Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Jejak Moge Pegawai Pajak

Sejumlah pejabat pajak ditengarai bergaya hidup mewah dan pamer kekayaan. Membentuk komunitas motor gede atau moge hingga golf.

5 Maret 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INSTRUKSI itu datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Ahad, 26 Februari lalu. Orang nomor satu di Kementerian Keuangan itu mengeluarkan perintah kepada jajarannya di Direktorat Jenderal Pajak, buntut dari beredarnya foto Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo yang mengendarai sepeda motor gede atau moge. Foto itu memperlihatkan Suryo sedang bersama para anggota Belasting Rijder—komunitas pejabat pajak yang gemar berkendara sepeda motor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sri Mulyani meminta komunitas Belasting Rijder dibubarkan. Dia juga meminta jajaran di Direktorat Jenderal Pajak untuk menjelaskan kepada masyarakat ihwal jumlah dan sumber harta kekayaan seperti yang dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). “Hobi dan gaya hidup mengendarai moge menimbulkan persepsi negatif masyarakat dan menimbulkan kecurigaan mengenai sumber kekayaan para pegawai DJP,” tulis Sri Mulyani dalam unggahan di akun Instagram-nya, 26 Februari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Sri Mulyani, kebiasaan pamer harta atau flexing dan gaya hidup mewah pejabat di Kementerian Keuangan telah melanggar asas kepatutan dan kepantasan publik. Meskipun para pejabat itu mendapat barang mewah dengan uang halal atau gaji resmi, dia menyebutkan, tindakan semacam itu sama saja mencederai kepercayaan publik. 

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam jawaban tertulis kepada Tempo mengatakan komunitas Belasting Rijder itu terbentuk dari banyaknya pegawai di Direktorat Jenderal Pajak yang berkendara sepeda motor ke tempat kerja. Komunitas motor itu sudah lama ada di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Hanya, komunitas itu baru diresmikan sekitar empat tahun lalu. “Komunitas ini sudah sangat lama ada di DJP, hanya baru diresmikan sekitar empat tahun lalu,” ujar Suryo, Jumat, 3 Maret lalu.

Suryo menjelaskan, Belasting Rijder memiliki beberapa tujuan. Di antaranya menyatukan hobi yang sama di level pegawai Direktorat Jenderal Pajak, sebagai wadah silaturahmi, serta membantu sosialisasi tentang pajak dan menampung aspirasi para pegawai.

Kegiatan kebersamaan para anggota Belasting Rijder, kata Suryo, lebih sering terjadi pada momen-momen kampanye perpajakan. Misalnya, kampanye pelaporan surat pemberitahuan tahunan pajak, Hari Pajak setiap 14 Juli, dan Hari Oeang Republik Indonesia pada 30 Oktober. 

Saat disinggung mengenai kegiatan di komunitas Belasting Rijder, misalnya touring, Suryo enggan berkomentar lebih jauh. Menurut dia, pembicaraan Belasting Rijder sudah tidak relevan lagi karena memang sudah dibubarkan. "Saya pikir sudah tidak relevan lagi bicara Belasting Rijder. Saat ini Belasting Rijder sudah tidak ada," katanya.

Suryo juga membantah kabar bahwa Belasting Rijder hanya beranggotakan pemilik motor-motor besar. Menurut dia, sepeda motor jenis lain juga ada di komunitas itu, karena keanggotaannya terbuka bagi semua pegawai pajak yang mempunyai sepeda motor. “Banyak anggota Belasting Rijder hanya memiliki motor-motor pada umumnya, seperti Honda Vario dan Honda Beat.”

Di Direktorat Jenderal Pajak, Suryo menambahkan, juga terdapat komunitas hobi lain. Di antaranya komunitas tari dan pencinta kucing. "Jadi di DJP memang terdapat beberapa komunitas pegawai sesuai dengan minat masing-masing sebagai sarana mempererat silaturahmi," ucapnya.

Selain komunitas motor besar, kabarnya di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak terdapat komunitas golf. Ketuanya seorang pejabat Direktorat Jenderal Pajak. Tempo berulang kali meminta konfirmasi ihwal komunitas itu, baik melalui sambungan telepon maupun pesan singkat, kepada sang pejabat. Namun pejabat itu tidak menjawab.

Bukan hanya Rafael Alun Trisambodo di Direktorat Jenderal Pajak, kesukaan pamer harta kekayaan juga menyeret pegawai lain di lingkungan Kementerian Keuangan. Salah satunya Eko Darmanto, pejabat eselon III, bekas Kepala Kantor Bea dan Cukai Yogyakarta. 

Gaya hidup mewah kerap ditampilkan Eko dalam foto yang diunggah di media sosial. Akun Instagram Eko, yakni @eko_darmanto_bc, kini sudah tidak ada. Pada kolom pencarian di Instagram, hanya ada akun lain yang baru dibuat dan mengunggah foto Eko dan gaya hidupnya. Misalnya, berpose dengan mobil mewah, berkendara sepeda motor besar, dan berpose di pesawat terbang Cessna.

Merujuk pada LHKPN 2021, Eko tercatat mempunyai harta senilai Rp 15,7 miliar. Dia juga memiliki utang sebesar Rp 9,01 miliar sehingga harta bersihnya senilai Rp 6,7 miliar. Berdasarkan data LHKPN 2021 pula, Eko mempunyai beberapa koleksi kendaraan klasik. Koleksi itu adalah jip Willys buatan 1944 senilai Rp 150 juta, Chevrolet Apache buatan 1957 senilai Rp 200 juta, Chevrolet Bell Air buatan 1955 senilai Rp 200 juta, hingga Dodge Fargo buatan 1957 senilai Rp 150 juta. Namun koleksi sepeda motor dan pesawat Cessna yang sempat dia unggah di media sosial tidak terlampir dalam LHKPN Eko. 

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, 24 Februari 2023/Antara/Galih Pradipta

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan, Said Abdullah, mendukung langkah Menteri Sri Mulyani yang membubarkan komunitas sepeda motor Belasting Rijder. Menurut Said, beredarnya foto Suryo Utomo yang tengah menunggangi moge menimbulkan ketidaknyamanan untuk publik. Hal ini bukan tentang harga sepeda motor atau asal-muasalnya, apakah membeli baru atau bekas. "Kan, kita tidak perlu bertanya berapa harga motor gede itu, beli bekas atau tidak. Tapi itu tetap membuat publik tidak nyaman. Bahkan publik jadi sinis," tutur Said. "Maka tindakan yang dilakukan oleh Sri Mulyani, saya mengapresiasi, dibubarin saja. Untuk apa juga sesungguhnya?"

Menurut Said, kebiasaan memamerkan harta kekayaan hanya dilakukan oleh sebagian "oknum". Namun, pada faktanya, isu tersebut berkembang sampai menyeret nama institusi. Tindakan pamer kekayaan ini, dalam pandangan Said, tidak hanya berada di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak ataupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Orang-orang yang gemar flexing ini, dia mengatakan, sebenarnya juga bisa dijumpai di instansi lain. "Kebetulan yang ditembak sasarannya karena ada case yang begitu memilukan adalah Dirjen Pajak," kata dia.

Said juga mendengar beberapa cerita yang menyebutkan bahwa kalangan pejabat secara umum kerap menyalurkan hobi mahal, yakni bermain golf. Menurut dia, kebiasaan bermain golf tersebut dilakukan pejabat ataupun pegawai di hampir semua kementerian dan lembaga. 

Hanya, Said tidak mau bercerita secara detail. Sebab, dia jarang bergaul dengan para pejabat di level kementerian dan lembaga. “Kalau ini (hobi main golf), saya banyak mendengar cerita bahwa di kalangan pejabat secara umum suka main golf. Itu hampir di semua kementerian dan lembaga,” dia menjelaskan. "Sebenarnya bisa dilakukan dengan lari pagi atau jalan pagi murah meriah dan sehat serta tidak menghabiskan waktu." 

Said menambahkan, sebaiknya kebiasaan pamer harta seperti pejabat pajak itu disudahi saja. Karena pejabat ataupun pegawai di kementerian dan lembaga adalah bagian dari abdi masyarakat. Jika terus dibiarkan, hal tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan kecemburuan sosial. "Faktanya sudah ada. Tapi kita masih bisa katakan ini oknum yang menyakitkan masyarakat, yang kemudian imbasnya adalah ke semua institusi," ujar Said.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus