Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

wawancara

Penjelasan Komisioner BP Tapera soal Setoran yang Tak Masuk Akal

Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menjelaskan kewajiban penyetoran dana Tapera sebesar 3 persen dari gaji per bulan.

16 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARU tiga bulan memimpin Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), Heru Pudyo Nugroho harus menghadapi kritik masyarakat. Adalah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera yang memicu protes dari publik. Regulasi itu mengatur semua pekerja wajib menyetor 3 persen dari penghasilan per bulan untuk dana Tapera. “Reaksi publik di luar ekspektasi kami,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Polemik dana Tapera itu membuat Heru dan timnya sibuk menghadiri berbagai undangan rapat dengan sejumlah lembaga pemerintah. Tatkala berdiskusi dengan pimpinan Bank Indonesia, misalnya, dia ditanyai soal kalkulasi agar seorang pekerja bisa memiliki rumah dengan tabungan sebesar 3 persen per bulan sampai pensiun. Heru pun menghadiri rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis, 6 Juni 2024. Itulah pertama kalinya Heru berhadapan dengan para legislator.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Senin, 10 Juni 2024, atau hari yang sama dengan wawancara Tempo, Heru juga kedatangan pejabat Ombudsman Republik Indonesia yang mengimbau dana Tapera tak membebani pengusaha. Rapat dengan Ombudsman digelar di kantor BP Tapera, Jalan Falatehan I Nomor 27, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Kantor Heru itu menempati gedung bekas Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pada 2020-2021, PPDPP dan Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil dilebur ke BP Tapera. Sebelumnya, BP Tapera berkantor di sebuah rumah toko di Jalan Iskandarsyah Raya. “Ini BP Tapera perjuangan sehingga kantornya masih begini,” kata Heru, berkelakar.

Heru menerima wartawan Tempo, Raymundus Rikang, Sunudyantoro, dan Yosea Arga Pramudita, selama lebih dari satu jam wawancara. Dia ditemani lima pegawainya yang sesekali ikut menjawab pertanyaan. Salah satunya Direktur Teknologi Informasi Terzia Ananta Bagus yang sempat mendemonstrasikan penggunaan aplikasi Tapera Mobile di telepon seluler. Aplikasi itu menyediakan informasi nilai tabungan dan lokasi rumah yang dapat dibeli pekerja. “Inovasi digital ini merupakan cara membangun kepercayaan publik,” tutur Heru.

Bagaimana latar belakang penyusunan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat?

Ada rekomendasi auditor yang perlu ditindaklanjuti. Salah satunya pengelolaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP yang belum ada dukungan regulasi. Kami diberi amanat untuk menyelaraskan regulasi dan meningkatkan akuntabilitas serta transparansi. Kami bertemu dengan para stakeholder untuk membicarakan agar rekomendasi auditor itu dicantolkan dalam peraturan baru tersebut.

Bagaimana hitung-hitungan potongan 3 persen untuk pekerja?

Angka 3 persen tak berubah. Persentase itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera yang kemudian menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024. Regulasi tersebut merupakan turunan Undang-Undang Tapera. Bagian mengenai 3 persen itu dimunculkan lagi dalam rangka rewording.

Ketentuan itu justru yang memicu protes masyarakat karena terkesan menjadi tabung paksa.

Saya sendiri enggak terpikir karena kami tak pernah mengatur simpanan sebesar 3 persen. Bukankah ketentuan itu sudah lama ada? Kami juga tak bermaksud membangunkan harimau tidur dengan menetapkan kapan akan diberlakukan. Peraturan itu dibaca seolah-olah akan diimplementasikan segera. Padahal tak demikian.

Bukankah tetap akan berlaku pada 2027?

Selambat-lambatnya pada 2027.

Skenarionya seperti apa?

Kami menyusun rencana strategis dan target tahunan dengan sangat berhati-hati. Penerapannya mungkin gradual. Pada 2025, program ini baru diterapkan bagi aparatur sipil negara. Setahun kemudian, ini berlaku bagi pekerja mandiri dengan menimbang pendapat masyarakat serta pegawai BUMN (badan usaha milik negara) atau BUMD (badan usaha milik daerah). Pada 2027, baru berlaku pada pekerja swasta.

Protes perihal dana Tapera terjadi karena sosialisasi kurang masif. Benar?

Kami mengakui proses sosialisasi mulai dari lahirnya Undang-Undang Tapera sampai penerbitan aturan turunannya belum masif. Kami menduga fokus pemerintah saat Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 terbit—yang kemudian diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024—sedang tertuju pada penanganan Covid-19. Perhatian masyarakat juga tersita ke isu pandemi. Mereka belum menyadari ada aturan baru ini.

Asosiasi pengusaha juga belum diajak bicara?

Sosialisasi itu memang masih minimalis. Kami akan bertemu dengan asosiasi pengusaha dan federasi buruh agar para pihak memahami benefit program Tapera. Kami sangat memahami keberatan perusahaan di tengah kondisi ekonomi yang fluktuatif. Kami pasti akan mempertimbangkannya.

Mengapa tak ditinjau ulang saat sudah ada kemarahan publik?

Kami diberi pekerjaan oleh Komite Tapera untuk membereskan tata kelola, mengadakan pencatatan peserta berbasis digital, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tugas itu yang diamanatkan kepada saya saat dilantik pada Maret 2024. Capaian itu nanti dilaporkan secara berkala kepada Komite Tapera sampai mereka menyatakan kami siap menerima collection atau pengumpulan dana peserta yang baru.

Bagaimana jalannya pengumpulan dana sekarang?

Sudah tak ada collection baru sebetulnya ketika Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil dilebur ke BP Tapera pada 2019-2020. Kebijakan itu diambil karena Komite Tapera masih punya perhatian pada kelembagaan ini. BP Tapera organisasi yang masih baru. Komite Tapera, yang beranggota tiga menteri, anggota Otoritas Jasa Keuangan, dan profesional, tak mau ada pengumpulan dana baru sebelum ada rekam jejak yang jelas, proses kerja yang clear, dan kepercayaan masyarakat.

Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho (kedua dari kiri), memberi keterangan kepada media mengenai program Tapera di Kantor Staf Presiden, Jakarta, 31 Mei 2024./Antara/Muhammad Adimaja

Bagaimana Anda membangun kepercayaan masyarakat agar mau menabung?

Kami berbeda dengan lembaga keuangan publik lain. BP Tapera bertindak sebagai regulator. Namun, dalam pengelolaan dana, kami diminta menunjuk manajer investasi. Dana masyarakat itu nanti dipupuk di instrumen keuangan yang aman dan menguntungkan. Dananya juga dikumpulkan di bank yang ditunjuk sebagai kas dengan kriteria ketat. BP Tapera tak bisa bertindak menyangkut investasi dana dari peserta karena itu dijalankan manajer investasi.

Apakah itu cukup memberi jaminan dana masyarakat bakal aman?

Prinsip aman dan menguntungkan harus selalu dipegang. Undang-undang juga membatasi instrumen investasi. Di antaranya deposito, obligasi pemerintah pusat dan daerah, serta surat berharga di bidang kawasan dan permukiman.

Tak sedikit perkara korupsi dana nasabah, seperti Asabri dan Jiwasraya, yang bermula dari praktik lancung manajer investasi. Tanggapan Anda?

Pengaturan manajer investasi dilakukan secara ketat. Ada tim seleksi yang dibentuk dengan melibatkan pihak profesional. Ada sekitar 90 lembaga yang mendaftar dan sudah ketemu tujuh lembaga manajer investasi.

Siapa saja mereka?

PT Bahana TCW Investment Management, PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen, PT BNI Asset Management, dan PT BRI Manajemen Investasi. Kemudian PT Mandiri Manajemen Investasi, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, serta PT Schroder Investment Management Indonesia. Kami mengevaluasi mereka per bulan.

Anda yakin protokol investasi itu bisa memproteksi dana nasabah dari pemburu rente?

Kan, ada Komite Tapera yang mengawasi. Pemilihan manajer investasi ada aturan main dan parameternya. Ada pemeriksaan latar belakang dan syarat performa. Tim seleksi pun melibatkan pihak profesional yang sangat memahami pasar. Dari sisi regulasi, kami sudah membuat banyak pagar. Kami sangat berbeda dengan model Asabri atau Jiwasraya. Semua dikerjakan dengan sistem.

Publik menghitung potongan 3 persen tak akan cukup membeli rumah di mana pun. Bagaimana kalkulasi sesungguhnya?

Konsep Tapera adalah kepemilikan rumah pertama untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Jika pakai hitung-hitungan seperti itu, memang tak masuk akal. Misalnya pegawai bergaji Rp 5 juta dipotong 3 persen sehingga tabungannya terkumpul sekitar Rp 1,8 juta dalam setahun. Jika dia bekerja selama 20 tahun, pekerja ini hanya punya Rp 36 juta sampai pensiun. Rumah model apa dengan harga segitu? Jadi konsep Tapera ini adalah dengan menabung selama 12 bulan secara lancar, peserta bisa mengajukan permohonan kredit pemilikan rumah (KPR) ke bank.

Potongan 3 persen dana Tapera itu dilihat sebagai kolektabilitas peserta. Benar demikian?

Bank pasti akan melihat kolektabilitas peserta aman atau tidak. Ketika peserta ini selama 12 bulan menabung secara rutin, dia eligible untuk mendapatkan rumah melalui skema KPR. Bunganya saat ini 5 persen, cukup rendah karena mengafirmasi masyarakat berpenghasilan rendah. Sedangkan di bank komersial 11-12 persen. Jadi peserta ini pembayaran rumahnya lunas ketika pensiun dan bisa mendapat tabungan.

Peserta tak perlu menunggu pensiun untuk memiliki rumah?

Ya, peserta cukup rutin saja menyetor simpanan selama 12 bulan, lalu dia berhak mengajukan permohonan KPR. Tentu tetap ada prosedur BI checking.


Heru Pudyo Nugroho

Tempat dan tanggal lahir:

Pacitan, Jawa Timur, 12 November 1972

Pendidikan:

  • Sarjana Ekonomi dan Manajemen Universitas Jember, Jawa Timur (1997)
  • Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2009)
  • Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan UGM (2019-sekarang)

Jabatan publik:

  • Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (2024-sekarang)
  • Kepala Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat Direktorat Jenderal Perbendaharaan (2022-2024)
  • Sekretariat Direktorat Jenderal Perbendaharaan (2011-2016)

Laporan harta kekayaan:

Rp 6,79 miliar


Kritik lain perihal Tapera adalah soal fleksibilitas karena pekerja yang sudah punya rumah tetap wajib mengikuti program ini. Apa penjelasan Anda?

Benchmark di negara lain, pengumpulan dana untuk perumahan rakyat sifatnya wajib. Singapura, Cina, Malaysia, dan Brasil mewajibkan itu dengan desain yang berbeda-beda. Ketika dana ini terkumpul, kemampuan menyediakan rumah pertama bagi masyarakat berpenghasilan rendah akan lebih cepat terwujud. Konsepnya adalah menolong.

Apakah ada peluang ketentuan wajib ikut itu berubah menjadi sukarela?

Mungkin saja. Namun, dalam konteks undang-undang yang berlaku saat ini, sifatnya masih wajib. Implementasi wajib itu perlu berhati-hati diberlakukan karena aturan teknisnya belum dibuat dan mekanisme pemungutannya masih akan dibangun.

Klausul kewajiban mengikuti dana Tapera itu kini digugat ke Mahkamah Konstitusi. Respons Anda?

Saya kira itu hak publik apabila keberatan terhadap produk undang-undang.

Apa skenario agar penabung mulia, peserta yang bukan berpenghasilan rendah, tetap tertarik pada program Tapera?

Kami sedang mengembangkan skema benefit tambahan, selain dari pemupukan dana yang akan dikembalikan saat pensiun. Teman-teman dari perbankan menyarankan ada manfaat lain, misalnya renovasi rumah atau membangun rumah bagi yang sudah punya tanah. Bisa juga dengan diskon khusus di toko swalayan bahan bangunan.

Bukan cuma pendanaan, problem memperoleh rumah juga terkait dengan ketersediaan lahan. Bagaimana Anda membereskannya?

Pembiayaan perumahan itu bagian dari ekosistem perumahan dan tak bisa berjalan sendiri. Orkestrasi menjadi penting. Dalam konteks lahan yang terbatas, kami mengkaji opsi pengembangan fitur BP Tapera. Contohnya pembiayaan rumah susun. Peserta di kota dan daerah pasti kebutuhannya berbeda. Ketersediaan lahan juga berbeda. Selain itu, kami bisa mengutamakan fasilitas perbaikan rumah tak layak huni. Jadi ada konsep kredit renovasi rumah.

Selain ada masalah lahan terbatas, kenaikan harga tanah tak wajar.

Ini agak susah karena menyangkut lembaga lain. Namun sejauh ini upaya melindungi kepentingan konsumen BP Tapera adalah bank penyalur baru boleh mengadakan akad setelah rumahnya ada dan jadi. Itu mekanisme yang kami buat untuk menjamin kepastian.

Bagaimana perhatian Jokowi setelah program dana Tapera ini menjadi polemik?

Saya kira Komite Tapera sudah melapor kepada Presiden. Kami melihat beliau sudah memberikan pernyataan publik bahwa program ini akan dirasakan manfaatnya kalau sudah berjalan. Itu pesan Presiden Jokowi.

Benarkah kabar yang menyebutkan dana Tapera yang terkumpul akan dipakai untuk membiayai program di luar perumahan? Proyek Ibu Kota Nusantara, misalnya.

Isu itu sama sekali tak benar. Perhatian kami dalam pengelolaan dana Tapera ini adalah keamanan dana peserta. Sekali lagi, prinsipnya pengelolaan dana ini dilakukan pada instrumen yang aman dan menguntungkan.

Dengan sejumlah kontroversinya, Tapera lantas dipelesetkan menjadi "tabungan pemerasan rakyat". Tanggapan Anda?

Kami memahami keberatan masyarakat, termasuk komentar nyinyir seperti itu. Kata wajib dalam regulasi ini diterjemahkan sebagai sesuatu yang memaksa. Dalam pandangan kami, kata wajib itu berlaku bagi BP Tapera untuk membangun tata kelola yang baik dan masyarakat merasakan manfaat program ini.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah "Hitung-hitungannya Memang Tak Masuk Akal"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus