Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sepekan lebih berlalu sejak KTT ASEAN berakhir dengan lima poin konsensus, krisis di Myanmar belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Apa yang terjadi malah sebaliknya, eskalasi. Militer Myanmar bertempur dengan kelompok etnis bersenjata di wilayah perbatasan utara serta timur. Dampaknya, selain ribuan warga harus mengungsi, permukiman dan pengkalan militer Myanmar jadi rusak berat.
Militer Myanmar telah menegaskan bahwa mereka tidak lupa dengan hasil konsensus di KTT ASEAN. Namun, mereka tidak terang-terangan menyatakan akan menjalankannya. Dalam pernyataan terakhirnya pada 26 April lalu, junta Militer Myanmar berkata bahwa mereka baru akan mempertimbangkan lima poin konsensus ASEAN apabila situasi di negeri seribu pagoda itu sudah stabil.
"Kami akan menimbang masukan konstruktif dari pemimpin ASEAN ketika situasi kembali stabil di Myanmar. Prioritas kami saat ini adalah menjaga hukum dan ketertiban demi mewujudkan komunitas yang damai," ujar Tatmadaw, julukan dari Militer Myanmar, dikutip dari Reuters, 26 April 2021.
Pernyataan tersebut mensinyalkan niatan junta Militer Myanmar menunda pelaksanaan konsensus hingga situasi "stabil" menurut ukuran mereka. Jika stabil diartikan sebagai tak ada lagi perlawanan dari warga Myanmar, maka hal itu bisa memakan waktu lama dan berujung pada tindak kekerasan lagi. Padahal, niatan utama ASEAN adalah menghentikan kekerasan yang memakan 750 korban jiwa itu.
Seorang pria menggunakan ketapel saat mereka berlindung di belakang barikade selama protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Ahad, 28 Maret 2021. Dilaporkan puluhan pendemo terluka dan meninggal saat aparat berupaya membubarkan kerumunan. REUTERS/Stringer
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, sadar betul bahwa potensi Militer Myanmar mengulur-ngulur pelaksanaan konsensus itu ada. Apalagi, lima poin konsensus soal krisis Myanmar diketahui tidak legally binding karena lebih bersifat sebagai rekomendasi. Oleh karenanya, menurut Ia, perlu ada upaya segera untuk menindaklanjuti isi kelima poin konsensus itu.
Seperti diberitakan sebelumnya, kelima poin konsensus tersebut mencakup berbagai sektor. Namun, untuk sederhananya, kelimanya berkaitan dengan penghentian kekerasan, dialog konstruktif untuk mencari solusi damai, mediasi segala pihak yang terlibat, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan terakhir soal pengiriman utusan khusus ke Myanmar.
"Kami tahu bahwa lima poin konsensus itu bukan abrakadabra, simsalabim (langsung damai di Myanmar)...Kami tahu tantangan masih banyak. Saat ini kami baru mengambil satu langkah...tantangan ke depan adalah maju satu lengkah lagi," ujar Retno Marsudi dalam wawancara eksklusif dengan Tempo pada 29 April lalu.
Dalam jangka pendek, Retno Marsudi menyatakan fokus harus pada pemanfaatan momentum pasca KTT ASEAN. Momentum itu jangan sampai lolos atau isu Myanmar akan hilang dimakan waktu. Salah satu langkah jangka pendek yang diambil, kata ia, adalah menggiatkan komunikasi dengan negara-negara anggota ASEAN dulu soal tindak lanjut lima poin konsensus.
Pertemuan tidak harus fisik menurut Retno, bisa secara virtual saja karena situasi pandemi yang tak kondusif. Nah, di pertemuan itu, pelaksanaan lima poin konsensus kemudian dibahas, menimbang segala masukan dari pemimpin ASEAN untuk kemudian menentukan apa langkah selanjutnya yang paling memungkinkan dan masuk akal.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat memberikan keterangan pers soal Myanmar. dok. Kemenlu RI
Retno mempertimbangkan bantuan kemanusiaan dan pengiriman utusan khusus sebagai langkah yang paling mungkin dilakukan dalam waktu dekat. Namun, hal itu bergantung kembali pada situasi pandemi. Jika pandemi COVID-19 masih mengancam, maka strategi lain harus dipikirkan. Hal yang terpenting, kata Retno, jangan sampai momentum hilang.
"Komunikasi antara para Menlu ASEAN bisa kembali dirapatkan untuk mulai memetakan, mendesain apa rencana selanjutnya. Dalam konteks itulah saya mulai menggelar komunikasi dengan Menlu Brunei, menyampaikan pandnagan Indonesia. Kalau tidak, saya khawatir momentum, semangat untuk krisis ini hilang," ujar Retno menegaskan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, menyampaikan hal senada. Tanpa menyampaikan banyak detil, ia hanya mengatakan bahwa langkah tindak lanjut dari Kementerian Luar Negeri Indonesia tengah berproses.
"Lima poin konsensus lebih sebagai komitmen untuk ditindaklanjuti rekomendasi tersebut....Rekomendasi memerlukan tindak lanjut dan mekanisme untuk observasi pelaksanaanya," ujar Faizasyah.
ASEAN Parliamentarians for Humans Rights menambahkan bahwa pelaksanaan konsensus harus menegaskan beberapa hal. Pertama adalah soal timeframe pelaksanaan konsensus agar tidak ada upaya penundaan dari Militer Myanmar. Selain itu, perlu ada sistem monitoring dan pelaksanaan terhadap isi konsensus itu meski tidak bersifat legally binding. Terakhir, ASEAN perlu menegaskan bahwa dialog konstruktif harus mengerucut ke upaya untuk pengakhiran kekerasan dan pembebasan tahanan politik.
Baca juga: (Eksklusif) Indonesia Kontak Pemerintah Bayangan Myanmar Sebelum KTT ASEAN
ISTMAN MP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini