Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK biasanya Mardijo ingin menyambangi makam Proklamator Bung Karno di Blitar, Jawa Timur. Bersama putranya, Anggoro Mardi Husodo, bekas Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Jawa Tengah itu melaju ke Kelurahan Bendogerit, Kecamatan SananweÂtan, Blitar, pada awal Desember tahun lalu.
Selepas ziarah, Mardijo memutuskan mengumumkan dukungannya kepada Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden dari partainya. Tampaknya, peristiwa pahit beberapa tahun lalu tak menyurutkan semangatnya: Ketua Umum PDIP memecat Mardijo dari jabatannya di partai pada Juli 2003. Dia dipandang terlalu ngotot maju dalam pemilihan Gubernur Jawa Tengah.
Anggoro alias Yoyok giat menyokong langkah bapaknya. Dia melobi banyak pihak menjelang deklarasi yang rencananya digelar pada pertengahan Januari ini. "Akan ada kader PDIP melakukan cap jempol darah," kata Yoyok kepada Tempo dua pekan lalu. Belum jelas apakah dukungan ini upaya Mardijo masuk lagi ke orbit partai berlambang banteng itu.
Mardijo-Yoyok bukan pionir pendukung Mega dalam penentuan calon presiden dari PDIP. Sebelumnya, medio Desember tahun lalu, sejumlah kader PDIP Jawa Timur mengumumkan gerakan pro-Mega. Juga di kompleks makam Presiden Sukarno. Dipimpin Bido Swasono, puluhan kader mengawali deklarasi dengan membacakan ikrar setia kepada putri sang Proklamator.
Menurut Bido, hanya trah Sukarno yang mampu menjaga idealisme partai sekaligus menyelesaikan persoalan bangsa. "Bagi kader yang loyal kepada marhaenisme, mengusung Megawati sebagai calon presiden adalah harga mati," ucapnya, akhir Desember lalu. Ia mengklaim, dalam waktu singkat, deklarasi serupa akan muncul dari Jawa Tengah, Jawa Barat, serta DKI Jakarta.
Barisan pendukung Mega untuk calon presiden baru muncul setelah kelompok penyokong Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mencuat di Jakarta dan sejumlah daerah lain. Ada Barisan Relawan Jokowi Presiden 2014 (Bara JP) yang dideklarasikan di Bandung pada Juni 2013, Gotong-royong (Gong) Jokowi di Yogyakarta pada November, lalu Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi dan PDI Perjuangan Pro Jokowi (Projo) pada Desember di Jakarta.
Cikal-bakal gerakan pro-Mega berakar pada 1996 ketika rezim Orde Baru menggasak Mega agar tak memimpin Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Serangan itu berujung pada peristiwa 27 Juli 1996, ketika kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, diserang.
Andi Widjajanto, putra almarhum Theo Syafei—salah satu tokoh senior PDIP—mengatakan kelompok pro-Mega membawa romantisisme ketika Mega pertama kali muncul di Surakarta, Jawa Tengah, pada 1990-an. Tokoh gerakan saat itu adalah Soetjipto, mantan Sekretaris Jenderal PDIP, yang juga sudah almarhum. Sebelumnya, Soetjipto adalah Ketua PDI Jawa Timur.
Nah, kelompok itu ingin keluarga Bung Karno menjadi penjaga ideologi partai. Personifikasinya, kata Andi, melalui sosok Megawati, Puan Maharani, Prananda—putri dan putra Mega—dan seterusnya.
Gerakan Bido dimentahkan rekan separtainya, Wakil Ketua PDIP Jawa Tengah Nuniek Sriyuningsih. Kata Nuniek, dukungan kepada calon presiden belum dibahas.
Nurhadi Agon, pentolan pro-Mega sejak 1990-an di Kabupaten Lumajang, menganggap gerakan Bido tak mewakili kelompok tertentu. Nurhadi berpendapat lebih baik Jokowi yang dimajukan meski ia tak telak-telak menolak Mega. "Gerakan di Blitar diharapkan memancing gerakan serupa di daerah lain," katanya.
Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo tampaknya melihat fenomena ini normal-normal saja. "Kalau muncul dukungan pro-Ibu Mega atau pro-Jokowi, sah-sah saja," ujarnya kepada Tempo pada Jumat pekan lalu. Tjahjo mengatakan partainya amat berhati-hati menentukan calon presiden. Mengutip Tjahjo, "Tunggu sampai April."
Kartika Candra, David P. (Lumajang), Hari Tri Wasono (Blitar), Rofiuddin (Semarang)
Cah Bagus dari Kebagusan
Berbagai sigi sepanjang 2013 menempatkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai kandidat terkuat Presiden Indonesia 2014-2019. Jokowi telah menjadi cah bagus di Kebagusan, rumah Megawati Soekarnoputri sekaligus markas tak resmi PDI Perjuangan.
Tiga Kali Lipat Pesaing Terdekat, 10 Kali Kerabat Dekat
Survei Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada 13 April-20 November 2013 menunjukkan elektabilitas Jokowi sebagai kandidat calon presiden menggelembung jauh lebih besar daripada kandidat lain.
Tiup Sana, Tiup Sini
Jokowi bukan cuma punya pamor untuk dirinya. Sigi Charta Politika pada 28 November-6 Desember 2013 menunjukkan, siapa pun calon wakilnya, Jokowi akan menggelembungkan elektabilitas wakilnya.
Dibanding
Sedot Sana, Sedot Sini
Pendukung Jokowi tak hanya dari pemilih PDI Perjuangan. Berikut ini asal dukungan untuk Jokowi dibanding calon lain.
PDIP
- Pendukung Jokowi: 63,6%
- Pendukung Prabowo: 4,9%
- Pendukung Aburizal: 3,9%
- Pendukung Megawati: 10,7%
- Lain-lain sisanya
Partai Demokrat
- Pendukung Jokowi: 42,7%
- Pendukung Prabowo: 9,8%
- Pendukung Aburizal: 6,1%
- Pendukung Megawati: 0
- Lain-lain sisanya
Golkar
- Pendukung Jokowi: 22,7%
- Pendukung Prabowo: 5,8%
- Pendukung Aburizal: 36,6%
- Pendukung Megawati: 0,6%
- Lain-lain sisanya
Pemilih Gerindra
- Pendukung Jokowi: 20,6%
- Pendukung Prabowo: 59,8%
- Pendukung Aburizal: 2,9%
- Pendukung Megawati: 1%
- Lain-lain sisanya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo