Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kediri geger ketika Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merilis investigasi kecurangan ujian nasional untuk sekolah menengah atas. Menurut Dewan, sejumlah siswa di salah satu kota di Jawa Timur itu memperoleh kunci jawaban dua hari sebelum ujian, yang dilaksanakan mulai Senin hingga Jumat dua pekan lalu.
Bukan hanya siswa atau orang tua mereka yang membeli kunci jawaban, melainkan juga guru di beberapa sekolah. Mereka mengatur distribusi kunci jawaban buat siswanya. "Harganya Rp 30 juta untuk kunci jawaban ujian enam mata pelajaran," kata Yudi Ayub Khan, anggota Dewan, Kamis pekan lalu.
Yudi dan anggota Komisi Pendidikan DPRD Kota Kediri lainnya menolak menyebutkan sekolah dan pemberi kunci jawaban. Alasannya, sekolah yang selama ini punya reputasi bagus di Kediri itu akan tercoreng. Selain itu, penyebutan identitas akan mempengaruhi psikologi siswa yang memakai bocoran kunci jawaban. "Mereka mau menceritakannya ke kami saja bagus," ujar Ketua Komisi Pendidikan DPRD Kediri Hadi Sucipto.
Tempo menelusuri temuan itu ke beberapa sekolah favorit di Kediri. Sejumlah siswa mengaku mendapat informasi adanya bocoran kunci jawaban tiga hari menjelang ujian. Di antaranya Fifi Yustia, bukan nama asli, siswa kelas XII jurusan IPA, yang menolak disebutkan sekolahnya. Ia bercerita wali kelasnya mengumumkan bahwa kunci jawaban untuk ujian semua mata pelajaran telah tersedia.
Sang guru lalu menunjuk koordinator kelas untuk mengumpulkan teman-temannya yang bersedia membayar kunci jawaban. Tiap siswa diminta Rp 150 ribu untuk enam mata pelajaran yang diujikan. Kunci jawaban akan dikirim via surat elektronik setiap pukul dua dinihari sejak hari pertama ujian. Fifi tak jadi memesan karena tak diizinkan orang tuanya. Tapi ia memperoleh bocoran dari sang pacar.
Menurut Fifi, ada 20 jenis kunci jawaban tiap mata pelajaran, sesuai dengan jumlah variasi soal dalam satu kelas. Setiap kunci terdiri atas huruf "a" sampai "d" untuk 40-50 soal. Untuk menandai setiap varian, di sudut kiri atas disertakan kata pertama pada empat soal awal. Siswa tinggal memilih kunci yang kata awalnya cocok dengan varian soal yang mereka terima.
Perjanjian dalam transaksi itu menyebutkan, jika tak satu pun varian jawaban cocok, siswa diminta merusak lembar jawaban untuk mendapat ganti yang baru. Siswa berharap lembar soal dan jawaban pengganti itu sama dengan salah satu kunci yang mereka miliki.
Pada hari pertama, kegaduhan muncul di kelas Fifi. Seorang siswa menyalin kunci jawaban di kertas kecil. Kertas itu jatuh dan diketahui pengawas. Namun, kata Fifi, guru pengawas dari sekolah lain itu hanya merampas kertas sontekan dan menegur si siswa. "Teman saya itu tetap ikut ujian hingga selesai," ujarnya.
Seorang siswa sekolah lain bercerita mendapat kunci jawaban dari orang tuanya. Menurut dia, ayahnya mendapatkan kunci dari seorang polisi yang bertugas mengawal lembar soal dari Bandar Udara Juanda, Surabaya, hingga Markas Kepolisian Resor Kediri. Kunci dijual Rp 300 ribu per mata pelajaran.
Pengakuan lain datang dari seorang pengajar di satu lembaga bimbingan belajar. Ia ditawari kunci jawaban oleh seseorang yang mengaku pegawai Dinas Pendidikan Kota Kediri. Kunci jawaban untuk SMA dihargai Rp 37 juta dan SMP Rp 17 juta. Menurut dia, lembaga bimbingan belajar di Kediri rata-rata membeli kunci jawaban itu. Ia tak membeli kunci karena bimbingannya tak punya uang, tapi ia mendapatkannya dari seorang murid. "Saya sempat menguji kunci jawaban itu, dan benar," katanya.
Dinas Pendidikan Kota Kediri menyangkal temuan itu. Noto, Kepala Bidang Pendidikan Menengah Umum SMA/SMK di kantor itu, memastikan kunci jawaban yang beredar itu palsu. Menurut dia, kunci jawaban masih berada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Soalnya juga dibuat beragam dengan 20 variasi. "Sudah pasti itu bukan kunci jawaban yang benar," ujarnya.
Sangkalan serupa datang dari Kepala Kepolisian Resor Kediri Komisaris Besar Ratno Kuncoro. Menurut dia, anak buahnya hanya mengawal soal ujian dari Surabaya ke Markas Polres sebelum disebarkan ke setiap sekolah. "Berkas yang dikawal tak ada kunci jawabannya," katanya. Ratno menduga kunci jawaban yang beredar itu palsu. Ketika ditunjukkan kunci jawaban itu sesuai dengan soalnya, Ratno berujar, "Itu mungkin kebetulan."
Menteri Pendidikan Mohammad Nuh juga heran dengan beredarnya kunci jawaban tersebut. Menurut dia, kunci jawaban belum dicetak sampai ujian selesai. Dengan sistem digital, lembar jawaban setiap siswa akan diproses dan dicocokkan dalam sistem komputer. Hasilnya akan dikirim kembali ke sekolah dalam waktu sepekan. "Kalaupun ada kebocoran, siswa harus membawa 20 jenis jawaban ke ruang ujian," ujarnya. "Itu pasti ketahuan pengawas karena mencolok."
Nuh yakin kunci jawaban yang dibuat dari soal yang bocor juga tak mungkin terjadi. Sekolah baru mendapat lembar soal satu-dua jam sebelum ujian. Dinas pendidikan dan markas kepolisian, yang menampung lembar soal sebelum sekolah, juga tak boleh menyimpannya lebih dari 24 jam. Karena itu, distribusi soal dan lembar jawaban dikirim dari percetakan sehari sebelum ujian ke setiap provinsi.
Di Bandung dan Cirebon juga beredar kunci jawaban. Ombudsman Nasional, lembaga negara yang bertugas mengawasi program pemerintah, menerima banyak pengaduan mengenai peredaran kunci jawaban sebelum ujian. Siswa SMA 9, 12, 20, dan 25 Bandung membeli kunci jawaban Rp 70 ribu per mata pelajaran.
Iwan Hermawan, guru sosiologi SMA 9 Bandung, bercerita, menjelang ujian, ia menerangkan tata cara ujian nasional yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Di antaranya penjelasan 20 variasi soal tiap kelas yang dimaksudkan untuk menghindari kebocoran. Pada saat itu, ia menuturkan, seorang muridnya nyeletuk, "Kalau begitu, kita tertipu. Kembalikan uangnya." Siswa itu menunjuk temannya yang ternyata menjadi koordinator pembelian kunci jawaban.
Iwan lalu menelusuri pembelian itu. Menurut dia, 75 persen dari 400 siswa kelas XII di sekolahnya telah menyetor uang muka Rp 20 ribu untuk membeli kunci jawaban. Tapi hanya ada satu model kunci, bukan 20 jenis. Iwan menyatakan telah mengecek ke kolega gurunya di Forum Aksi Guru Kota Bandung, dan memperoleh informasi enam sekolah mendapat kunci jawaban serupa. Setelah selesai ujian, kata dia, "Kunci jawaban itu ternyata keliru semua."
Siswa SMA Negeri 4 dan 6 Cirebon malah menyetor Rp 25 juta kepada penjual kunci jawaban, dua pekan sebelum hari ujian. Penjualnya Teguh Iman, penabuh drum Another Project berusia 22 tahun. Teguh menjual kartu memori berisi kunci jawaban kepada siswa yang berminat melalui koordinator siswa SMA 6, Rizki. Kartu itu bisa dibaca di telepon seluler.
Rizki kemudian mengumpulkan saweran 223 siswa kelas XII. Dari urunan uang saku itu terkumpul Rp 20 juta. Teguh Iman tetap menerimanya meski ia meminta Rp 30 juta. Namun setelah ujian diketahui bahwa jawaban yang diberikan Teguh tak cocok. "Jawaban tak sesuai dengan pertanyaan," ujar Rizki ketika melaporkan Teguh ke Kepolisian Resor Cirebon dengan tuduhan penipuan. Siswa-siswi SMA 4 Cirebon juga melaporkan Teguh dengan tuduhan sama. Dari SMA 4, laki-laki yang tinggal di Gunung Jati itu menerima Rp 14 juta.
Bagja Hidayat (Jakarta), Hari Tri Wasono (Kediri), Anwar Siswadi (Bandung), Ivansyah (Cirebon)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo