Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan panitia seleksi (pansel) meloloskan figur bermasalah untuk menjadi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Peneliti ICW Diky Anandya menyebut salah satu figur bermasalah yang dimaksud adalah Johanis Tanak, yang kini menjabat Wakil Ketua KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diky mengatakan, dari sisi integritas dan lingkup kompetensi, Johanis Tanak jauh dari kata ideal untuk menjadi pimpinan KPK. Bahkan, ia menyatakan bahwa Tanak tak mumpuni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tanak pernah ICW laporkan atas dugaan pelanggaran etik karena diduga berkomunikasi dengan pihak yang saat itu sedang berperkara di KPK,” ujar Diky kepada Tempo, Jumat, 04 Oktober 2024.
Sekalipun tidak ada putusan etik atas pelanggaran yang dilakukan Johanis Tanak, namun pansel KPK dinilai tetap gagal menggali lebih dalam mengenai tindakan yang bersangkutan, termasuk ketika Tanak menghapus bukti chat dengan pihak yang berperkara tersebut.
Diky juga mengungkapkan selama masa kepemimpinan Johanis Tanak di periode ini, KPK juga kerap dipersepsikan negatif oleh masyarakat. Sikap dan pola kerja KPK juga cenderung menimbulkan kegaduhan.
“Setidaknya dua tahun sejak dirinya dilantik menggantikan Lili, lalu apa tolak ukur yang digunakan pansel untuk meloloskan yang bersangkutan? Bukankah jika dirinya kelak terpilih, hanya akan mengulangi kegaduhan yang sama?” kata Diky.
Dia juga menilai komposisi 10 nama kandidat yang lolos belum dapat dikatakan ideal. Sebab, dari 10 nama itu, 50 persen di antaranya berasal dari unsur penegak hukum. ICW mengingatkan bahwa di dalam UU KPK tidak ditemukan satupun pasal yang mewajibkan kalangan aparat penegak hukum untuk mengisi struktur kepemimpinan KPK.
“Selain itu, cara pandang tersebut justru membuka ruang terjadinya konflik kepentingan dan loyalitas ganda,” kata dia.
Diketahui, 10 nama capim KPK yang terpilih itu di antaranya, Agus Joko Pramono; Ahmad Alamsyah Saragih; Djoko Poerwanto; Fitroh Rohcahyanto; Ibnu Basuki Widodo; Ida Budhiati; Johanis Tanak; Michael Rolandi Cesnanta Brata; Poengky Indarti; dan Setyo Budiyanto.