Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Independence Day: Resurgence
Sutradara: Roland Emmerich
Skenario: Roland Emmerich, Dean Devlin, Nicholas Wright, James A. Woods, James Vanderbilt
Pemain: Liam Hemsworth, Jeff Goldblum, Bill Pullman, Jessie Usher, William Fichtner, Maika Monroe, Brent Spiner, Judd Hirsch
Dua puluh tahun setelah film pertamanya, studio 20th Century Fox merilis sekuel Independence Day. Bertajuk Independence Day: Resurgence, film ini membawa kembali sutradara Roland Emmerich beserta hampir semua pemain dalam film pertama. Sejumlah pemain baru, perwakilan dari generasi-generasi penerus, ikut serta dalam film kedua ini.
Alkisah, dunia telah pulih dari kekacauan setelah serangan alien. Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk Earth Space Defense (ESD), program pertahanan dunia yang berfungsi sebagai sistem peringatan dini dari serangan alien. Markas militer dibangun di Bulan, Mars, dan Saturnus, dengan Area 51 sebagai markas utama ESD. Gedung Putih didirikan kembali, dan pasukan militer kini menggunakan senjata dan pesawat hover yang dikembangkan dari teknologi yang dibawa alien.
Namun bahaya kembali mengancam. Tanpa disadari manusia, alien yang dikalahkan 20 tahun lalu itu sempat mengirim sinyal kepada ratu alien. Kini sang ratu alien, bersama pasukannya yang lebih besar, siap menyerbu bumi.
Emmerich, sutradara yang dikenal lewat film bergenre bencana-fiksi ilmiah (Godzilla, The Day After Tomorrow, 2012) menggunakan ciri khasnya dalam film ini: kehancuran berbagai monumen dunia. Dengan bantuan efek visual computer-generated imagery (CGI), penonton akan disuguhi kehancuran Jembatan London dan Menara Petronas Malaysia, juga tsunami kecil di pantai timur Amerika Serikat. Pada 1996, Independence Day meraih Oscar untuk kategori Efek Visual Terbaik. Pada masa itu, efek visual yang disajikan film ini menjadi fenomena yang belum pernah dicapai film-film lain bergenre sama. Namun kini, dengan banyaknya film superhero yang menampilkan kehancuran kota, efek visual dalam film ini bukan sesuatu yang sefenomenal sebelumnya.
Naskah yang ditulis Emmerich bersama empat orang lain kelewat setia menggunakan pola dan bumbu yang sama dalam film pertama yang mencetak box office pada 1996. Ada serangan alien, tokoh-tokoh yang tercerai-berai, persatuan, kisah cinta, kematian, sedikit humor, dan kisah tentang anak-anak yang mengungsi sehabis bencana. Boleh dibilang tidak ada kejutan yang berarti sepanjang film. Namun Emmerich membangun fondasi yang cukup baik untuk film ketiga, jika studio berminat melanjutkan film ini.
Selama paruh pertama, penonton akan dikenalkan kembali dengan kehidupan tokoh-tokoh yang ada pada film pertama. Ada David Levinson (Jeff Goldblum), yang kini menjabat Direktur ESD; Thomas J. Whitmore (Bill Pullman), mantan presiden yang kini mengidap gangguan tidur setelah serangan pertama; Joshua Adams (William Fichtner), yang kini menjadi Jenderal ESD; dan Dr Brackish Okun (Brent Spiner), ilmuwan yang bangkit dari koma sesudah serangan alien yang pertama.
Will Smith, pemeran Steven Hiller, pilot jagoan dalam film pertama, dikisahkan telah meninggal. Jejaknya diteruskan oleh Dylan Dubrow-Hiller (Jessie Usher), anak tirinya dari Jasmine (Vivica A. Fox), stripper yang kini telah menjadi dokter. Formula romansa yang dulu berfokus pada kisah Steven Hiller dan Jasmine kini diberikan kepada karakter pilot yatim-piatu Jake Morrison (Liam Hemsworth) dan Patricia Whitmore (Maika Monroe), putri tunggal sang mantan presiden. Humor dan perasaan ringan juga diberikan lewat kisah Julius Levinson (Judd Hirsch), ayah David yang menyelamatkan rombongan anak-anak sekolah.
Sosok alien dalam film ini tak jauh berbeda dengan alien yang ditampilkan dalam film-film Sigourney Weaver: memiliki banyak tentakel, berwujud serangga aneh, dan memiliki cairan tubuh yang menjijikkan. Tapi atmosfer dalam film ini, meski mendebarkan pada mulanya, tetap ringan dan penuh humor. Film ini juga membuat penonton bernostalgia. Andai kata tidak pun, pada dasarnya film ini tetap menghibur. Mungkin satu-satunya hal yang mengganggu dalam film ini adalah dialog yang kelewat standar. Setelah 20 tahun lewat, suasana dialog film ini tak berbeda jauh dengan yang tahun 1990-an.
Amandra M. Megarani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo