Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA lelaki datang satu setengah jam setelah waktu berkunjung habis di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. Mereka turun dari Nissan Terrano hitam B-2675-YG pada pukul 13.30, Sabtu dua pekan lalu, dan bergegas menuju pintu gerbang besi yang tertutup rapat. Lewat lubang kecil, seorang di antaranya memanggil petugas, "Wakil Ketua DPR ingin bertemu Fahd El Fouz. Tolong buka pintu."
Menurut seorang saksi peristiwa itu, petugas tak segera membuka gerbang. Ia melapor ke Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Giri Purbadi. Baru setelah itu, petugas memberi izin dua lelaki yang datang: Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Priyo Budi Santoso dan ajudannya. Priyo, anggota Fraksi Partai Golongan Karya, menuju ruang pertemuan di tengah kompleks penjara peninggalan Belanda ini.
Priyo menanti sejenak, sebelum Fahd turun dari kamar tahanan di Blok Atas Nomor 6. "Mereka sempat berbicara sepuluh menit," ujar Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana, yang mendapat laporan kunjungan politikus Beringin itu.
Menurut Denny, seorang sipir berusaha memotret pertemuan Priyo dengan Fahd, yang sedang menjalani masa hukuman dua setengah tahun penjara dalam perkara korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah 2011. Namun, kata dia, Fahd menolak difoto.
Sejumlah narapidana perkara korupsi lain kemudian bergabung ke ruang pertemuan dan mengelilingi Priyo. Mereka antara lain mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno, mantan Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin, dan mantan Direktur Utama PT PLN Eddie Widiono. Ada juga mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan mantan Gubernur Bengkulu Agusrin Najamuddin.
Sekitar pukul 14.20, Priyo pamit meninggalkan Sukamiskin. Ditemui Tempo di luar penjara, dia sempat berkelit bahwa kedatangannya tak melanggar aturan jam berkunjung. "Ini sidak (inspeksi mendadak) pimpinan DPR," kata politikus 47 tahun ini. Dia mengatakan sempat bertemu dan berbincang dengan Fahd, tapi, "Cuma berkomunikasi secara umum." Priyo meninggalkan kompleks penjara dengan mobil lain, Toyota Harrier B-366-PB.
Pertemuan dua kader Partai Beringin ini segera mendapat sorotan. Sebab, empat hari sebelumnya, nama Priyo disebut dalam vonis anggota Komisi Agama DPR, Zulkarnaen Djabar, dan anaknya, Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra. Mereka didakwa melakukan korupsi dana penggandaan Al-Quran anggaran 2011-2012 senilai Rp 77 miliar dan proyek laboratorium komputer madrasah tsanawiyah anggaran 2011 senilai Rp 31,2 miliar.
Alexander Marwata, anggota majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, mengatakan dalam persidangan terungkap adanya penyerahan komisi sebesar satu persen kepada Priyo. Pada saat yang sama, tersiar kabar bahwa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi hendak kembali memeriksa Fahd guna menyeliÂdiki pemberian fee aneka proyek itu. Pemeriksaan itu dilakukan Selasa pekan lalu. Tiga penyidik komisi antikorupsi meminta keterangan Fahd selama tujuh jam di penjara Sukamiskin. Esoknya, Dendy pun dimintai keterangan selama 13 jam di kantor KPK, Jakarta.
DUGAAN keterlibatan Priyo samar-samar terlacak tahun lalu, ketika Komisi Pemberantasan Korupsi menyidik perkara Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah dengan tersangka Wa Ode Nurhayati, politikus Partai Amanat Nasional anggota Badan Anggaran DPR. Fahd, yang dituduh menyuap Wa Ode, ditetapkan sebagai tersangka tak lama kemudian.
Fahd, Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong sekaligus Ketua Umum Generasi Muda MKGR, dikenal sangat dekat dengan Priyo. Di MKGR, Priyo menduduki jabatan ketua umum. "Dia tangan kanan Priyo," ujar seorang politikus Senayan menunjuk pria 30 tahun itu.
Fahd kemudian juga dikaitkan dengan perkara korupsi dana penggandaan Al-ÂQuran 2011, yang mulai disidik KPK pada Juni tahun lalu. Jaringan organisasi sayap Partai Golkar tertera kuat dalam kasus ini. Bukan kebetulan jika dua tersangka perkara ini, yaitu Zulkarnaen dan Dendy Prasetia, adalah aktivis MKGR. Zulkarnaen menduduki posisi wakil ketua umum, sedangkan Dendy menempati posisi strategis sebagai ketua bidang. Dendy juga mengisi jabatan Sekretaris Jenderal Generasi Muda MKGR, mendampingi Fahd sebagai ketua umum.
"Jejaring gotong-royong" diduga ramai-ramai memainkan anggaran di Kementerian Agama. Selain Fahd dan Dendy, ada juga Vasko Ruseimy dan Syamsurachman. Vasko, 27 tahun, menjabat Ketua Harian Dewan Pengurus Pusat Generasi Muda MKGR. Sedangkan Syamsurachman menjadi bendahara umum organisasi yang sama. Pemuda-pemuda ini membentuk perusahaan yang mereka beri nama PT Karya Synergy Alam Indonesia.
Kepada penyidik yang memeriksanya, menurut sumber Tempo, Fahd dan Dendy menutup rapat-rapat ihwal penyerahan uang komisi kepada Priyo. "Fahd terus menyatakan hanya mencatut nama Priyo," ujarnya.
Toh, tetap ada jejak yang tertinggal, yang menunjukkan keterlibatan Priyo dalam pengaturan sejumlah proyek di Kementerian Agama. Zulkarnaen dan Fahd diduga selalu melaporkan perkembangan aneka proyek ke anggota Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia itu. Priyo bahkan memenuhi permintaan Fahd agar bertemu dengan Nasaruddin Umar membahas proyek Al-Quran. Nasaruddin, kini Wakil Menteri Agama, ketika itu menduduki jabatan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Permintaan itu terungkap dari pembicaraan antara Fahd dan Zulkarnaen pada 28 September 2011 pukul 21.16. Perbincangan selama tiga menit yang dituangkan dalam dokumen persidangan tertanggal 26 Desember 2012 itu membahas upaya menekan Nasaruddin agar memuluskan proyek.
Suara yang diduga Zulkarnaen mengatakan, "Kita rekayasa saja, tausiah pendek kek dari dia (Nasaruddin). Kalau bisa, biar Pak Priyo telepon dia suruh Jumat datang. Kan, agar dikunci lebih kuat lagi." Lalu suara yang menyerupai Fahd menyebutkan, "Siap, Pak. Pak Priyo telepon dia sekarang, nih."
Seorang sumber yang mengetahui pengusutan perkara korupsi dana kitab suci menyebutkan Nasaruddin memenuhi undangan untuk memberikan ceramah pada halalbihalal di rumah dinas Priyo, Jalan Denpasar Nomor 3, Jakarta Selatan. "Setelah itu, Priyo menyampaikan pesan Fahd soal proyek kepada Nasaruddin," ujarnya.
Sumber lain mengatakan sejumlah kegiatan Priyo sebagai Ketua Umum MKGR diduga dibiayai Fahd. Setiap kali sang Ketua Umum melakukan kunjungan ke daerah, Fahd bertindak menjadi kasir untuk membayar pemasangan baliho, juga pengerahan massa. "Fahd juga pernah menanggung acara ulang tahun MKGR 2011," ujar sumber itu.
Erman Umar, kuasa hukum Zulkarnaen, membenarkan adanya rekaman percakapan antara kliennya dan Fahd. Sedangkan Priyo berulang kali membantah ikut mengatur proyek Kementerian Agama atau menerima komisi dari Fahd. "Nama saya dicatut," katanya. Adapun Nasaruddin menyangkal pernah memenuhi undangan Priyo dan kemudian membicarakan proyek.
JEJAK lebih jelas tertinggal dalam pengurusan proyek lain. Adalah Yudi Setiawan, pengusaha yang banyak bergaul dengan politikus Partai Keadilan Sejahtera, yang mendokumentasikan jejak itu. Ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Teluk Dalam, Banjarmasin, sebagai tersangka pembobol Bank Jatim serta Bank Jabar dan Banten, Yudi mengungkap hubungan spesial antara Priyo dan pengurus Generasi Muda MKGR.
Yudi, pemilik PT Cipta Inti Parmindo, mengaku pernah menyerahkan dana senilai Rp 1,2 miliar kepada Heppy Dwi Bayu Wahono, Wakil Bendahara MKGR. Dana itu disebutnya untuk mendapatkan anggaran proyek yang bersumber dari Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah dan Dana Insentif Daerah 2011. Penyerahan uang diatur oleh M. Shoim Idris, yang ketika itu menjadi anggota staf khusus Priyo. "Penyerahan uang dilakukan via transfer dan cek," ujarnya.
Tempo memiliki segepok dokumen salinan bukti transfer dari Yudi ke rekening Bank Mandiri bernomor 070004108549 milik Heppy, 38 tahun. Selain itu, ada bukti salinan cek senilai Rp 150 juta serta tanda terima yang diteken Heppy di atas meterai.
Yudi menyatakan memberikan uang kepada Heppy dan Shoim yang mengaku melaksanakan perintah Priyo. Sebagai Wakil Ketua DPR, Priyo dijajakan memiliki jatah untuk mengatur anggaran Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah dan Dana Insentif Daerah 2011. "Mereka bilang dana itu akan diteruskan untuk Ketua Umum," katanya.
Ternyata, walau dana pembelian anggaran telah disetorkan, proyek yang dijanjikan Heppy tak kunjung ada. Yudi mengaku pernah mendatangi Priyo di ruang kerja Wakil Ketua DPR, lantai tiga Gedung Nusantara III, pada awal April 2011. Pertemuan itu juga dihadiri Fahd dan Dendy. Ketika itu, kata Yudi, Priyo meminta tidak usah meramaikan ihwal pemberian uang ke Heppy. "Nanti banyak yang bisa kita kerjakan. Saya tidak mau main di tempat becek," ujar Yudi, mengutip pernyataan Priyo saat itu.
Untuk merekatkan hubungan, Priyo mengangkat Yudi menjadi Bendahara Umum Generasi Muda MKGR. Namun, setengah tahun kemudian, Yudi mundur. Ia beralasan dipaksa sendirian membiayai kegiatan organisasi.
Ketika dimintai konfirmasi, Shoim membenarkan menjadi anggota staf khusus Priyo hingga Januari 2013. Namun Ketua Bidang Hubungan Antar-Ormas MKGR ini menyangkal pernah mengenalkan Heppy kepada Yudi. "Saya tidak tahu soal aliran dana yang disebut Yudi," katanya.
Heppy mengakui pernah menerima uang dari Yudi. Namun jumlahnya tidak sampai Rp 1,2 miliar. "Hanya Rp 600-700 juta, dan itu untuk modal kerja menggarap proyek," ujarnya. Dia mengatakan sempat menjalin kerja sama bisnis dengan Yudi, yang hanya berlangsung sekitar empat bulan. "Bubar di tengah jalan," katanya. "Saya mengembalikan seluruh uangnya."
Priyo menyangkal pernah menerima uang lewat Heppy. Ia pun mengatakan tidak pernah mengenal Yudi. Mendapat sanggahan sang politikus, Yudi santai menjawab, "Bagaimana Pak Priyo bilang tidak kenal? Wong dia yang melantik saya jadi Bendahara Umum Gema MKGR." Ia menunjukkan jejak lain yang juga ada dalam simpanan arsipnya, yaitu foto dokumentasi pelantikan pengurus Gema MKGR yang dihadiri Priyo.
Setri Yasra, Ramadhani, Nur Alfiyah (Jakarta), Erick Priberkah H. (Bandung), Ishomuddin (Mojokerto)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo