Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SURAT itu bertitimangsa 28 Maret 2013, tapi baru diantar ke tujuannya hampir sebulan kemudian oleh penulisnya, Saifuddin Rum. Layang ditujukan kepada Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hendarman. Isinya sekilas biasa saja: permintaan mundur sebagai anggota staf honorer Badan Penelitian untuk melanjutkan kuliah.
Yang tak wajar, Saifuddin mengajukan permohonan berhenti ketika Kementerian Pendidikan sedang disorot gara-gara ujian nasional. Kekacauan penyelenggaraan membuat Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI turun tangan. Polisi mencium ada yang tak beres dalam tender penggandaan soal ujian. Diam-diam polisi memeriksa pejabat pembuat komitmen proyek, Chandra, Senin dua pekan lalu.
Sebelum mundur, Saifuddin adalah ajuÂdan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Khairil Anwar Notodiputro. Menurut seorang sumber, polisi menemukan namanya di dalam sejumlah pesan BlackBerry Chandra yang membicarakan tender penggandaan soal ujian. Dari sejumlah pesan, menurut narasumber itu, Saifuddin alias Ipul diketahui pernah berkomunikasi membicarakan proyek ujian nasional.
Khairil Anwar mengiyakan bahwa Saifuddin anak buahnya. Profesor dari Institut Pertanian Bogor itu mengatakan belum tahu Saifuddin mengajukan surat mundur, akhir pekan lalu. Tapi, kata dia, sudah lama Saifuddin menyatakan ingin mundur dengan alasan ingin berfokus menulis tesis. "Saya bilang, segera saja kalau mau mundur," ujar Khairil, Jumat pekan lalu.
Ketika didatangi ke tempatnya biasa berkantor, lantai 2 Gedung E Kementerian Pendidikan, Saifuddin tak bisa ditemui. Seorang petugas keamanan mengatakan ia tidak berada di sana. Chandra juga tidak bisa ditemui di kantornya sebagai Kepala Sub-Bagian Perencanaan dan Penganggaran Badan Penelitian. Telepon dan pesan pendek pun tak dibalas.
Menurut narasumber yang sama, bukan cuma Saifuddin yang muncul dalam komunikasi BlackBerry messenger Chandra, melainkan juga seorang kerabat Khairil. Sebagaimana Saifuddin, kata sumber Tempo, orang ini diduga ikut mengatur lelang proyek ujian nasional.
Khairil membantah mengintervensi proses tender melalui Chandra, Saifuddin, dan kerabatnya. Ia menyatakan tender sepenuhnya dilakukan panitia lelang. Mengenai komunikasi di antara mereka, menurut Khairil, bisa saja Chandra mengontak PT Ghalia Indonesia Printing, salah satu pemenang tender, yang kepayahan mendistribusikan soal ujian. Chandra mengaku meminta tolong mereka mendatangkan mahasiswa untuk membantu memilah dan memasukkan naskah soal ke amplop. "Karena mereka saling kenal," ujar Khairil.
Sejak awal lelang, proyek ini memantik curiga. Sebagian besar pemenang tender untuk enam paket menawarkan harga tertinggi. PT Pura Barutama, yang menang tender paket zona 2, misalnya, mengajukan penawaran Rp 14,56 miliar, dari harga perkiraan sementara Rp 17,69 miliar. Harga itu jauh di atas tawaran pesaing: PT Perca Rp 13,26 miliar, PT Jasuindo Rp 13,39 miliar, dan PT Ghalia Rp 14,45 miliar.
Walau ada aturan satu perusahaan tak boleh mengerjakan dua paket sekaligus, panitia lelang mengizinkan perusahaan mengikuti tender di semua zona. Akibatnya, ada perusahaan yang menang di dua zona. Misalnya PT Balebat, yang memenangi tender zona 3, lalu mengundurkan diri dan memilih zona 1. Zona 3 akhirnya diserahkan kepada Ghalia, yang menawarkan harga termahal.
Pegiat antikorupsi, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, serta Indonesia Corruption Watch juga mencurigai tender tersebut. Selain lelang ini mirip arisan enam perusahaan, ada indikasi terjadi penggelembungan harga hingga Rp 7,3 miliar. Total enam paket itu menghabiskan anggaran Badan Penelitian dan Pengembangan Rp 94,88 miliar, dari pagu yang disediakan Kementerian sebesar Rp 120,46 miliar.
SEBAGAI penanggung jawab ujian nasional, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan baru mengetahui ada persoalan pada Kamis sore dua pekan lalu. Ia mendapat laporan dari Khairil Anwar, yang sehari sebelumnya mengecek pencetakan soal oleh PT Ghalia di Rancamaya, Bogor. Kepada Nuh, Khairil mengatakan ujian nasional terancam ditunda karena soal belum didistribusikan. "Dari situ mulai panik," kata Nuh.
Ia mendatangi PT Ghalia keesokan harinya. Perusahaan ini kebagian mencetak 106 juta soal untuk sebelas provinsi. Mengklaim telah mencetak seluruh soal, Ghalia kebingungan mendistribusikannya. Tiga hari sebelum ujian, seluruh soal masih menumpuk di sana. Bantuan sekitar 200 mahasiswa Institut Pertanian Bogor untuk melipat dan memasukkan soal ke dalam amplop tak menolong. Pekerjaan tak akan selesai tepat waktu. "Saya jarang marah, akhirnya marah juga," ujarnya.
Pada Minggu pagi, Nuh kembali menginspeksi Ghalia. Lembar soal baru sebagian disalurkan ke daerah, padahal ujian harus dilaksanakan serentak keesokan harinya. Siangnya, Nuh mengumpulkan semua pejabat Kementerian Pendidikan. Keputusan penting harus diambil: menunda ujian di seantero Indonesia atau hanya di sebelas provinsi. Rapat menyepakati pilihan yang kedua. Ujian untuk sekolah menengah atas di sebelas daerah mundur tiga hari.
Alasannya sederhana. Menurut Nuh, bila ujian ditunda seluruhnya, soal berisiko bocor. Kecuali yang digarap Ghalia untuk sebelas provinsi, soal sudah didistribusikan ke daerah dan hampir dibagikan ke sekolah. Pertimbangan lain, kata dia, "Selama penundaan, kami akan habis digempur. Tidak hanya oleh media, tapi juga macam-macam."
Keputusan tersebut hanya menyelamatkan ujian untuk SMA. PT Ghalia juga mencetak soal sekolah menengah pertama. Keesokan harinya, Nuh kembali mendatangi percetakan itu, menanyakan hasil pekerjaannya. Jawaban Ghalia membuat masalah makin runyam. Soal ujian SMP ternyata belum dicetak sama sekali. Padahal ujian SMP digelar tujuh hari lagi. "Kalau SMP juga mundur, bubar sudah…."
Pekerjaan Ghalia lalu diputuskan dikeroyok pemenang tender yang lain. Ghalia hanya diizinkan memproduksi soal untuk Bali, yang distribusinya dianggap paling gampang. Sisanya diserahkan kepada PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk, PT Pura Barutama, dan PT Temprina Media Grafika.
Menteri Nuh cenderung menyalahkan PT Ghalia sebagai penyebab utama segala kekacauan ujian nasional. "Kalau pekerjaan dia beres, tak ada masalah," ujarnya. Nuh yakin anak buahnya, termasuk Khairil Anwar, tak memainkan proyek ini. "Bukan berarti menjamin, ya," katanya. "Kalau ternyata ada, silakan, tak akan ditutupi."
Direksi PT Ghalia kini mengunci bibir rapat-rapat. Didatangi ke kantor percetakan di Rancamaya, Bogor, pada Rabu pekan lalu, petinggi Ghalia tak ada yang bersedia menemui Tempo. Kuasa hukum perusahaan, Kamil Zaky, melalui telepon menjawab singkat, "Semua sedang fokus di pabrik." Sebelumnya, Direktur Utama Ghalia Hamzah Lukman mengatakan segala kekacauan terjadi karena perusahaannya kurang berpengalaman mencetak naskah soal begitu banyak dalam waktu singkat.
DIKETUK Dewan Perwakilan Rakyat pada 30 Oktober 2012, anggaran Kementerian Pendidikan untuk tahun 2013 total Rp 73,087 triliun. Uraian anggarannya dicantumkan dalam Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2012 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2013, yang terbit sebulan kemudian.
Anggaran tak serta-merta bisa dicairkan. Kementerian Keuangan membekukan Rp 62,1 triliun di antaranya. Dana yang bisa cair hanya yang untuk pengeluaran rutin, seperti gaji pegawai. Rupanya, Kementerian Keuangan mencium ada yang tak beres. Menurut Direktur Anggaran II Dwi Pujiastuti, daftar isian pelaksanaan anggaran yang diajukan berbeda dengan pagu pada Keppres Nomor 37 itu. "Kok, programnya berubah? Alokasi tiap program juga berubah," ujarnya.
Ada yang alokasinya membengkak. Ada juga yang jatahnya menciut. Tapi total anggaran Kementerian Pendidikan tetap Rp 73,087 triliun, tak berubah sama sekali. Hanya pos belanjanya yang diutak-atik.
Anggaran Badan Penelitian dan Pengembangan termasuk yang menggelembung. Jumlahnya meningkat Rp 100,8 miliar dari Rp 1,196 triliun. Angka itu untuk menambah anggaran ujian nasional. Dalam Keppres 37, ujian nasional membutuhkan biaya Rp 543,4 miliar. Dalam daftar isian yang baru, angkanya naik menjadi Rp 644,2 miliar.
Agar anggaran bisa turun, perubahan anggaran Kementerian Pendidikan harus disetujui DPR lagi. Pada 21 Desember 2012, Dewan menyetujui pagu yang baru. Dengan bekal persetujuan DPR, Kementerian Pendidikan mengajukan revisi daftar isian pelaksanaan anggaran ke Kementerian Keuangan lima hari kemudian.
Dua kementerian itu baru duduk satu meja pada 25 Februari 2013. Setelah serangkaian rapat, termasuk dengan Presiden, sebagian anggaran dicabut blokirnya pada 13 Maret. Anggaran ujian nasional termasuk yang "bintang"-nya dilepas.
Mulurnya pencairan anggaran berimbas pada persiapan ujian. Sejak dibuka pendaftarannya pada 23 Januari 2013, tender pencetakan soal ujian semestinya beres pada akhir Februari. Berdasarkan jadwal, itu termasuk penandatanganan kontrak proyek. Kenyataannya, kontrak baru diteken pada 15 Maret—dua hari setelah blokir dicabut. Ini menyebabkan persiapan ujian makin mepet. Percetakan pemenang tender tinggal punya waktu 25 hari untuk memproduksi dan mendistribusikan naskah soal.
Menteri Nuh menolak kabar bahwa pelaksanaan ujian yang kacau-balau itu bermula dari pembekuan anggaran—yang disebabkan utak-atik pagu oleh kementeriannya. Nuh berkukuh satu-satunya penyebab adalah PT Ghalia. "Buktinya, percetakan yang lain bisa sesuai dengan jadwal."
Pelaksanaan ujian di sebelas provinsi yang naskah soalnya dicetak Ghalia memang mulur. Tapi kekacauan juga terjadi di provinsi lain. Ombudsman Republik Indonesia menemukan kertas soal dan lembar jawaban di hampir semua SMA dan sederajatnya di Jawa Barat tak sesuai dengan standar. Terlampau tipis—kurang dari 80 miligram—kertas jawaban gampang bolong ketika diisi.
Masih di Jawa Barat, kasus tertukarnya soal ujian kerap terjadi. Di SMA Negeri 2 Tasikmalaya, misalnya, soal bahasa Indonesia tertukar dengan bahasa Inggris. Adapun SMA Negeri 1 Bandung kekurangan 40 soal fisika dan 20 soal bahasa Inggris. Sedangkan di Rokan Hilir, Riau, ada empat sekolah yang tak mendapat naskah soal sama sekali pada hari pertama ujian nasional. Padahal soal untuk Jawa Barat dan Riau tak dipegang Ghalia.
Gara-gara ujian nasional untuk tingkat sekolah menengah atas karut-marut, sepanjang dua pekan lalu Nuh berulang kali melapor kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kepada Tempo, ia menceritakan percakapannya dengan Presiden. Ia mengaku menyatakan kepada bosnya itu, "Seminggu ini saya tidur sekitar tiga jam sehari. Tidak mungkin tidur enak." Presiden, menurut guru besar itu, menjawab, "Pak Nuh baru sekali. Saya sudah delapan tahun merasakan begini."
Anton Septian, Sundari, Satwika Movementi, Wayan Agus Purnomo, Ayu Prima Sandi (Jakarta), M. Sidik Permana (Bogor)
Kusut-Mawut Penentu Soal
Kisruh pelaksanaan ujian nasional dimulai dari penentuan anggaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Kementerian Keuangan pun tak kunjung menyetujui anggaran yang diajukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan karena jumlahnya naik dari yang sudah diputuskan Presiden. Dewan baru menyetujui anggaran dua hari sebelum kontrak dengan pemenang tender pencetakan soal ditandatangani.
2012
Oktober
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013 disahkan.
November
Keputusan Presiden 37/2012 menganggarkan ujian nasional Rp 543,45 miliar.
5 Desember
Semua anggaran kegiatan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diberi tanda bintang oleh DPR kecuali untuk urusan operasional dan gaji.
26 Desember
Revisi anggaran Kementerian Pendidikan ke Kementerian Keuangan.
Badan Strandardisasi Nasional Pendidikan
2013
Januari
Pendataan peserta ujian nasional
Penyiapan master naskah
Februari
Proses lelang. Rapat koordinasi pemerintah membahas pemblokiran anggaran.
5 Maret
Menteri Pendidikan menerbitkan daftar anggaran untuk kegiatan mendesak.
13 Maret
Anggaran ujian nasional diketuk.
2012
Rp 599,8 miliar Jumlah siswa: 11.576.816
2013
15 Maret
Tanda tangan kontrak (meleset dua pekan dari perencanaan).
Pemenang Lelang
15 April
Ujian nasional SMA/sederajat ditunda ke tanggal 18 April untuk zona 3 karena PT Ghalia gagal mendistribusikan kertas soal.
Distribusi naskah dari percetakan hingga tingkat rayon di kabupaten/kota. Naskah tiba satu-dua jam sebelum pelaksanaan ujian untuk menghindari kebocoran.
22 April
Ujian nasional SMP/sederajat.
Pelajaran yang diujikan
Sekolah Dasar
SMP/Sederajat
SMA/Sederajat
(Tergantung penjurusan)
Perbedaan Ujian 2011/2012 dan 2012/2013
2012
2013
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo