Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Dari Sungai Lilin Menyodok Cepu

Geo Minergy mengklaim sukses menerapkan teknologi pengurasan cadangan migas tahap lanjut di Sungai Lilin. Pernah tersandung masalah keuangan.

9 Desember 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EMPAT spanduk yang terbentang di pintu masuk kantor PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi Cepu, Blora, Jawa Tengah, sudah dipasang sejak Oktober lalu. Di sana terpampang kalimat-kalimat provokatif, seperti "Bongkar Permainan Di Pertamina!". Ada juga spanduk yang bertulisan "KSO Lapangan Untungkan Siapa?".

Rangkaian protes panjang ini menjadi tanda "ucapan selamat datang" untuk Geo Minergy, yang ditunjuk menjadi mitra kerja sama operasi (KSO) mengelola empat sumur di Blok Cepu. "KSO dilakukan dengan main tunjuk, dan itu tidak lazim," kata Ketua Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu Ugan Gandar kepada Tempo, Jumat dua pekan lalu.

Geo Minergy, yang merupakan unit usaha dari Geo Corporation Limited, terbilang pemain baru dalam bisnis minyak. Perusahaan yang berbasis di Hong Kong ini baru mulai menjajal bisnis di Indonesia pada 2007 sebagai mitra KSO PT Pertamina EP di ladang minyak Sungai Lilin, Sumatera Selatan. Gunawan Hadi Saputro, yang didapuk sebagai general manager, menjadi pelaksana proyek tersebut.

Nama Geo Minergy sempat melambung karena mengklaim berhasil menggenjot produksi minyak di Sungai Lilin dari 50 barel menjadi 300 barel per hari. "Ini prestasi kami setelah menggandeng ahli dari Institut Teknologi Bandung," ujar Gunawan.

Namun klaim itu diragukan Ugan. Menurut dia, PT Pertamina EP bahkan bisa meraih prestasi lebih tinggi daripada yang dicatat Geo Minergy. Menurut dia, lapangan di Sungai Lilin juga sebenarnya bisa dioptimalkan tanpa buru-buru menggunakan teknologi EOR yang memakan biaya lebih besar.

Sumber Tempo menyebutkan, dalam menggarap Sungai Lilin, tidak jarang Geo Minergy tersandung masalah finansial. Pembayaran atas jasa para tenaga ahli lokal yang mengembangkan teknologi EOR di Sungai Lilin bahkan pernah tersendat-sendat.

Gunawan tidak membantah soal ini. "Iya, dua bulan lalu ada sedikit missed administrasi," katanya. "Sekarang sudah beres."

Selain itu, dari pantauan Tempo di lokasi ladang Sungai Lilin, perusahaan ini diketahui tertutup dari masyarakat sekitar. Seorang warga setempat mengatakan, selama beroperasi, Geo Minergy belum sekali pun melakukan kegiatan sosial. "Bahkan akses jalan dari sumur minyak ke pemukiman tidak terurus," ujarnya.

Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Muhamad Husen mengatakan penunjukan Geo Minergy sebagai mitra di Cepu bukan berdasarkan pengalaman di Sungai Lilin. Alasan utama adalah Geo Corporation, induk usahanya, dikenal memiliki kemampuan menerapkan teknologi EOR di Cina. Sayang, Husen mengaku tidak ingat lokasi sumur tua dan produksinya.

Sebaliknya, Gunawan memberikan keterangan yang berbeda. Dia mengatakan lapangan Sungai Lilin merupakan proyek EOR pertama yang digarap Geo Corporation. Itu juga menggunakan teknologi EOR yang dikembangkan ahli asal Indonesia. "Geo Corporation baru di Sungai Lilin. Kalau sister company-nya, memang ada yang sudah mengembangkan EOR di Provinsi Jilin, Cina," katanya.

Gunawan menyebutkan sister company Geo Corporation adalah Central Asia Oil Company Limited. Identitas perusahaan ini sulit ditelusuri. Dari pencarian di Internet, kontraktor migas yang sukses mengembangkan EOR di Provinsi Jilin juga hampir tidak ada yang merujuk ke perusahaan tersebut. Ketimbang Central Asia Oil Company, hasil pencarian justru banyak menyebut China National Petroleum Corporation (CNPC) dan anak-anak usahanya yang sukses mengelola lapangan migas di Jilin.

Seorang pejabat Pertamina mengatakan Geo Corporation sebenarnya memang masih terafiliasi dengan China Petroleum. "Geo Corporation itu usaha buatan Daqing, masih anak usaha China Petroleum," ujarnya. Menurut dia, dalam beberapa kali pertemuan mengenai proyek KSO, pejabat Cina yang hadir dari Geo Corporation sama dengan mereka yang hadir mewakili Daqing.

Daqing Oilfield Ltd merupakan unit usaha China Petroleum yang memiliki kemampuan fenomenal menggenjot produksi di satu lapangan hingga 800 ribu barel dengan teknologi EOR. Sayangnya, beberapa petinggi di perusahaan tersebut sedang terbelit kasus korupsi di Cina. Salah satu yang diperiksa komisi antikorupsi Cina adalah Wang Yongchun, Wakil Direktur Utama China Petroleum. Wang, sebelum menjadi tersangka Agustus lalu, sempat bertemu dengan beberapa petinggi perusahaan minyak dan gas di Indonesia.

Kondisi itulah, kata pejabat tadi, yang membuat para pemangku kepentingan di Pertamina kurang terbuka soal Geo Corporation. Sebab, jika publik mengetahui perusahaan ini masih terafiliasi dengan perusahaan pelat merah Cina yang terbelit skandal korupsi, hal itu bisa menjadi risiko bisnis yang besar. Apalagi Daqing juga masuk sebagai kandidat mitra KSO untuk belasan struktur migas andalan Pertamina EP.

Menurut Ugan, sudah bukan rahasia lagi, dari sekitar 40 struktur yang akan di-KSO-kan, sebagian besar mungkin jatuh pada kontraktor migas asal Cina. Terutama Daqing dan anak-anak usaha bentukannya, yang diperkirakan bisa memperoleh hingga 20 struktur lebih. Kondisi inilah yang sangat mengkhawatirkan para pekerja. "Kami sudah mengingatkan dengan mengirim pesan pendek ke Ibu Karen (Karen Agustiawan, Direktur Utama PT Pertamina)," kata Ugan.

Gunawan menyangkal soal ini. Menurut dia, Geo Corporation tidak memiliki kaitan dengan Daqing. Geo Corporation adalah perusahaan swasta yang berbasis di Hong Kong. "Kalau Daqing dan CNPC, kan, milik pemerintah Cina," ujarnya. Dia mengakui menjalin kerja sama dengan CNPC. "Tapi kami bukan bagian dari mereka," kata Gunawan.

Husen juga menegaskan Geo Corporation merupakan perusahaan yang berbeda dengan Daqing dan tidak terkait dengan CNPC. Tapi dia tidak menyangkal, dalam memilih mitra KSO EOR untuk mengelola 40 lebih struktur migas milik Pertamina EP, Daqing menjadi kandidat kuat untuk menggarap beberapa struktur.

Menurut Husen, jajaran direksi perseroan sudah mengetahui perkara korupsi yang membeli Daqing dan CNPC. Karena alasan itu, rencana kerja sama dengan Daqing ditunda untuk sementara waktu. "Pending sampai masalah mereka selesai," ujarnya. "Meski, dari sisi teknologi, mereka sudah terbukti bisa dipakai."

Gustidha Budiartie (Jakarta), Sujatmiko (Cepu), Parliza Hendrawan (Sungai Lilin)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus