak betul. Ide itu hanya diskusi di warung kopi dan muncul sebelum PKS masuk. Ada sejumlah nama yang muncul, seperti Raffi Ahmad dan Deddy Corbuzier. Namun itu tak pernah menjadi pembicaraan serius.
Bagaimana Anda bisa berpasangan dengan Suswono?
Kami adalah kader. Saya kader Golkar, beliau kader PKS. Kami bisa berwacana. Tapi, ketika partai sudah memutuskan, kami taat asas. Dengan berbagai pertimbangan, tiba-tiba yang diputuskan adalah Pak Suswono. Ya, sudah. Kader itu ibarat pengantin yang dijodohkan. Setelah itu, barulah taaruf dan belajar menyayangi satu sama lain.
•••
Ridwan Kamil
Tempat dan tanggal lahir: Bandung, Jawa Barat, 4 Oktober 1971
Pendidikan:
• Sarjana teknik arsitektur Institut Teknologi Bandung (1995)
• Magister desain perkotaan University of California, Berkeley, Amerika Serikat (2001)
Jabatan publik:
• Gubernur Jawa Barat (2018-2023)
• Wali Kota Bandung (2013-2018)
Laporan harta kekayaan:
Rp 22,75 miliar (2023)
•••
Koalisi Anda dengan PKS disebut kawin paksa. Anda sepakat?
Saya dari dulu ada di koalisi itu. Saya kan di Partai Golkar.
Soal sepak bola, Anda sudah menjadi Jakmania atau masih Bobotoh?
Saya akan mencintai dan mengurus semua yang ada di rumah baru ini. Ketika di rumah baru ini ada budaya sepak bola dan suporternya, saya akan mengurus serta mencintai mereka. Ada istilah soal Jakmania dadakan. Saya tanya sekarang, apakah Pak Jokowi dan Pak Ahok (Basuki Tjahaja Purnama, mantan Gubernur Jakarta) dulu tak masuk kategori itu? Pak Jokowi datang dari Solo, sementara Pak Ahok dari Belitung. Jakarta itu melting point. Ketika beliau menjadi gubernur, keduanya juga mengurus sepak bola dan suporternya. Bedanya cuma satu, saya datang dari wilayah yang klub sepak bolanya punya rivalitas seperti El Clásico.
Suporter merupakan kelompok pemilih yang besar. Bagaimana Anda merangkulnya?
Saya tak mau mempolitisasi sepak bola selama masa kampanye. Saya tak akan melakukan gimik. Jika nanti takdirnya menjadi Gubernur Jakarta, saya akan menjadikan Persija Jakarta sebagai budaya. Artinya, jika ada turis yang datang ke Jakarta, mereka mencari Persija dulu. Kultur semacam ini yang akan saya kerjakan.
Cuitan Anda di media sosial soal kritik terhadap Jakarta belakangan diulik warganet....
Saya dulu social justice warrior. Saya tak bahagia dengan kondisi Republik dan itu cara mengekspresikannya. Namun, setelah menjadi pejabat publik, saya berupaya membereskan masalah yang menjadi sumber kekesalan saya. Jika masa lalu itu masih dilihat dan tak berkenan, saya minta maaf.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo