Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BALIHO bergambar Prabowo-Khofifah tercagak di persimpangan Jalan Mayor Jenderal Sungkono, Surabaya. Pada nama Prabowo Subianto tertera atribut “presiden” dan “Bapak Pemersatu Bangsa”. Sedangkan Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur, ditulis sebagai “wakil presiden” serta “Ketua Umum Muslimat”.
Di bagian bawah poster besar terpampang pesan “Arek-arek Soerabaya membutuhkan pasangan pemimpin nasionalis-religius”. Sugianto, juru parkir di sekitar bulevar, mengatakan baliho Prabowo-Khofifah terpasang sejak Ahad, 1 Oktober lalu. Ia tak melihat pemasang gambar itu. “Pemasangan baliho dan billboard biasanya tengah malam,” katanya, Kamis, 5 Oktober lalu.
Ketua Partai Gerakan Indonesia Raya Jawa Timur Anwar Sadad membantah jika partainya disebut mendirikan baliho Prabowo-Khofifah. Tapi ia mengakui kader Gerindra memasang spanduk dan baliho Prabowo seorang di sudut-sudut Kota Pahlawan. Tujuannya, mengkampanyekan Prabowo sebagai calon presiden. “Saya tak tahu kalau baliho yang ada foto Bu Khofifah,” ujarnya.
Di sejumlah titik di Surabaya, seperti di Jalan Jemursari dan Jalan H.R. Muhammad, baliho tersebut juga terlihat dengan jelas. Tentu baliho itu tak ujug-ujug muncul.
Empat narasumber yang mengetahui pembahasan calon wakil presiden Prabowo bercerita, Khofifah belakangan berpeluang dipilih Menteri Pertahanan itu sebagai kandidat RI-2. Ia bersaing dengan Wali Kota Solo sekaligus anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir.
Survei mencatat Khofifah, Gibran, dan Erick menempati peringkat atas sebagai calon wakil Prabowo. Sigi Lingkaran Survei Indonesia Denny J.A. pada September 2023 mencatat Prabowo dapat memenangi pemilihan presiden 2024 baik dengan Khofifah, Gibran, maupun Erick. Jika meminang Khofifah, Prabowo bisa meraih sekitar 38 persen suara.
Sedangkan Ganjar Pranowo yang memilih Sandiaga Salahuddin Uno atau Mahfud Md. mendapat 35 persen serta duet Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 14 persen. Di Jawa Timur, survei Indikator Politik Indonesia bulan lalu menunjukkan bahwa 20,6 persen responden menilai Khofifah layak mendampingi Prabowo. Ia kalah oleh Erick (22,7 persen), tapi unggul atas Gibran (9,7 persen).
Baca Juga:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo bukan baru-baru ini menimbang nama Khofifah. Menantu bekas presiden Soeharto itu melobi Khofifah sejak pertengahan 2022. Dua politikus Gerindra mengatakan manuver Prabowo menggandeng kader Nahdlatul Ulama merupakan arahan dari Jokowi. Saran itu disampaikan Presiden sewaktu Prabowo berkunjung ke Gedung Agung, Yogyakarta, Lebaran tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo Subiantao bertemu dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, di Surabaya, Jawa Timur, Februari 2023. Tim Media Prabowo
Tatkala Prabowo bertandang ke Surabaya, Khofifah mengungkapkan keraguannya bisa mendapat tiket sebagai cawapres. Menurut karib Prabowo, Khofifah menyampaikan dia bukan kader partai politik dan tak punya logistik yang cukup sebagai calon wakil presiden. Untuk meyakinkan Khofifah, Prabowo memastikan dukungan partai politik dan pendanaan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 telah siap.
Nama Khofifah, menurut sejumlah narasumber, sempat meredup di tengah gagasan Prabowo berduet dengan Gibran Rakabuming Raka. Purnawirawan letnan jenderal itu belakangan juga mempunyai opsi lain setelah Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional bergabung. Golkar menyorongkan Ketua Umum Airlangga Hartarto dan PAN mendorong nama Erick Thohir.
Kans Khofifah menguat lagi karena ia sering disebut para kiai Nahdlatul Ulama. Misalnya saat acara silaturahmi di Hotel Shangri-La, Surabaya, pada Kamis, 28 September lalu. Anggota Dewan Pembina Gerindra, Mochamad Irfan Yusuf, yang menemani Prabowo, tak membantah kabar bahwa para kiai menyorongkan kader NU, termasuk Khofifah. “Beberapa nama dari nahdliyin,” ucap Irfan.
Hasil pertemuan Prabowo dengan kiai di Shangri-La kemudian dibicarakan dengan Khofifah. Orang dekat Khofifah yang mengetahui pertemuan itu bercerita, Prabowo mengajak mantan Menteri Sosial tersebut berpasangan pada Pemilu 2024. Dalihnya, ada usul dari para kiai NU.
Menurut narasumber yang sama, bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu membeberkan saran dari para ulama, yaitu Koalisi Indonesia Maju yang menyokongnya harus memitigasi kepergian Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar dengan memilih tokoh nahdliyin. PKB merupakan partai yang punya basis massa dari kalangan NU.
Khofifah, kata orang dekatnya, tak serta-merta menyetujui ajakan Prabowo. Ia menanyakan restu Presiden dalam Pemilu 2024. Merespons Khofifah, Prabowo menyatakan akan memastikan kepada Jokowi ihwal dukungan untuk Khofifah. Jawaban serupa pernah disampaikan Prabowo saat menjamu Khofifah di Restoran de Soematra, Surabaya, Februari lalu.
Anggota Dewan Pembina Gerindra, Ahmad Riza Patria, membenarkan kabar bahwa Prabowo menerima masukan dari berbagai kelompok untuk meminang Khofifah sebagai cawapres. Prabowo akan berdiskusi dengan semua ketua umum partai di Koalisi Indonesia Maju. “Memang banyak yang mengusulkan Mbak Khofifah,” tutur bekas Wakil Gubernur DKI Jakarta itu.
Prabowo lantas menemui Presiden pada awal Oktober lalu. Dua orang dekat Prabowo dan Khofifah bercerita, Ketua Umum Gerindra itu berdiskusi dengan Jokowi pada awal Oktober lalu. Dalam pertemuan itu, Jokowi tak menolak usul Prabowo untuk meminang Khofifah. Tapi ia meminta Prabowo tak buru-buru dan menimbang keputusan dengan cermat.
Jokowi juga mendengar langsung usul mengenai Khofifah dari para kiai. Pada Sabtu, 16 September lalu, Presiden bertemu dengan delapan ulama di Istana Bogor, Jawa Barat. Persamuhan itu dihadiri antara lain oleh pengasuh Pesantren Ora Aji, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah, dan pemimpin Pesantren Kauman, Lasem, Jawa Tengah, Muhammad Zaim Ahmad Ma’shoem.
Kepada Tempo, Kamis, 5 Oktober lalu, Zaim menyatakan Jokowi dalam pertemuan itu meminta ulama ikut menjaga Pemilu 2024 tetap kondusif. Tanpa menanyakan arah dukungan Presiden, para kiai menyinggung Prabowo sebagai negarawan karena mau bergabung ke pemerintahan meski dua kali kalah oleh Jokowi. “Presiden manggut-manggut,” ucap Zaim.
Di tengah diskusi, Sekretaris Jenderal Jaringan Kiai Santri Nasional Zahrul Azhar Asumta menyinggung syarat umur calon presiden dan wakil presiden. Syarat dalam Undang-Undang Pemilu itu digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh sejumlah partai, kepala daerah, dan warga sipil.
Mereka meminta batas usia 40 tahun diturunkan atau penambahan frasa “pernah menjadi kepala daerah”. Uji materi itu ditengarai bertujuan meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Gibran kini berusia 36 tahun.
Menyambung Zahrul, Zaim lantas menyebutkan bahwa tak ada batas umur pemimpin menurut syariat. Yang penting, kata Zaim, pemimpin itu berakhlak, punya kompetensi, dan sudah mengalami akil balig. “Pak Jokowi senang mendengar penjelasan saya,” tuturnya.
Setelah itu, pembicaraan mengancik ke peluang Khofifah. Menurut Zaim, para ulama mengenal rekam jejak perempuan 58 tahun yang aktif di Ikatan Pelajar Putri NU dan memimpin Muslimat NU sejak tahun 2000 itu. Khofifah juga dianggap kompeten karena pernah menjadi menteri dan kepala daerah. “Kalau Pak Prabowo mengambil Bu Khofifah sangat wajar,” ucap Zaim.
Khofifah tak hanya dilirik kubu Prabowo. Menteri Pemberdayaan Perempuan 1999-2001 itu pun dibidik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menjadi calon wakil presiden untuk Ganjar Pranowo. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri telah bertemu dengan Khofifah pada Sabtu, 30 September lalu.
Perjumpaan antara Megawati dan Khofifah diungkap Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy. Menurut dia, Khofifah dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. muncul dalam bursa calon wakil Ganjar.
Ganjar Pranowo dan Khofifah Indar Parawansa dalam acara Halaqoh Kyai Santri Tentang Pencegahan Terorisme di Salatia, Jawa Tengah, September 2019. Dok. Humas Pengprov Jawa Tengah
“Nama keduanya beredar setelah diterima oleh Bu Mega secara terbatas dalam kesempatan yang terpisah,” ujar Romy—sapaan Romahurmuziy.
Seorang politikus yang mengetahui acara silaturahmi Khofifah dan Megawati menuturkan, dua tokoh itu saling menyanjung selama berdiskusi. Megawati menyebut Khofifah sukses mengelola sektor pangan di Jawa Timur karena bisa mencetak surplus komoditas seperti beras. Megawati pun menyatakan keberhasilan itu perlu diperluas skalanya, tidak hanya di Jawa Timur.
Khofifah juga ditanyai tentang rencana maju sebagai Gubernur Jawa Timur untuk periode kedua. Orang dekat Khofifah bercerita, koleganya itu menjawab ia akan berfokus menyelesaikan periode pertamanya sebagai gubernur. Masa jabatan Khofifah berakhir pada 13 Februari 2024 atau sehari menjelang Pemilu 2024.
Setelah itu, gantian Khofifah memuji Megawati. Menurut orang dekatnya, Khofifah mengatakan prestasi sebagai gubernur diperoleh karena ia belajar dari kepemimpinan presiden kelima itu. Hingga acara bubar, Megawati tak menyinggung sedikit pun peluang Khofifah menjadi calon wakil presiden untuk Ganjar.
Selepas pertemuan, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengungkapkan kepada Khofifah bahwa Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat NU itu menjadi salah satu kandidat wakil presiden. Sebagaimana respons kepada Prabowo, Khofifah menanyakan sikap Presiden Jokowi bila menjadi calon pendamping Ganjar.
Narasumber yang sama menuturkan, Hasto menyatakan Khofifah ditimbang sebagai calon wakil presiden demi menambah keunggulan suara Ganjar dan PDIP di Jawa Timur. Survei Indikator Politik Indonesia pada September 2023 menunjukkan elektabilitas Ganjar di Jawa Timur mencapai 43,9 persen. Adapun tingkat keterpilihan Prabowo Subianto 33,8 persen dan Anies Baswedan 14,4 persen. Sedangkan tingkat keterpilihan PDIP mencapai 31 persen, diikuti PKB dengan 20,2 persen.
Kolega Khofifah mengatakan alasan lain PDIP menjajaki kemungkinan Khofifah menjadi calon wakil presiden adalah membentuk koalisi nasionalis-religius. Kerja sama politik ini dikenal sebagai koalisi semangka. PDIP dua kali memenangi pemilihan presiden pada 2014 dan 2019 ketika Jokowi berpasangan dengan kader NU, Jusuf Kalla dan Ma’ruf Amin.
Namun formasi semangka juga pernah gagal saat Megawati memilih Hasyim Muzadi, waktu itu menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, pada pemilihan presiden 2004. Pasangan ini kalah oleh Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Hingga Sabtu, 7 Oktober lalu, Hasto tak merespons pertanyaan tentang pertemuan elite PDIP dengan Khofifah. Dua politikus PDI Perjuangan, Deddy Sitorus dan Olly Dondokambey, menyebutkan belum mengetahui isi pertemuan antara bosnya dan Khofifah. “Saya belum cek,” kata Olly lewat pesan pendek pada Jumat, 6 Oktober lalu.
Kepada para pewarta di kantor PDIP pada Selasa, 3 Oktober lalu, Hasto mengakui bahwa Megawati dan Khofifah sering bertemu dan berdiskusi. Keduanya menghadiri pertemuan kepala desa di Senayan pada Maret lalu dan penanaman bakau di Surabaya, akhir Juli lalu. Tapi ia tak menjelaskan isi pembicaraan antara Mega dan Khofifah. “Nama-nama tak jauh dari yang beredar,” ucap Hasto.
Dua narasumber yang dekat dengan Prabowo dan Khofifah bercerita, PDIP serius melobi Khofifah. Menurut keduanya, Khofifah pernah didekati pejabat teras partai banteng di tingkat daerah yang meminta ia bergabung dengan koalisi pendukung Ganjar alih-alih ke Prabowo. Di kubu Prabowo, Khofifah juga digadang menjadi ketua tim sukses selain sebagai cawapres.
Narasumber yang sama mengungkapkan ada petinggi dinas rahasia daerah yang berkomunikasi dengan Khofifah. Pejabat ini mewanti-wanti Khofifah agar cermat dalam menentukan pilihan menghadapi pemilihan presiden 2024.
Khofifah Indar Parawansa enggan berkomentar mengenai lobi-lobi menjadikannya calon wakil presiden. Termasuk kemungkinan munculnya duet Prabowo-Khofifah atau Ganjar-Khofifah. “Saya mengalir saja,” ujarnya melalui pesan WhatsApp pada Kamis, 5 Oktober lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Francisca Christy Rosana, Hanaa Septiana dari Surabaya dan Nur Hadi dari Mojokerto berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Berebut Tuah Khofifah"