Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Karantina Penuh Tanda Tanya

Sejumlah warga negara Indonesia yang pulang ke Tanah Air dinyatakan positif Covid-19 saat menjalani karantina di hotel. Petugas menolak tes ulang secara mandiri.

10 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Seorang pengusaha dinyatakan positif Covid saat menjalani karantina.

  • Hasil tes mandiri menunjukkan pengusaha itu tak terkena virus corona.

  • Sejumlah buruh migran juga dimintai uang saat karantina.

LIMA hari menjalani isolasi mandiri sepulang dari luar negeri, Muljono Handjaja mendapat kabar buruk pada Jumat pagi, 25 Juni lalu. Melalui sambungan telepon, anggota staf Hotel Indonesia Kempinski dan petugas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memberitahukan bahwa hasil tes polymerase chain reaction atau PCR kedua menunjukkan laki-laki 71 tahun itu positif Covid-19. “Saya kaget. Istri saya negatif,” kata Muljono kepada Tempo, Kamis, 8 Juli lalu. Padahal uji usap pertama yang dijalani Muljono dan istrinya, Mery Sutjiwang, di lantai bawah hotel tersebut pada Ahad malam, 20 Juni lalu, hasilnya negatif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat itu, Muljono baru saja kembali dari Singapura. Pemerintah mewajibkan semua warga negara Indonesia dan warga negara asing menjalani karantina selama lima hari—mulai Selasa, 6 Juli lalu, menjadi 8 x 24 jam. Khusus pelajar, mahasiswa, buruh migran, dan pegawai negeri sipil bisa menjalani karantina di Wisma Atlet Pademangan, Jakarta, secara gratis. Sisanya harus menjalani isolasi mandiri di hotel yang disetujui pemerintah. Adapun Muljono membayar Rp 16,13 juta untuk kamar tipe deluxe selama lima malam di Kempinski. Biaya itu termasuk tes PCR empat kali dan transportasi menggunakan Toyota Alphard dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, menuju hotel bintang lima tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah tes PCR kedua menunjukkan hasil positif, Muljono meminta pengujian ulang di laboratorium yang berbeda. Apalagi dia tak merasakan sedikit pun gejala Covid-19. Namun petugas BNPB tak mengizinkan. Muljono sempat naik darah karena tak diperbolehkan menjalani isolasi mandiri di rumahnya. “Petugas itu bilang harus isolasi di hotel yang ditunjuk pemerintah,” ujar Muljono, yang meminta istrinya pulang lebih dulu.

Jumat malam itu, Muljono dipindahkan ke Hariston Hotel & Suites di Penjaringan, Jakarta Utara. Permintaannya untuk diantarkan oleh sopir pribadi ditolak petugas. Menurut dia, petugas BNPB sempat menawarkan ambulans untuk mengantar ke Penjaringan dengan biaya Rp 3 juta, tapi Muljono menolak. Setelah diantar kendaraan Hariston Hotel, Muljono diminta membayar Rp 16,5 juta untuk isolasi mandiri selama 14 hari dengan dua kali tes PCR. Beralasan kartu kreditnya memiliki batas, Muljono membayar Rp 13,2 juta untuk sepuluh hari isolasi mandiri.

Muljono mengontak sejumlah kenalannya agar bisa mengulang tes PCR. Namun usaha itu sia-sia karena orang luar tak boleh masuk ke kamarnya, yang bernomor 1609. Barulah pada Selasa, 29 Juni lalu, petugas kesehatan dari kepolisian datang ke Hariston atas permintaan kawan Muljono dan memeriksa Muljono. Hasil uji usap di dua tempat, yaitu Bumame Farmasi dan Rumah Sakit Raden Said Sukanto, menunjukkan bahwa Muljono bebas Covid-19. Ia pulang sehari kemudian dan menerima Rp 7,56 juta dari pihak hotel untuk sisa biaya isolasi mandiri.

Seperti Muljono, Erna—bukan nama sebenarnya—mengalami kejadian serupa. Perempuan 42 tahun itu dibawa ke Hariston Hotel & Suites pada 9 Juni lalu dari salah satu hotel di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, karena hasil tesnya positif. Sedangkan hasil tes putrinya, yang juga menjalani karantina sepulang dari Amerika Serikat, dinyatakan negatif Covid-19. Erna sempat meminta tes usap ulang dan menjalani isolasi mandiri. Tes pertamanya ketika tiba di Jakarta menunjukkan hasil negatif. Ia juga tak mengalami gejala Covid sedikit pun. Namun petugas tak membolehkannya.

Di Hariston, Erna diminta membayar Rp 17,6 juta untuk karantina selama 14 hari dan dua kali tes swab. Namun di sana dia merasakan sejumlah keganjilan karena tidak langsung menjalani tes PCR. “Saya dites pada hari ke-9 dan ke-14,” ujarnya. Selama di sana, Erna juga tak mendapatkan obat apa pun. Dokter yang berkunjung hanya memeriksa tekanan darahnya. Selama dua pekan di sana, Erna mendapat cerita dari sejumlah tetangga kamarnya yang baru kembali dari New York, Amerika; Kanada; dan Australia. “Modusnya sama, disebut positif tapi tak boleh swab mandiri dan isolasi mandiri,” katanya.

Marketing Communication Coordinator Hotel Indonesia Kempinski Richo Prafitra enggan menjawab pertanyaan Tempo. “Mohon maaf, kami tidak bisa memberikan keterangan lebih lanjut,” ujarnya. Adapun Dio dari Hariston Hotel & Suites irit berkomentar mengenai hal ini. “Silakan datang ke hotel, bertemu dengan satgas dan manajemen,” ucapnya.

Deputi Penanganan Darurat BNPB, Dody Ruswandi, enggan berkomentar soal berbagai kejanggalan dalam karantina tersebut. Ia mengatakan pertanyaan yang diajukan Tempo seharusnya ditujukan kepada Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas Covid-19 Hery Trianto.

Menurut Hery, meski urusan karantian WNI atau warga negara asing berdasarkan surat Kepala Satuan Tugas Penanganan Covid-19, impelementasinya bukan oleh BNPB. "Kami hanya regulator," kata Hery. Urusan karantian oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan di bawah Kementerian Kesehatan yang dibantu tentara dan polisi untuk pengawasan.

Soal pasien yang terlarang mencari hasil PCR pembanding secara mandiri, Hery mengutip Surat Edaran Satgas Covid-19 Nomor B-84A/2021 yang menyebutkan pasien diizinkan mencari tes pembanding ke tiga rumah sakit: RS Pusat Angkatan Darat, RS Polri dan RS Cipto Mangunkusumo.

Adapun juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan semua bangunan layak huni dan menunjang bisa dialihfungsikan untuk isolasi mandiri, termasuk hotel. Ihwal dugaan permainan dalam karantina warga negara Indonesia yang baru datang dari luar negeri, Wiku mempersilakan mereka yang dirugikan melapor ke satuan tugas penanganan Covid setempat untuk ditindaklanjuti. 

Sagita—bukan nama sebenarnya—juga diwajibkan menjalani isolasi mandiri. Kembali dari Prancis bersama suami dan anaknya pada Ahad, 4 Juli lalu, perempuan 28 tahun itu langsung diminta menjalani isolasi dengan biaya mandiri. Padahal mahasiswa strata dua di salah satu kampus di Paris itu mendengar dari teman-temannya bahwa dia bisa menjalani isolasi mandiri di Wisma Atlet tanpa harus membayar. “Petugas bilang saya bisa di Wisma Atlet, tapi anak dan suami harus di hotel karena bukan pelajar atau mahasiswa,” tuturnya. Akhirnya ia membayar Rp 10,7 juta untuk biaya isolasi mandiri, termasuk tes PCR dua kali buat tiga orang.

Sejumlah tenaga kerja Indonesia pun sempat dimintai uang. Kembali ke Tanah Air dari Taiwan pada pertengahan Januari lalu, Titin, 43 tahun, mendapat tempat isolasi mandiri bersama sejumlah temannya di sebuah hotel di Tangerang, Banten. Sebelumnya, petugas di bandara menyebutkan bahwa mereka akan mendapat penginapan dan tes PCR secara gratis. Namun mereka dimintai duit Rp 1,6 juta untuk dua kali uji usap. Titin dan teman-temannya sempat berdemonstrasi. “Akhirnya tarif itu diturunkan jadi Rp 800 ribu,” katanya.

Mustafiroh, anggota keluarga Samiatun—yang pulang dari Arab Saudi pada April lalu, juga diminta membayar Rp 7,5 juta. Duit itu digunakan untuk membawa jenazah Samiatun yang meninggal pada 27 April lalu di sebuah rumah sakit badan usaha milik negara. Datang dari Arab membawa hasil tes usap negatif, Samiatun menjalani isolasi di Wisma Atlet dan belakangan dinyatakan positif Covid-19.

Petugas di rumah sakit pelat merah itu mengultimatum bahwa jenazah Samiatun akan dimakamkan di Jakarta jika keluarga tak membayar. Setelah membayar, barulah Mustafiroh dan keluarganya bisa membawa jenazah Samiatun ke Kendal, Jawa Tengah. “Kami didesak membayar. Jadi kami harus mengalah,” ucap Mustafiroh.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku telah mendengar laporan permainan uang dalam karantina mandiri. Ia menyatakan tak akan melindungi anak buahnya yang terlibat. “Kalau ada pegawai kami yang bermain dalam karantina, silakan dibawa ke ranah hukum,” kata Budi.

Baca: Nasib Tunggakan Pembayaran BNPB kepada Hotel Penyedia Layanan Isolasi Covid-19

HUSSEIN ABRI DONGORAN

Catatan redaksi
: artikel ini telah diperbarui pada Senin, 12 Juli 2021, pukul 18.26 dengan menambahkan keterangan dari juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, dan pada 16 Juli 2021 keterangan Hery Trianto.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus