Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DOKUMEN setebal 165 halaman itu berlogo Visi Law Office. Di tiap halamannya ada marka air berbentuk diagonal dengan tulisan “Confidential Draft”. Salah satu halamannya berisi tabel pembahasan berjudul “Analisis Risiko Hukum” yang berisi kajian potensi masalah pemberian tas Hermes untuk Ayunsri Harahap, istri mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Halaman itu menunjukkan harga tas jinjing tersebut Rp 137 juta. Kolom tabel paling kanan memuat tanda seru merah. Masih pada halaman yang sama, ada tabel yang memuat daftar barang yang diduga ditujukan buat Syahrul Yasin Limpo. Judul tabel itu “Kluster Teridentifikasi Dugaan Transaksi Korupsi”. Isinya analisis pelanggaran dan potensi korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan dokumen rahasia itu saat menggeledah rumah dinas Menteri Pertanian di Jakarta pada Kamis, 28 September lalu. Penyidik juga menemukan dokumen yang sama saat menggeledah rumah Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Muhammad Hatta. “Penyidik sudah meminta konfirmasi ihwal temuan dokumen itu dengan memanggil para pengacara dari Visi Law Office,” kata juru bicara KPK, Ali Fikri.
Ayunsri Harahap, istri Syahrul Yasin Limpo/Instagram.com/@syasinlimpo
Ada tiga pengacara yang dipanggil KPK dari kantor firma hukum itu. Mereka adalah Febri Diansyah, Rasamala Aritonang, dan Donal Fariz. Febri dan Rasamala adalah mantan pegawai KPK yang resmi ditunjuk sebagai penasihat hukum Syahrul Yasin Limpo, Kasdi, dan Hatta. Adapun Donal membantu keduanya menyusun legal opinion atau pendapat hukum tersebut.
Febri adalah mantan juru bicara KPK, sedangkan Rasamala pernah menjabat Kepala Bagian Biro Hukum KPK. Rasamala tak lolos tes wawasan kebangsaan bersama lebih dari 50 pegawai KPK yang berkonflik dengan Ketua KPK Firli Bahuri. Sama seperti Febri Diansyah, Donal Fariz pernah aktif di Indonesia Corruption Watch.
Keduanya menjadi kuasa hukum ketiga pejabat Kementerian Pertanian sejak KPK menetapkan ketiganya sebagai tersangka dugaan pemerasan, gratifikasi, dan pencucian uang pada Selasa, 26 September lalu. Syahrul, Kasdi, dan Hatta menunjuk Febri dan Rasamala sebagai pengacara pada 15 Juni lalu.
Dari tanggal yang tertera, dokumen itu dibuat Visi Law Office pada 31 Agustus 2023. Dua orang sumber di KPK mengatakan dokumen pendapat atau saran hukum itu berisi rincian materi penyelidikan KPK terhadap dugaan korupsi Syahrul Yasin Limpo. Saran-saran yang dibuat pengacara firma Visi merinci strategi Syahrul dalam menghindari penyelidikan tersebut.
Para penyidik yang menemukan dokumen tersebut kaget karena materi analisisnya mengacu pada temuan dugaan korupsi yang mereka presentasikan dalam rapat internal KPK pada 16 Januari lalu. Kala itu KPK baru memulai penyelidikan kasus Syahrul. Saran hukum firma Visi juga secara detail memetakan bagaimana cara mempengaruhi para saksi.
Daftar nama barang yang diduga sebagai bukti gratifikasi yang disebut dalam dokumen saran hukum tersebut memang pernah dipaparkan para penyelidik dalam rapat internal KPK tersebut. Barang-barang itu kini berada di KPK sebagai bukti dugaan suap dan pemerasan oleh Syahrul Yasin Limpo dan keluarganya.
Di firma Visi Law Office, Febri Diansyah menjabat Managing Partner. Ia mengatakan dokumen legal opinion itu sekadar pendapat hukum yang biasa dibuat para advokat bagi klien-klien mereka. Lewat dokumen itu, mereka menilai dan mengkaji potensi atau titik rawan masalah hukum di Kementerian Pertanian. “Di sana jelas disebutkan metode penyusunan dokumen ini, dokumen apa yang dianalisis, hingga analisis dan rekomendasi hukum,” ucap Febri.
Merujuk pada Undang-Undang Advokat, Febri mengatakan pembuatan legal opinion sebagai hak klien dalam mendapat perlindungan hukum. Berdalih kerahasiaan, Febri menolak merinci isi nasihat hukum yang ia tulis. Ia mengatakan timnya menyusun saran-saran hukum tersebut selama dua-tiga bulan. “Kami memiliki standar kualitas yang tinggi dalam menyusun dokumen hukum, termasuk legal opinion,” tuturnya.
Dari pengamatan Tempo, dokumen legal opinion itu memuat temuan-temuan penyidik KPK atas dugaan korupsi yang dilakukan Syahrul Yasin Limpo. Misalnya analisis potensi korupsi pembelian mobil Toyota Alphard, transaksi kartu kredit, pembelian kado perhiasan dan tas, sewa jet pribadi dan helikopter, perjalanan umrah dan haji, serta pemberian jam tangan untuk Syahrul.
Ada juga analisis penggunaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Kementerian Pertanian sebagai dana bantuan untuk kepentingan Partai NasDem. Syahrul Yasin Limpo adalah ketua dewan pimpinan pusat partai yang didirikan Surya Paloh itu. Dalam legal opinion tersebut, skala risiko hukum tiap barang diberi tanda warna merah, hijau, dan kuning.
Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali tak memungkiri adanya kegiatan partai yang menggunakan anggaran Kementerian Pertanian. Misalnya kegiatan bantuan untuk warga Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, pada masa pandemi Covid-19. Namun dia menjamin tak ada aliran dana Kementerian Pertanian ke partainya. “Kami pastikan itu adalah bantuan sosial untuk masyarakat ketika terjadi pandemi,” katanya.
Penyidik KPK menyimpulkan apa yang dilakukan Febri dan Rasamala sebagai tindak pidana perintangan penyelidikan hukum ketika mereka menemukan barang lain di rumah Syahrul, yakni amplop berisi dokumen "Executive Brief KPK". Dokumen ini menjelaskan kronologi penyelidikan dugaan korupsi Syahrul Yasin Limpo yang dibuat pada 16 Januari 2023.
Sumber di KPK menduga telah terjadi kebocoran dokumen di lembaganya. Karena itu, penyidik KPK memeriksa Febri, Rasamala, dan Donal pada Senin, 2 Oktober lalu. Dugaan kebocoran dokumen penyelidikan KPK makin kuat ketika penyidik menyita delapan telepon seluler Syahrul Yasin Limpo. Dalam satu telepon seluler tersimpan dokumen digital laporan hasil pemeriksaan penyelidikan KPK di Kementerian Pertanian.
Dokumen itu berformat Microsoft Power Point. Menurut penegak hukum di KPK, dokumen itu pernah dipresentasikan tim penyelidik dalam rapat internal KPK pada 13 Juni lalu. Presentasi ini yang menjadi rujukan legal opinion yang dibuat Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang.
Febri Diansyah membantah tuduhan mendapat bocoran dokumen KPK. Ia mengaku baru mengetahui temuan laporan hasil penyelidikan itu di telepon seluler Syahrul saat diperiksa di KPK pada Senin, 2 Oktober lalu. “Tidak ada informasi dari penyelidik atau pihak internal KPK saat kami menyusun legal opinion,” tuturnya.
Sebelum menggeledah rumah dinas Syahrul, KPK juga mendatangi rumah Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta. Di telepon seluler Kasdi, penyidik menemukan percakapan yang menjurus perintangan penyidikan di salah satu grup WhatsApp. Penegak hukum di KPK mengatakan seseorang di grup itu memerintahkan agar anggota grup memusnahkan dokumen memakai mesin pencacah kertas di lantai 7 Gedung D Kompleks Kementerian Pertanian. Di lantai itu Hatta berkantor.
Penghancuran dokumen itu benar-benar terjadi. Dokumentasinya dibagikan di grup WhatsApp tersebut. Tempo melihat salah satu foto penghancuran dokumen. Kertas yang tercacah terlihat berserakan di lantai. Sebagian kertas yang sudah hancur dimasukkan ke karung putih berkapasitas 50 kilogram.
Juru bicara KPK, Ali Fikri, membenarkan kabar adanya penghancuran dokumen di Kementerian Pertanian. Penyidik mendapatkan bukti foto tersebut ketika menggeledah ruang kerja Syahrul Yasin Limpo dan anak buahnya pada Jumat, 29 September lalu. “Beberapa dokumen tersebut diduga kuat sebagai bukti aliran uang yang diterima para tersangka dalam perkara ini,” tutur Ali.
Ali Fikri enggan menyinggung kebocoran laporan hasil penyelidikan KPK atas kasus Syahrul. Yang pasti, dia mengungkapkan, penyidik sudah menanyakan dugaan kebocoran dokumen KPK kepada Febri Diansyah, Rasamala, dan Donal.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah rumah dinas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di perumahan Widya Chandra, Jakarta, 28 September 2023/Antara/Muhammad Adimaja
Tempo menemui seorang pejabat di Kementerian Pertanian di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Jumat, 6 Oktober lalu. Ia menjelaskan sejumlah perkara yang menjerat Syahrul, Kasdi, dan Hatta. Ia juga menceritakan penggeledahan penyidik KPK di Kementerian Pertanian. Tapi ia menolak penjelasannya dikutip dan meminta namanya tak dipublikasikan.
KPK belum menahan Syahrul, Kasdi, dan Hatta. Tempo mengirimkan surat permintaan wawancara kepada ketiganya lewat telepon seluler dan surat tertulis ke Kementerian Pertanian. Hingga Sabtu, 7 Oktober lalu, ketiganya tak merespons. Rumah Hatta di Makassar pun tampak kosong.
Menanggapi kabar kebocoran dokumen, Febri Diansyah menyarankan penyidik melaporkannya kepada Dewan Pengawas KPK. Ia memastikan draf uraian perkara yang dibuat lembaganya sah dan sesuai dengan Undang-Undang Advokat. “Kami justru penasaran seberapa mirip laporan hasil penyelidikan KPK dengan legal opinion yang kami buat,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Riky Ferdianto, Egi Adyatama, Anton Septian, dan Didit Hariyadi dari Makassar berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Nasihat Hukum Rawan Korupsi"