Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBELUM menyokong duet Prabowo-Gibran Rakabuming Raka, Presiden Joko Widodo punya berbagai skenario untuk menghadapi pemilihan presiden 2024. Saat bertemu dengan pengurus Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) sekitar dua jam di Istana Bogor, Jawa Barat, awal Mei lalu, Jokowi menyampaikan angan-angannya menduetkan Ganjar Pranowo dengan Prabowo Subianto. Jokowi menginginkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerakan Indonesia Raya berkongsi.
“Ide besar Pak Jokowi, PDIP dan Gerindra bergabung menjadi tulang punggung dari koalisi besar,” kata Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik menceritakan isi pertemuan itu kepada Tempo di Jakarta Pusat, Kamis, 26 Oktober lalu.
Dalam persamuhan yang turut dihadiri Ketua Umum Gelora Anis Matta, Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah, dan Bendahara Umum Achmad Rilyadi itu, Jokowi menyampaikan bahwa pembentukan koalisi PDIP dan Gerindra bertujuan memastikan keberlanjutan program pemerintah. Di antaranya pembangunan Ibu Kota Nusantara dan infrastruktur.
Menurut Mahfuz, saat itu Jokowi juga meyakini Ganjar Pranowo dan Prabowo akan menang jika keduanya bersatu. “Kami setuju dengan ide itu. Negara butuh keberlanjutan program untuk menghadapi tantangan lebih besar ke depan, yaitu krisis global,” ujar Mahfuz. Namun gagasan itu menemui jalan buntu. PDIP dan Gerindra berkukuh mengusung jagoan masing-masing.
Upaya Jokowi menduetkan Ganjar dengan Prabowo terlihat saat ia mempertemukan keduanya dalam acara panen raya di Kebumen, Jawa Tengah, 19 Maret lalu. Walau tak blakblakan menyatakan dukungan, Jokowi meminta Prabowo dan Ganjar meningkatkan elektabilitas. Dua orang dekat Ganjar dan Prabowo mengatakan Jokowi memantau tren elektabilitas dua tokoh itu.
Menjodohkan Ganjar dengan Prabowo hanya satu dari banyak skenario keterlibatan Jokowi dalam kontestasi pemilihan presiden. Karena skenario-skenarionya, Jokowi kerap disebut sebagai kingmaker. Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menyatakan Jokowi menjadi kingmaker karena tingkat kepuasan publik kepadanya tinggi. Pada Agustus 2023, tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi mencapai 81 persen.
Jokowi juga bermanuver membentuk koalisi besar. Pada 2 April lalu, dia menginisiasi pertemuan Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerindra, Partai Golkar, dan Partai Persatuan Pembangunan. Dalam persamuhan berkedok silaturahmi Ramadan di kantor Dewan Pimpinan Pusat PAN di Jakarta Selatan itu, lima partai merembukkan rencana berkongsi.
Dua narasumber yang hadir dalam acara tersebut bercerita, Jokowi menyampaikan bahwa biaya pemilihan umum bisa lebih hemat jika diikuti dua pasangan calon presiden saja. Adapun Partai NasDem sebelumnya sudah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden yang diusung.
Gagasan pembentukan koalisi besar pun berlanjut dalam pertemuan di Istana Negara pada 2 Mei lalu atau setelah PDIP mendeklarasikan Ganjar Pranowo. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri turut hadir dalam persamuhan tersebut. Dua hari setelah pertemuan berlangsung, Jokowi menyatakan para ketua umum pendukung pemerintah membahas rencana kerja sama politik.
Sebelum menginisiasi koalisi besar, Jokowi mendukung Ganjar sebagai suksesornya. Sejumlah narasumber yang ditemui Tempo mengatakan saat itu Jokowi menyiapkan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang siap mendukung Ganjar jika tak diusung oleh PDIP. Koalisi itu beranggotakan Golkar, PPP, dan PAN. KIB kemudian bubar tak lama setelah PDIP mendeklarasikan Ganjar.
Seiring dengan deklarasi yang digelar di Istana Batutulis, Bogor, Jawa Barat, pada 21 April lalu itu, dukungan Jokowi terhadap Ganjar mulai berubah arah. Sejumlah narasumber meyakini dukungan Presiden berbelok setelah Ganjar menyepakati kontrak politik dengan PDIP yang tak diketahuinya. Pun Jokowi hanya dilibatkan pada detik-detik akhir deklarasi.
Meski begitu, Jokowi sempat mengusulkan dua anak buahnya sebagai calon pendamping Ganjar kepada Megawati. Mereka adalah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno serta Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. Namun Megawati tak serta-merta menerima usul bekas Wali Kota Solo, Jawa Tengah, tersebut.
Setelah itu, Jokowi mulai menunjukkan sinyal dukungan untuk Prabowo Subianto. Dalam acara Musyawarah Rakyat atau Musra yang digelar Projo, kelompok relawan pendukungnya, di Istora Senayan, Jakarta, 14 Mei lalu, Jokowi berkali-kali memberikan sikap hormat layaknya tentara. Projo membaca sikap Jokowi sebagai dukungan untuk Prabowo, purnawirawan letnan jenderal.
Ketua Umum Projo yang juga Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, mengatakan organisasi relawan kerap diberi kode oleh Jokowi mengenai pemilihan presiden 2024. “Pak Jokowi selalu memberi arah dukungan yang jelas untuk pilpres,” tutur Budi saat ditemui di kantornya di Jakarta Pusat, Rabu, 25 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam pembukaan Rakernas 6 Projo di Indonesia Arena, Jakarta, 14 Oktober 2023. Tempo/Hilman Fathurrahman W
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam sejumlah acara kenegaraan, Jokowi pun kerap tampil berdua dengan Prabowo. Orang dekat Ganjar dan mantan kolega Jokowi bercerita, pada Juli lalu Ganjar sempat mempertanyakan sikap Presiden yang membantu menaikkan elektabilitas Prabowo. Hingga Sabtu, 28 Oktober lalu, Ganjar tak merespons pertanyaan yang diajukan Tempo.
Di luar skenario yang berjebah itu, Jokowi pernah bermanuver memperpanjang masa jabatan melalui pelbagai cara. Wacana ini mengapung sejak triwulan pertama 2021. Gagasan tersebut awalnya muncul untuk mengubah masa jabatan presiden dari dua menjadi tiga periode atau memperpanjangnya selama dua tahun.
Sejumlah pejabat, seperti Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan, hingga Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar ikut mendukung skenario itu. Dalihnya adalah kedaruratan akibat Covid-19 serta tingginya ongkos Pemilu 2024.
Hingga Februari 2023, ide itu masih hidup. Caranya, mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo mengaku pernah berdiskusi dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Sejumlah narasumber menyebutkan Istana menugasi beberapa ahli hukum tata negara untuk mengkaji rencana itu.
Kelompok relawan Jokowi, Bara JP, pun ikut menggaungkan ide itu dengan mencetak spanduk dan baliho. “Batal dipasang setelah ada permintaan dari Istana,” kata Koordinator Bara JP, Utje Gustaf Patty, Selasa, 10 Oktober lalu.
Sekretaris Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Ganjar, Deddy Sitorus, mengatakan manuver tiga periode Jokowi digagalkan oleh Megawati Soekarnoputri. Dalam rapat kerja nasional PDIP, Januari lalu, Megawati menyatakan partainya taat pada konstitusi perihal periode masa jabatan presiden. “Mengubah masa jabatan hanya boleh jika ada kegentingan yang memaksa, bukan karena memaksakan kepentingan,” tutur Deddy kepada Tempo, Jumat, 27 Oktober lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Hussein Abri Dongoran dan Egi Adyatama berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Berjebah Manuver Berkuasa"