Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Jenderal Polisi Sarat Kontroversi

Menjadi kandidat yang sarat kontroversi, Inspektur Jenderal Firli Bahuri terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dengan dukungan bulat anggota Komisi Hukum DPR. Dekat dengan petinggi partai.

14 September 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meninggalkan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi de-ngan mobil pribadi, Inspektur Jenderal Firli Bahuri bergegas menuju Hotel Fairmont di kawasan Senayan, Jakarta, pada 1 November 2018. Setiba di tempat tujuan, Firli, yang saat itu Deputi Penindakan KPK, naik ke lantai dua hotel menggunakan eskalator. Ia kemudian masuk ke toilet.

Begitu keluar dari toilet, Firli bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri beserta rombongan, yakni jenderal polisi yang memimpin lembaga pemerintah non-kementerian, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Inspektur Jenderal Antam Novambar, dan beberapa orang lain. Pria yang lahir di Palembang 56 tahun lalu itu terlihat mencium tangan Megawati. Rombongan lantas bergegas masuk ke restoran Jepang di hotel tersebut.

Firli mengakui adanya pertemuan tersebut. “Saya bertemu dengan Pak Antam. Betul di situ ada Bu Megawati,” kata Firli setelah menjalani uji kelayakan dan kepatutan calon pemimpin KPK periode 2019-2023 di Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis malam, 12 September lalu. Menurut Firli, Antam ingin membahas penanganan perkara dengan dia. “Koordinasi penanganan perkara dan makan malam,” ujarnya.

Jenderal polisi bintang dua itu enggan menjelaskan detail pokok perkara yang diba-has dengan Antam. Menurut Kepala Kepo-li-sian Daerah Sumatera Selatan itu, koordinasi supervisi ini tak ada sangkut-pautnya dengan kasus yang ditangani lembaga antirasuah. “Tidak ada kaitan dengan perkara KPK, tidak ada,” ujar lulusan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia 1990 itu.

Pertemuan Firli dengan Megawati dan Antam ini menjadi materi pemeriksaan Peng-awasan Internal KPK. Saat diperiksa Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masya-rakat KPK, Firli menyatakan kala itu dia sedang menghadiri perayaan ulang tahun Megawati. Namun, setelah dicek Pengawasan Internal, ulang tahun Presiden Indonesia kelima itu sangat berbeda dengan waktu terjadinya pertemuan, yakni pada 23 Januari.

Dimintai konfirmasi soal pertemuan ini melalui pesan pendek ke nomor telepon selulernya, Wakil Ketua DPR dari PDI Perjuangan, Utut Adianto, tak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya membalas pesan itu dengan ucapan, “Selamat pagi.” Adapun politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, mengatakan pertemuan itu sudah diklarifikasi ke Firli. “Itu bukan pertemuan khusus. Itu kebetulan sama-sama menghadiri undangan resepsi di Fairmont,” ujar anggota Komisi Hukum DPR ini.

Persoalan ini lantas dibawa dalam Rapat Musyawarah Dewan Pertimbangan Pegawai pada 17 Mei 2019. Selain dengan Megawati dan Antam, pertemuan Firli dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang pada Mei 2018 pun dipersoalkan. Sebelum ke KPK, Firli menjabat Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat dan dekat dengan Tuan Guru Bajang. Rapat itu juga membahas perlakuan istimewa Firli terhadap anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Bahrullah Akbar, sebagai saksi perkara yang sedang ditangani KPK pada Agustus 2018.

Dewan Pertimbangan Pegawai KPK bermufakat menyatakan telah ditemukan cukup bukti permulaan bahwa terjadi pelanggaran berat dalam tindakan Firli itu. Tindakan ini menjadi persoalan lantaran Firli tak minta izin kepada pimpinan dan bertemu de-ngan orang yang sedang berurusan dengan KPK. Zainul Majdi, yang kini menjadi petinggi Golkar, juga menjadi orang yang tengah disorot lembaga antirasuah karena kasus divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara. Sedangkan Bahrullah Akbar kala itu sedang dipanggil menjadi saksi untuk tersangka kasus suap dana perimbangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo.

Temuan Pengawasan Internal KPK atas tindakan Firli yang dinyatakan sebagai pelanggaran berat itu kemudian diungkap ke publik dalam konferensi pers oleh Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan penasihat KPK, Mohammad Tsani Annafari, didampingi juru bicara KPK, Febri Diansyah, pada Rabu malam, 11 September 2019. Adapun Firli membantah tuduhan tersebut. “Sudah saya jelaskan semua ke pimpinan. Tidak ada satu pun yang bilang saya melanggar,” kata Firli, yang dipulangkan ke institusi asal karena ada permintaan dari Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian pada 11 Juni 2019.

Keterangan itu sempat dipersoalkan para anggota Komisi Hukum DPR. Saat menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon pemimpin KPK inkumben, Alexander Marwata, mayoritas legislator mencecar legalitas konferensi pers yang digelar pimpinan KPK yang mereka anggap mendiskreditkan Firli. Kepada anggota Dewan, Alex mengaku kaget atas adanya konferensi pers itu. Ia merasa tak diberi tahu. Namun Ketua KPK Agus Rahardjo membantahnya. Tindakan Saut tersebut merupakan keputusan pimpinan dan dibahas di grup WhatsApp.

Wakil Ketua Komisi Hukum dari Fraksi Gerindra, Desmond J. Mahesa, mengatakan keterangan dari KPK mengenai dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli tak mempengaruhi penilaian Komisi III dalam uji kelayakan dan kepatutan. “Tidak akan berpengaruh apa-apa, karena itu sifatnya sepihak. Kenapa? Ini telat diserahkan,” ucap Desmond. Pernyataan Desmond ini terbukti karena Firli memperoleh suara utuh dari semua anggota Komisi Hukum DPR, yang berjumlah 56 orang.

Selain soal pertemuan dengan politikus partai, Firli sempat dipersoalkan pegawai KPK karena dianggap menghambat penanganan sejumlah kasus. Para pegawai ini mengirim petisi kepada pimpinan KPK sekitar April 2019.

Sokongan terhadap Firli tak hanya datang dari anggota Dewan. Sejumlah kolega Firli turut hadir menyaksikan uji kelayakan dan kepatutan di ruang balkon Komisi Hukum DPR. Kepala Biro Provost Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Brigadir Jenderal Hendro Pandowo mengatakan ada 30-an teman seangkatan Firli yang hadir saat itu. “Kami melakukan pengamanan,” kata lulusan Akademi Kepolisian 1991 tersebut. Firli mengatakan rekan-rekannya itu kebanyakan tinggal di Jakarta sehingga meluangkan waktu untuk mendukungnya.

Di kepolisian, Firli menduduki posisi penting. Dia menjadi Kepala Kepolisian Resor Persiapan Lampung Timur pada 2001. Ia juga pernah menjadi Wakil Kepala Polres Lampung Tengah. Dari Lampung, perjalanan karier Firli berlanjut sebagai Kepala Polres Brebes dan Kebumen. Ia juga sempat menjabat Direktur Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Pada 2012, Firli didapuk sebagai ajudan Wakil Presiden Boediono. Setelah itu, ia menjadi Wakil Kepala Kepolisian Daerah Banten dan kini Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan.

Dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara pada 29 Maret 2019, total harta Firli senilai Rp 18,2 miliar. Harta itu terdiri atas tanah dan bangunan senilai Rp 10,4 miliar yang tersebar di Bekasi dan Kota Bandar Lampung. Dia juga memiliki tiga kendaraan roda empat dan dua kendaraan roda dua dengan nilai total Rp 632,5 juta. Firli pun punya kas senilai Rp 7,1 miliar.

LINDA TRIANITA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus