Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Harga komoditas pangan dan energi terus meningkat.
Inflasi ada kemungkinan di atas 5 persen akibat kenaikan harga pangan dan bahan bakar.
Bank Indonesia diperkirakan kembali menaikkan bunga acuan untuk meredam inflasi.
HARGA pangan dan bahan pokok makanan mulai naik sejak pekan lalu. Di Pasar Balubur, Bandung, harga telur naik dari Rp 25 ribu per kilogram pada awal pekan menjadi Rp 33 ribu beberapa hari kemudian. Begitu juga harga beras, naik dari Rp 9.500 per kilogram menjadi Rp 10 ribu. “Harga naik paling terasa itu harga telur,” kata Epi, 59 tahun, warga Kebon Bibit, Bandung, saat berbelanja pada Jumat, 26 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukan hanya Epi yang kaget. Para pedagang di Pasar Balubur juga mengaku terkejut karena kenaikan harga bahan pokok kali ini terkerek sangat cepat. Dadang, pedagang beras, mengatakan ia mendengar cerita dari pemilik penggilingan padi langganannya yang menyebut kenaikan harga beras didorong oleh kabar adanya tambahan bantuan langsung tunai dari pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Biasanya, saat ada bantuan sosial, jumlah permintaan akan langsung melonjak. Para pedagang pun beradu cepat untuk memperoleh beras dan menjualnya sebelum bantuan itu cair. “Banyak yang mencari beras langsung ke penggilingan,” ujarnya. “Akibatnya harga langsung naik.”
Kepala Bidang Distribusi Perdagangan dan Pengawasan Kemetrologian Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bandung, Meiwan Kartiwa, mengakui kenaikan harga pangan salah satunya dipicu rencana pemerintah mengucurkan bantuan sosial. Tanpa isu itu, menurut dia, inflasi seharusnya tak terjadi karena pasokan bahan pokok di Jawa Barat relatif normal.
Warga mengantre untuk membeli beras murah saat operasi pasar di Kota Kediri, Jawa Timur, 26 Agustus 2022. ANTARA/Prasetia Fauzani
Kabar ini beredar di masyarakat sejak Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengumumkan pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyak jenis Pertalite dan solar. “Kenaikan harga beras dan telur paling tinggi,” kata Miewan.
Selain harga beras dan telur ayam, Kementerian Perdagangan mencatat harga tepung terigu makin melambung. Kalau soal tepung penyebabnya jelas, yakni tersendatnya pasokan gandum dari Ukraina dan Rusia. Dua negara yang sedang berperang itu adalah pemasok gandum terbesar untuk Indonesia.
Menurut Pelaksana Tugas Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan, Isy Karim, harga tepung terigu naik 3,33 persen menjadi Rp 12.400 per kilogram. Selain mahal, stoknya menipis. Isy mengatakan stok indikatif tepung terigu kini tinggal 986 ribu ton, sementara kebutuhan bulanan 580 ribu ton. “Ketahanannya tinggal 1,7 bulan,” ucapnya.
Kenaikan harga pelbagai bahan pokok itu berdampak ke mana-mana karena inflasi jadi naik. Pada akhirnya inflasi bakal mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022, pemerintah mematok inflasi 2-4 persen.
Akibat kenaikan harga-harga pangan, pada Juli lalu, Kementerian Keuangan memproyeksikan tingkat inflasi akhir tahun 3-4 persen. Prediksi ini mulai terlihat ketika Badan Pusat Statistik mengumumkan inflasi tahunan di bulan Juli sebesar 4,94 persen, tertinggi setelah Oktober 2015.
Bank sentral juga sudah mengumumkan ancaman inflasi akibat kenaikan harga bahan kebutuhan pokok. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan inflasi akan makin tinggi bila pemerintah jadi menaikkan harga BBM bersubsidi, seperti Pertalite dan solar. Menurut Perry, sepanjang tahun ini inflasi Indeks Harga Konsumen bisa mencapai 5,24 persen.
BI memperkirakan inflasi inti akan naik dari 2-4 persen menjadi 4,15 persen. Dengan perubahan asumsi-asumsi makroekonomi itu, bank sentral menaikkan bunga acuan BI 7 Days Repo Reverse Rate dari 3,5 persen menjadi 3,75 persen.
Perang Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung enam bulan menjadi pemicu terbesar guncangan ekonomi global. Selain menjadi pemasok gandum, dua negara itu adalah pemasok energi terbesar ke seluruh dunia. Title Transfer Facility, bursa perdagangan virtual yang bermarkas di Belanda, menyebutkan harga gas alam dan batu bara di pasar global mencapai rekor tertinggi setelah invasi itu.
Di Eropa, harga gas alam naik 127,6 persen dalam enam bulan. Untuk kontrak berjangka bulan September, harga gas mencapai US$ 272,12 per megawatt-jam (mWh). Ini terjadi setelah Gazprom, perusahaan gas Rusia, mengurangi pengiriman gas alam harian ke Eropa melalui pipa Nord Stream menjadi tinggal 20 persen.
Sedangkan harga batu bara, menurut bursa API2 Rotterdam Coal Futures, sudah melonjak 96 persen menjadi US$ 376,95 per ton pada 24 Agustus. Kenaikan harga batu bara terjadi karena Rusia menyetop ekspornya. Padahal 45 persen kebutuhan batu bara negara-negara Eropa berasal dari Rusia. Krisis iklim membuat ekonomi dunia tambah kacau.
Krisis iklim tahun ini memicu gelombang panas di belahan bumi utara. Negara-negara Eropa pun membutuhkan pasokan energi untuk mesin pendingin. Di Cina, kebutuhan energi naik karena Sungai Yangtze, sungai terbesar di negara itu, kering. Banyak pabrik yang sudah berhenti operasi karena pasokan listrik tenaga air seret.
Wakil Perdana Menteri Cina Han Zheng mengatakan negara itu akan menambah pasokan batu bara hingga 15 persen. “Kita perlu menjamin pasokan listrik yang aman,” katanya seperti dikutip Financial Times pada Kamis, 18 Agustus. Krisis iklim membuat ironi besar: energi terbarukan tak berkelanjutan mencegah pemanasan global.
Harga minyak, sementara itu, masih bertengger di level tertinggi. Pada penutupan perdagangan Jumat, 26 Agustus, harga minyak mentah West Texas Intermediate untuk kontrak pengiriman Oktober di New York Mercantile Exchange mencapai US$ 92,97 per barel atau naik 0,49 persen dari hari sebelumnya. Sementara itu, harga minyak mentah jenis Brent US$ 100,6 per barel, jauh di atas rata-rata tahun lalu yang hanya US$ 72-75.
Pemerintah Indonesia merespons inflasi global itu dengan terus menggerojokkan subsidi bahan bakar minyak. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pilihan lain adalah membatasi konsumsi BBM. Namun pada pekan lalu pemerintah mengumumkan akan menguranginya, yang berakibat pada kenaikan harga BBM.
Dosen ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fahmy Radhi, mengatakan, jika harga Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10 ribu per liter dan harga solar naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 8.500, inflasi akhir tahun bisa tembus 7,17 persen. Dalam hitungan Fahmy, kenaikan harga Pertalite akan menyumbang inflasi 0,93 persen dan solar 1,04 persen. “Akan menurunkan daya beli masyarakat,” tuturnya.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan inflasi di akhir tahun mencapai 5,5 persen. Ia menduga, dengan inflasi sebesar itu, Bank Indonesia akan kembali menaikkan bunga acuan hingga di atas 4 persen. Akibatnya, kenaikan suku bunga bakal menekan investasi dan konsumsi. Ujungnya, seperti kenaikan harga, cara meredam inflasi juga akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Dengan simalakama itu, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global melambat dari 5,7 persen tahun lalu menjadi 2,9 persen pada 2022 dan 3 persen pada 2023. Inflasi dan keadaan ekonomi global itu mulai terasa ekornya pada harga pangan di Pasar Balubur, Bandung.
GHOIDA RAHMAH, RIANI SANUSI, AHMAD FIKRI (BANDUNG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo