Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menghadapi kelangkaan oksigen dan ketersediaan kamar perawatan akibat lonjakan jumlah kasus Covid-19.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menghubungi pengusaha untuk menambah pasokan oksigen.
Para tenaga kesehatan tumbang dan direncanakan diberi vaksin ketiga.
PANGGILAN dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X masuk ke telepon seluler Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada Jumat, 9 Juli lalu. Bakda magrib, Sri Sultan mengabarkan bahwa stok oksigen di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, yang menjadi rujukan pasien Covid-19, kritis. Persediaan oksigen diperkirakan habis kurang dari 24 jam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perbincangan itu tak sampai lima menit. Sri Sultan meminta bantuan pemerintah pusat untuk menambah cadangan oksigen ke Sardjito. “Ngarso Dalem, saya akan membantu mencarikan oksigennya. Jangan sampai seperti kemarin yang mendadak sekali,” kata Budi menceritakan percakapan itu saat wawancara khusus dengan Tempo. Ngarso Dalem adalah panggilan takzim untuk Raja Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budi merujuk pada kematian 63 pasien Covid-19 di RSUP Dr Sardjito pada Ahad, 4 Juli lalu. Sebanyak 33 di antaranya meninggal karena kondisi yang memburuk setelah suplai oksigen sentral di rumah sakit itu habis. Sehari sebelum nestapa itu, Direktur Utama RSUP Dr Sardjito, Rukmono Siswishanto, bersurat kepada Budi dan sembilan pejabat lain tentang pasokan oksigen yang megap-megap. Dalam selembar warkat itu, Rukmono menulis kehabisan oksigen dapat membahayakan keselamatan pasien.
Seorang pasien yang meninggal ketika oksigen di Sardjito sedang gawat adalah Sugiyanti. Hidup perempuan 66 tahun itu ditopang bantuan oksigen sejak 2012 karena ia menderita komplikasi jantung, paru, lambung, dan lever. Putra Sugiyanti, Deni Prihantoro, mengatakan ibunya tiba di rumah sakit pada Sabtu, 3 Juli. Sepekan sebelumnya, dia mengeluh sesak napas. Gejala itu masih muncul saat di rumah sakit sehingga perawat membawanya ke ruang instalasi gawat darurat, lalu memacu jantungnya. Tak sempat menerima bantuan oksigen, warga Bantul itu berpulang. Menurut Deni, Sugiyanti dimakamkan dengan protokol Covid-19.
Pemindahan pasien Covid-19 dari IGD ke ruangan khusus karena penuhnya ruang rawat inap, di RSUD kota Bandung, Jawa Barat, 1 Juli 2021. TEMPO/Prima Mulia
Selesai berbincang dengan Sri Sultan, Menteri Budi langsung mencari pasokan oksigen untuk dikirim ke RSUP Dr Sardjito. Mantan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara itu baru memperoleh stok oksigen yang dibutuhkan sejam kemudian. “Kiriman oksigen akan tiba di Yogyakarta paling lambat Sabtu, 10 Juli,” ujar Budi.
Seusai insiden di Sardjito, pemerintah tunggang-langgang mencari tambahan pasokan oksigen. Berlangsung secara virtual pada Ahad malam, 4 Juli lalu, rapat dengan bos-bos perusahaan penghasil oksigen industri digelar Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Seorang pejabat pemerintah yang hadir dalam pertemuan itu mengungkapkan bahwa Luhut meminta para pengusaha mengalihkan produksi gas mereka untuk oksigen medis. Para produsen gas, menurut narasumber ini, bersedia memenuhi permintaan Luhut, tapi meminta jaminan pembayaran dari pemerintah. Luhut disebut tak keberatan terhadap syarat tersebut.
Direktur Utama PT Krakatau Steel Silmy Karim, yang hadir dalam pertemuan itu, mengaku Luhut juga sempat menelepon untuk meminta perusahaannya menyuplai oksigen ke rumah sakit. Dalam diskusi itu, Luhut mengungkapkan jumlah kebutuhan oksigen medis melonjak hingga tujuh kali lipat dari kondisi normal. Silmy menyanggupi permintaan Luhut. Ia mengaku memberikan layanan pengisian tabung oksigen secara cuma-cuma ke rumah sakit. “Kapasitas kami untuk oksigen medis baru 500 tabung per hari dan akan terus ditingkatkan hingga seribu tabung,” tutur Silmy.
Sehari seusai rapat dengan petinggi perusahaan gas atau 5 Juli lalu, Luhut mengumpulkan pejabat daerah yang wilayahnya masuk zona merah Covid-19 dan mengalami kelangkaan oksigen. Sebagian di antaranya pejabat di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kepala Bidang Surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Adang Mulyana, yang ikut dalam rapat itu, bercerita bahwa Luhut menyatakan pemerintah pusat akan mengambil alih pemenuhan dan distribusi oksigen di daerah. Menurut Adang, Luhut memerintahkan kepala daerah mendata kebutuhan oksigen dan menyiapkan alur pengiriman ke rumah sakit rujukan Covid-19.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga bergerilya menambah suplai oksigen ke rumah sakit. Dua pekan lalu, dia mengontak Direktur Utama PT Indonesia Morowali Industrial Park Alex Barus. Budi meminta perusahaan nikel di Morowali, Sulawesi Tengah, itu memasok oksigen untuk rumah sakit karena kebutuhan sedang melonjak hingga 400 ton per hari. Melaut sejak 1 Juli lalu, kargo berbobot 500 ton oksigen dari Morowali tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Selasa, 6 Juli lalu.
Tenaga medis mengganti tabung oksigen bagi pasien Covid-19 di ruang ICU, RSUD Tipe D Kramat Jati, Jakarta, 8 Juli 2021. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Mencari truk pengangkut tangki-tangki oksigen dari Morowali, Budi berkontak dengan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Bos perusahaan minyak dan gas bumi milik pemerintah itu menyatakan sanggup meminjamkan empat unit truk. “Sebanyak 21 tangki sisanya, kami pakai truk sewaan,” kata Budi.
Perburuan pasokan oksigen pun menjangkau Singapura. Budi mengaku menghubungi anak seorang konglomerat Indonesia sekaligus filantropis yang dekat dengan Ho Ching, istri Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong yang juga menjabat Direktur Eksekutif Temasek Holdings. Pada 3 Juli lalu, kepada koleganya itu, Budi menerangkan bahwa Indonesia sedang kekurangan pasokan oksigen dan membutuhkan bantuan. Budi kemudian dikirimi sejumlah narahubung yang menjadi anggota staf Ho Ching. Belakangan, Temasek bersedia mengirim 3.000 tabung oksigen berkapasitas 5 dan 10 liter.
•••
SEBELUM gelombang kedua Covid-19 terjadi di Indonesia, Budi Gunadi Sadikin menerima sedikitnya 200 pesan dari koleganya dan berbagai organisasi kemasyarakatan. Isinya antara lain meminta tolong dicarikan rumah sakit. Namun, setelah varian delta merebak dan rumah sakit kelabakan melayani pasien, jumlah pesan yang masuk ke telepon seluler Budi ikut melonjak lebih dari dua kali lipat. “Saya balas satu per satu. Kadang, kalau telat membalas, saya sedih ketika dikabari bahwa yang meminta tolong sudah meninggal,” ujar mantan Direktur Utama Bank Mandiri ini.
Salah satu yang mengontak Budi adalah Komisaris PT Pelindo I Winata Supriyatna. Bekas Kepala Sekretariat Presiden itu terinfeksi virus corona dan kelabakan mencari rumah sakit. Pada Selasa, 6 Juli lalu, Winata akhirnya mendapatkan kamar di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta. Hari itu Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengumumkan tingkat keterisian tempat tidur khusus isolasi Covid-19 mencapai 93 persen, sementara ranjang unit perawatan intensif (ICU) menembus 94 persen. Dirawat tiga hari, Winata berpulang pada Jumat dinihari, 9 Juli lalu.
Laporan juga datang dari inisiator LaporCovid-10, Irma Hidayana. Melalui sebuah grup komunikasi virtual, dia dua kali melaporkan kepada Budi tentang pengalamannya kepayahan mencari rumah sakit untuk mereka yang terjangkit Covid-19. Pada 27 Juni lalu, Irma mendampingi pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan. “Petugas itu menyebutkan pasien bisa diterima tapi stok oksigen sedang habis,” kata Irma.
Beberapa hari kemudian, tim LaporCovid-19 mengantar seorang pasien asal Tangerang Selatan, Banten. Pasien ini membutuhkan tabung oksigen. Keluarga pasien beberapa kali menghubungi nomor layanan darurat 112, tapi tak direspons. Pasien itu akhirnya mendapatkan ambulans ke Rumah Sakit Umum Tangerang Selatan. Meski saturasi oksigennya menurun hingga 82 persen, pasien itu tak diperbolehkan masuk oleh petugas keamanan.
Dibawa ke Rumah Sakit Fatmawati, pasien itu meninggal saat antre di bangsal gawat darurat, tanpa mendapatkan oksigen. Melaporkan peristiwa itu di sebuah grup WhatsApp, Irma menyebutkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku sudah berupaya menambah kapasitas ranjang di rumah sakit khusus Covid-19. “Tapi pasien yang datang melebihi daya tampung,” ujar Irma menirukan jawaban Budi di grup tersebut.
Pelaksana tugas Direktur Rumah Sakit Fatmawati, Azhar Jaya, mengatakan pemerintah sudah memerintahkan institusinya menambah daya tampung ranjang khusus pasien Covid-19 hingga 350 unit. Hingga Sabtu, 10 Juli lalu, Fatmawati sudah menyediakan 392 ranjang khusus pasien virus corona. Meski demikian, mencuplik data dari Sistem Informasi Rawat Inap milik Kementerian Kesehatan pada hari yang sama, masih ada 27 pasien yang antre masuk ke instalasi gawat darurat.
Kementerian Kesehatan memantau ketersediaan ranjang di rumah sakit sejak awal 2021. Seorang pejabat kementerian yang mengetahui pengawasan tempat tidur rumah sakit mengatakan keterpakaian ranjang pelayanan diawasi sejak Januari lalu karena tren kasus positif seusai libur Natal dan tahun baru meningkat. Pada 30 Januari, misalnya, terjadi penambahan 14.518 kasus positif.
Narasumber yang sama mengatakan Menteri Kesehatan mengundang rapat para direktur rumah sakit seluruh Indonesia, khususnya yang berada di zona merah, sepekan sekali. Dalam rapat-rapat itu, Menteri Budi mengecek jumlah keterisian ranjang isolasi di setiap rumah sakit. Sebulan terakhir, rapat koordinasi virtual bersama pengurus rumah sakit digelar hampir setiap hari.
Pejabat kementerian itu bercerita, rapat yang berlangsung pada Selasa malam, 6 Juli lalu, dihadiri ratusan pejabat rumah sakit swasta dan pemerintah. Dalam pertemuan itu, pimpinan rumah sakit kompak mengeluhkan cadangan oksigen portabel. Menurut narasumber ini, rumah sakit kekurangan pasokan oksigen karena pasien membeludak, bahkan hingga selasar rumah sakit.
Ketersediaan tempat tidur rumah sakit menjadi pembahasan pemerintah. Menteri Budi Gunadi Sadikin mengatakan dalam rapat koordinasi bersama Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada 5 Juli lalu bahwa okupansi rumah sakit di hampir semua provinsi di Jawa dan Bali telah terisi. Maka perlu ada penambahan kapasitas ICU ataupun ruang isolasi. Saat ini, jumlah tempat tidur nasional adalah 406.253, sebanyak 111.890 atau 28 persen di antaranya untuk pasien Covid-19. “Pemerintah telah menargetkan sebanyak 40 persen konversi tempat tidur isolasi,” ujar Budi.
Yoga Fajar Mahendra, 37 tahun, yang selama sepekan menemani ibunya, Endang Sarwini, di Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit, Jakarta Timur, sejak 26 Juni lalu, menyaksikan pasien bergeletakan di lantai rumah sakit. Ranjang bahkan kursi di ruang gawat darurat telah terisi penuh. Di samping pasien-pasien itu bersandar tabung oksigen berbagai ukuran. “Ruangannya penuh sekali karena pasien terus berdatangan,” kata Yoga.
Sekitar sepekan dirawat di ruang gawat darurat, Endang baru bisa masuk ruang perawatan intensif pada Sabtu, 3 Juli lalu. Namun kondisinya memburuk dan ia akhirnya meninggal. Dua hari kemudian, gantian nenek Yoga, Poniyah, dirawat di RS Duren Sawit, juga karena Covid-19. Ia sempat ditolak tiga rumah sakit karena kamar sudah penuh. Dalam beberapa jam, Poniyah dipindahkan dari aula gawat darurat ke kamar perawatan. Kurang dari tiga jam menghuni kamar, tubuh Poniyah kian lemah, lalu meninggal.
LEDAKAN jumlah kasus Covid-19, terutama di Pulau Jawa, sudah diperkirakan sejak Mei lalu. Dua pejabat di Kementerian Kesehatan serta Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi bercerita, saat itu terlihat peningkatan kasus positif seusai libur Idul Fitri. Selain itu, pada Maret lalu, pemerintah menemukan bahwa virus corona varian delta telah masuk Indonesia. Varian dari India itu lebih cepat menular dan mengakibatkan negara tersebut dilanda tsunami Covid-19.
Pejabat yang sama mengatakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah mengusulkan pengetatan mobilitas penduduk pada Mei lalu. Namun usul itu tak diterima karena dianggap dapat mengganggu pemulihan ekonomi. Akhirnya, ketika jumlah kasus Covid-19 melonjak, pemerintah memutuskan menerapkan penebalan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro pada 22 Juni lalu. Namun, karena kasus Covid kian tak terbendung, pemerintah memberlakukan PPKM darurat mulai 3 hingga 20 Juli.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto sejak awal disebut-sebut memiliki pandangan berbeda tentang aturan main PPKM darurat. Ketua Umum Partai Golkar itu awalnya mengusulkan mal dan restoran tetap buka dengan pembatasan jam operasional, sedangkan rumah ibadah di zona merah ditutup sementara. Ketika PPKM darurat diumumkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada 1 Juli lalu, mal dan tempat ibadah akhirnya sama-sama ditutup sementara.
Pada Rabu, 7 Juli lalu, Airlangga juga menyatakan pemerintah masih sanggup menangani pandemi tanpa bantuan luar negeri. “Pemerintah masih percaya bahwa kemampuan nasional kita bisa menyelesaikan persoalan ini,” kata Airlangga. Namun, sehari kemudian, Menteri Luhut, yang memimpin PPKM darurat di Jawa-Bali, mengatakan Indonesia akan meminta bantuan Singapura dan Cina untuk mengantisipasi lonjakan jumlah kasus.
Adapun Menteri Budi Gunadi Sadikin mengatakan pembahasan tentang PPKM darurat berlangsung dinamis. Presiden Joko Widodo memimpin rapat-rapat pengambilan keputusan, termasuk menentukan tingkat pengetatan aktivitas masyarakat tanpa memberi dampak ekonomi yang signifikan. “Apa pun yang diputuskan, itu keputusan bersama, termasuk keputusan yang melibatkan saya,” ujar Budi.
•••
AMBRUKNYA layanan kesehatan dalam gelombang kedua Covid-19 juga terlihat dari bertumbangannya tenaga kesehatan. Tercatat 86 tenaga medis meninggal pada 1-9 Juli lalu. Ikatan Dokter Indonesia mencatat, 86 dokter meninggal sejak Februari hingga 24 Juni lalu. Selama awal Juli, 22 perawat dan 39 bidan juga berpulang. Wakil Ketua Umum Pengurus Besar IDI Slamet Budiarto mengatakan sejumlah dokter yang meninggal belakangan ini sudah menjalani vaksinasi Covid-19. “Ini sebagian besar dokter yang meninggal sudah divaksin dua kali, artinya ini terkait dengan efikasi vaksin,” tutur Slamet.
Pemerintah ancang-ancang memberikan suntikan booster untuk tenaga kesehatan. Vaksin Covid-19 yang akan digunakan adalah Moderna asal Amerika Serikat. Vaksin itu diklaim 95 persen efektif melindungi dari Covid-19. Suntikan ketiga buat pekerja medis ini akan dimulai pada pekan kedua Juli untuk 1,47 juta tenaga kesehatan.
Pasien Covid 19 terlihat di luar ruang gawat darurat di rumah sakit pemerintah, di Jakarta, Indonesia, 1 Juli 2021. REUTERS/Yuddy Cahya Budiman
Pemerintah pun berupaya menambah jumlah perawat untuk rumah-rumah sakit, khususnya rumah sakit lapangan. Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia Harif Fadhillah mengatakan pemerintah berupaya merekrut perawat tambahan dengan melonggarkan prosedur pengurusan surat tanda registrasi. Selain itu, kata Harif, perekrutan melalui jalur relawan terus berjalan.
Saat wawancara khusus dengan Tempo pada Jumat, 9 Juli lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa aturan yang mengizinkan calon perawat yang belum memiliki surat registrasi untuk berpraktik sudah diterbitkan. “Kami juga ajak perawat dari luar Jawa untuk masuk membantu fasilitas kesehatan di wilayah Jawa yang kasusnya sedang tinggi,” ujar Budi.
Dalam kondisi darurat tenaga kesehatan, Rika Septi Handayani, perawat di paviliun Flamboyan di Rumah Sakit Umum Daerah Wirosaban, Yogyakarta, tetap bekerja meski terkena Covid-19. Mengisolasi diri di kamar perawatan intensif rumah sakit itu, Rika merawat ibunya yang juga terinfeksi virus corona. Dari 770 pegawai di rumah sakit itu, sudah 100 orang terjangkit Covid-19. Di ruang perawatan intensif itu, Rika pun ikut merawat pasien lain. Ia mengaku tetap bertugas untuk mengurangi beban teman-temannya. “Pasien tak henti berdatangan,” katanya.
Baca: Kisah Pengguna Ivermectin, Dibagikan Gratis dan Diselundupkan ke Rumah Sakit
RAYMUNDUS RIKANG, DEVY ERNIS, HUSSEIN ABRI DONGORAN, DEWI NURITA (JAKARTA), PITO AGUSTIN, SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA), M.A. MURTADHO (BOGOR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo