Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namanya Juhaiman. Nama yang berasal dari akar kata yatajaham-artinya wajah orang yang marah. Dalam tradisi suku Badui di gurun pasir, ketangguhan, kejantanan, dan kegarangan sengaja diperlihatkan lewat nama seorang anak laki-laki. Dengan begitu, si anak kelak berhasil menaklukkan, ketimbang ditaklukkan, dunia sekitarnya.
Juhaiman, dengan jenggot daan rambut yang tumbuh tak terurus, mata yang liar, dan nama yang menggentarkan, memang punya pesan khusus kepada dunia orang-orang Arab waktu itu.
Dibesarkan di kalangan suku Utaybi, di antara orang-orang Badui yang tak terusik modernisasi, Juhaiman tiba-tiba menyaksikan dunia di sekitarnya berubah total. Semenjak Raja Faisal, Raja Arab Saudi waktu itu, memberlakukan embargo minyak sebagai protes kerasnya terhadap kebijakan Amerika Serikat yang terlalu pro-Israel, Oktober 1973, Arab Saudi boleh dikata tak bisa dikenali lagi. Dengan harga minyak yang melejit hampir lima kali lipat dari harga sebelumnya, beraneka barang mewah pun membanjiri kerajaan di Jazirah Arab itu. Ya, orang-orang Saudi yang tiba-tiba mendapati kantongnya penuh uang itu melakukan apa saja yang disukai.
Dr Horst Ertl, dosen teknik perminyakan di College of Petroleum and Minerals di Dahran, Arab Saudi, melukiskan suasana Saudi beberapa waktu sebelum kematian Raja Faisal pada Maret 1975. "Benar-benar luar biasa. Sementara sebelumnya hanya ada segelintir mahasiswa Saudi yang menggunakan mobil, kali ini lapangan parkir di kampus penuh dengan mobil mewah," katanya.
Uang yang melimpah juga telah mengubah gaya hidup mereka. Perempuan yang sebelumnya tak pernah muncul di layar televisi kini tampil tanpa hijab, dan ini menimbulkan akibat mendalam bagi orang-orang tradisional seperti Juhaiman. "Bidah, bidah, semua bidah itu buruk, dan mereka yang melakukan bidah masuk neraka," begitu Juhaiman menyitir hadis mengenai bidah, sesuatu yang baru, yang tak terdapat di antara sunah yang dilakukan Rasulullah SAW semasa hidupnya.
Juhaiman sangat kuat memegang tradisi kaum Salafi. Ia memelihara jenggot dan tidak mencukurnya, memotong batas bawah jubahnya, tidak merokok, antimusik, antifotografi, dan sangat membatasi ruang gerak perempuannya. Beberapa kali Juhaiman dan kawan-kawan menyerang serta merusak toko musik dan toko fotografi, dan ini membuat ia mendekam beberapa saat di penjara. Juhaiman juga menolak paspor dan kartu penduduk karena ia mengharamkan gambar atau foto makhluk hidup.
Dan kini, melihat perubahan dahsyat dalam masyarakat Saudi ini, bekas kopral di Garda Nasional yang memilih berhenti dari dinas kemiliterannya lantaran menilai teknologi modern ini bidah, kemudian menggabungkan diri dalam kelompok Al-Jama'a al-Salafiyya al-Muhtasiba (JSM) atau Kelompok Salafi, yang "menyuruh perbuatan yang benar dan meninggalkan perbuatan yang salah".
Tak seperti umumnya Wahabi yang tak begitu peduli hadis, di Saudi, di bawah pengaruh kuat ulama Muhammad Nasir al-din al-Albani, kelompok ini cenderung merengkuh Quran dan hadis, bahkan kalau perlu meninggalkan akal sehat. Dalam suasana seperti ini, Juhaiman yang sangat peduli akan hadis itu lantas mempelajari dengan rinci tanda-tanda kedatangan Imam Mahdi dan mendapati betapa dekadennya dunia tempat ia berpijak sekarang dan ini semua memperlihatkan tanda-tanda kiamat sudah dekat.
Juhaiman dan sejumlah kawannya yang sepaham akhirnya memutuskan melancarkan gerakan bersenjata serta mulai berlatih perang di padang pasir di luar Kota Madinah. Dalam pengakuannya, Juhaiman bermimpi bahwa kakak iparnya sendiri, Muhammad bin Abdullah al-Qahtani, itulah sesungguhnya Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu. Segalanya yang menyangkut Imam Mahdi sekarang tampak jelas dalam diri kakak iparnya itu. Sama seperti hadis, Imam Mahdi ini bernama Muhammad berayahkan Abdullah-persis seperti garis darah Rasulullah. Dan Al-Qahtani juga merupakan keturunan Nabi Muhammad, sebagaimana yang dikatakan dalam hadis.
Maka, pada hari yang ditentukan, 1 Muharam 1400 hijriah atau 20 November 1979, ia dan ratusan pengikutnya mengambil alih Masjidil Haram sambil memperkenalkan sang Imam Mahdi. Mengharapkan baiat dari para jemaah, ia memposisikan kakak iparnya di antara maqam Ibrahim dan Hajar Aswad-karena memang di situlah, menurut hadis, kelak Imam Mahdi akan dibaiat jemaah. Sayang, gerakannya patah di tengah jalan dan Al-Qahtani, sang Imam Mahdi, tewas pada hari ketiga tembak-menembak di dalam Masjidil Haram. Ya, rencana Juhaiman memasukkan diri ke skenario Tuhan akan kedatangan Imam Mahdi itu berantakan. Juhaiman sendiri menyerah, kemudian dieksekusi di depan Masjidil Haram.
Idrus F. Shahab
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo