Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Nestapa Umat Kristiani Banten Merayakan Paskah tanpa Gereja

Nestapa warga Nasrani di Labuan, Banten, mendirikan gereja dan beribadah. Menempuh puluhan kilometer tapi tak bisa beribadah.

31 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGHADAP altar dari meja sekolah berselimut kain berkelir putih, Pastor RD Yohanes Anggi Witono Hadi merapal Injil Markus. Patung salib berbalut beludru warna ungu dan dua lilin menyala, melengkapi puji-pujian tentang Yesus yang masuk Yerusalem.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pagi dengan sinar matahari yang menerobos, daun palem atau palma hijau melambai-lambai. Kidung umat Katolik memuliakan Sang Juru Selamat terdengar dari halaman Sekolah Dasar Mardi Yuana, Kecamatan Labuan, Pandeglang, Banten, Ahad, 24 Maret 2024. “Hosana, hosana…,” demikian seruan jemaat perempuan. Dalam bahasa Ibrani, hosana berarti “selamatkan kami” dan menyerukan kedatangan Mesias dalam tradisi Alkitab. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Delapan puluh anak-anak, remaja, dan orang lanjut usia berkerumun. Mereka berdiri melingkar menghadap pastor yang datang dari Gereja Katolik Paroki Santa Maria Tak Bernoda, Rangkasbitung, Lebak, Banten, itu. Selama hampir dua jam mereka menjalani ibadah Minggu Palma, sepekan menjelang Hari Paskah. Pemeluk kristiani mengenalnya sebagai Pekan Suci atau Seminggu Muram. 

Umat Katolik merefleksikan peristiwa sebelum Yesus wafat, yang disambut dengan penuh harap dan sukacita di Yerusalem. Refleksi itu dimulai dari pengkhianatan Yudas, perjamuan malam terakhir dengan 12 rasul, penangkapan dan penyaliban Yesus, hingga peristiwa Yesus wafat dan dimakamkan.

Penatua memimpin doa ibadah Minggu umat Katolik di gedung Sekolah Dasar Mardi Yuana, Kecamatan Labuan, Pandeglang, Banten, 25 Februari 2024. Dokumentasi Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk)

Menurut Injil, orang-orang dari Yerusalem memegang cabang pohon dan dedaunan palma di jalan untuk menyambut Yesus saat ia menunggangi seekor keledai memasuki Yerusalem. “Terpujilah Yesus, raja agung penyelamat manusia,” ucap Pastor RD Yohanes memimpin misa Minggu Palma. 

Pemeluk kristiani menggunakan daun palma sebagai simbol kemenangan atas maut ketika menyambut kedatangan Yesus di gereja masing-masing. Tapi tidak dengan umat Katolik di Kecamatan Labuan. Karena tak punya gereja, mereka harus menumpang beribadah di gedung sekolah dasar yang didirikan di bawah naungan Yayasan Mardi Yuana pada 1959 itu. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, mereka akan kembali merayakan Paskah tanpa gereja pada Ahad, 31 Maret 2024. Sebelum merayakan Paskah, umat Katolik Labuan menjalani Tri Hari Suci, masa penting bagi umat Katolik yang terdiri atas Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Suci (Vigili Paskah).

Pada Kamis Putih, umat Katolik memperingati perjamuan terakhir Yesus bersama murid-muridnya pada malam sebelum disalibkan. Yesus memotong roti dan menuangkan anggur lalu membagikannya kepada para muridnya. Umat Katolik meyakini ritual ini sebagai inti Ekaristi, salah satu sakramen dalam kepercayaan umat Katolik.

Umat Katolik mengenang Jumat Agung sebagai hari Yesus disalibkan dan wafat. Ini adalah hari yang paling muram dalam kalender Katolik. Pada Jumat Agung, umat Katolik melakukan pantang dan puasa terakhir yang sudah dilaksanakan selama 40 hari dan dimulai pada hari Rabu Abu.

Sabtu Suci atau Sabtu Sunyi menjadi hari terakhir dalam Pekan Suci sebagai persiapan perayaan Paskah. Pada Sabtu Suci atau Sabtu Paskah, Umat Katolik memperingati Tuhan Yesus yang sedang dimakamkan. Keesokan harinya adalah Paskah atau Hari Kebangkitan Tuhan Yesus.

Bukan hanya hari suci Paskah, perayaan Natal dan ibadah Minggu juga berlangsung di ruangan kelas berukuran 7 x 8 meter di SD Mardi Yuana. Ruangan kelas ini tak cukup menampung 119 orang. Sebulan lalu, Tempo menyaksikan ibadah Minggu umat Katolik Labuan selepas mengisi pelatihan jurnalistik keberagaman yang digelar Serikat Jurnalis untuk Keberagaman atau Sejuk.

Suasana Misa Kamis Putih umat Katolik di gedung Sekolah Dasar Mardi Yuana di Kecamatan Labuan, Pandeglang, Banten, 28 Maret 2024. Dokumentasi umat Katolik Labuan

Jemaat yang terdiri atas bocah, remaja, dan orang tua menyesaki bangku kelas dan mendaraskan doa. Penatua Stasi Labuan, Herman, memimpin ibadah dalam ruangan yang pengap. Hawa panas menguar dari segala penjuru kelas. Hanya kipas angin mini di dinding yang mengusir gerah. Suara tangis bocah karena kepanasan terdengar di ruangan. Kertas dan bahan ajar siswa memenuhi dinding kelas, menambah sesak anggota jemaat yang berimpitan dalam ruangan. 

Salah satu anggota jemaat perempuan, Amsi Sidauruk, merasa sedih karena tak bisa merayakan Paskah di gereja. Dia punya impian bisa beribadah di tempat yang layak dengan altar gereja seperti umat Katolik lain. Untuk bisa beribadah di gereja, dia harus datang ke Gereja Katolik Santa Maria Tak Bernoda di Rangkasbitung, gereja yang paling dekat dengan Labuan. Padahal umat Katolik Labuan harus menempuh jarak 65 kilometer atau dua jam perjalanan dari Labuan. 

Amsi dan anggota jemaat lain punya harapan memiliki gereja supaya bisa beribadah secara layak. Tapi keinginan mendirikan gereja di kabupaten yang punya julukan Kota Sejuta Santri, Seribu Ulama itu tak pernah terwujud hingga sekarang. 

Selain harus beribadah di ruangan yang sempit, umat Katolik Labuan kerap mendapat kiriman kotoran manusia dari orang tak dikenal. Orang-orang tersebut melemparkan kotoran itu ke lahan sekolah. 

Stefanus Hartoyo, anggota jemaat lain, menceritakan peristiwa demonstrasi penolakan pembangunan rumah singgah pastor pada 2012. Sebanyak 12 pengunjuk rasa yang mengenakan jubah putih mengangkat berbagai spanduk penolakan rumah singgah. Mereka mengira rumah singgah yang berjarak 5 kilometer dari sekolah itu sebagai gereja Katolik. Bagi demonstran tersebut, gereja Katolik tak boleh berdiri karena sudah ada gereja Kristen Protestan. Padahal gereja Katolik dan gereja Protestan tak sama. Umat Katolik tidak bisa beribadah di gereja Protestan.  

Selain memasang spanduk penolakan, sekelompok orang itu melontarkan ancaman dan sentimen kesukuan. Bunyinya: “Selama tanah itu milik suku Banten, maka tidak akan ada izin pembangunan gereja”. Mereka juga menyodorkan kertas berisi 50 tanda tangan yang mereka klaim sebagai pernyataan penolakan warga Labuan. “Rumah singgah kami dituding sebagai gereja gelap,” kata Toyo—panggilan akrab Stefanus Hartoyo. 

Sebelum ada penolakan, sejumlah orang yang mengaku berasal dari lembaga swadaya masyarakat mendatangi Toyo. Mereka meminta uang jasa keamanan supaya pembangunan rumah singgah lancar. Tapi Toyo dan umat Katolik Labuan menolak memberikannya. 

Menurut Toyo, rumah singgah itu ditujukan bagi para romo yang mendapat penugasan Paroki Rangkasbitung untuk memimpin ibadah di Stasi Labuan. Seorang warga Labuan yang melihat demonstrasi penolakan itu mengatakan sekelompok orang merusak bangunan setengah jadi tersebut dengan cara merobohkan sebagian bangunan. Mereka juga memprovokasi warga sekitar agar menolak rumah singgah itu. 

Kini bangunan yang berdiri pada lahan seluas 1 hektare itu hanya menyisakan fondasi batu bata berlumut yang ditumbuhi tanaman merambat. Rumah beratap terpal itu sekarang digunakan sebagai kandang bebek. Ketela pohon dan rumput tumbuh rindang di sekitarnya. 

Penatua Stasi Labuan, Herman, kecewa karena pemerintah daerah tidak membantu memfasilitasi pendirian gereja umat Katolik Labuan. Padahal jemaat hanya menginginkan gereja yang nyaman dan aman untuk beribadah yang dijamin Undang-Undang Dasar 1945. Peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang pendirian rumah ibadah pada 2006 menyulitkan pendirian gereja kelompok minoritas beragama. 

Suasana persiapan Misa Kamis Putih di gedung Sekolah Dasar Mardi Yuana, Kecamatan Labuan, Pandeglang, Banten, 28 Maret 2024. Dokumentasi umat Katolik Labuan

Aturan itu mensyaratkan pengumpulan 90 kartu tanda penduduk anggota jemaat dan 60 KTP warga non-jemaat di sekitar calon rumah ibadah. Belakangan, muncul Peraturan Presiden tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama yang mempertahankan syarat seperti aturan sebelumnya. Syarat itu kerap menjegal permohonan pendirian tempat ibadah. “Kami hanya ingin hidup setara seperti umat lain,” ucap Herman. 

Sejumlah penganut Kristen Protestan di Kecamatan Balaraja, Tangerang, Banten, juga terancam tak bisa menggelar ritual Paskah. Sekelompok orang membubarkan kebaktian di sebuah rumah dengan alasan tidak berizin pada 18 Maret 2024. Di hadapan polisi dan warga, seorang perempuan membaca surat pernyataan yang berisi tidak akan menggelar ibadah atau kebaktian. Video peristiwa itu viral di media sosial. Tempo berupaya mewawancarai pemilik rumah dan anggota jemaat yang menggelar kebaktian itu. Tapi mereka bergeming. 

Banten masuk daftar Setara Institute sebagai daerah yang intoleran. Survei lembaga tersebut yang bertajuk Indeks Kota Toleran 2022 menempatkan Cilegon, Banten, sebagai kota paling intoleran se-Indonesia. Cilegon tidak memiliki gereja sama sekali. Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan menyebutkan daerah intoleran punya persoalan serius dalam kepemimpinan untuk membangun ekosistem toleransi. Kepemimpinan politik, birokrasi, dan sosial tidak berjalan dengan baik. 

Pelaksana tugas Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, Statistik, dan Persandian Banten, Nana Suryana, tidak merespons permintaan konfirmasi dari Tempo ihwal serangkaian peristiwa intoleransi di Banten. 

•••

SITUASI kebebasan beragama dan berkeyakinan telah memasuki masa dua dasawarsa sejak Reformasi. Sejumlah kalangan yang terdiri atas akademikus, aktivis hak asasi manusia, dan penyintas serangan terhadap kebebasan beragama atau berkeyakinan terus berstrategi melakukan gerakan advokasi. Gerakan masyarakat sipil itu mengalami pasang-surut dari periode ke periode. 

Sekretariat Bersama Koalisi Advokasi Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan bersama Pusat Studi Agama dan Demokrasi Yayasan Paramadina serta Program Studi Agama dan Lintas Budaya Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menerbitkan buku yang membahas perjuangan 20 tahun advokasi kebebasan beragama atau berkeyakinan dan mendiskusikannya secara daring pada Jumat, 22 Maret 2024. Buku berjudul Mengelola Konflik, Memajukan Kebebasan Beragama: Ketegangan dalam Ragam Pendekatan Advokasi bagi Kelompok Terpinggirkan yang terbit pada Desember 2023 itu mengupas berbagai pendekatan advokasi, keberhasilan, dan tantangannya. 

Suasana ibadah Minggu Palma umat Katolik di halaman Sekolah Dasar Mardi Yuana, Kecamatan Labuan, Pandeglang, Banten, 24 Maret 2024. Dokumentasi umat Katolik Labuan

Direktur Indonesian Consortium for Religious Studies Zainal Abidin Bagir, salah satu penulis buku itu, menyatakan terdapat sejumlah persoalan kebebasan beragama dan berkeyakinan selama 20 tahun reformasi berjalan. Terdapat ambiguitas dalam penanganan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Selepas Reformasi, terdapat penguatan jaminan formal hak asasi manusia. Tonggak awal kebebasan beragama dan berkeyakinan beserta hak asasi manusia muncul saat amendemen UUD 1945 pada awal Reformasi. 

Tapi, di sisi lain, terdapat aturan-aturan lama yang memberangus kelompok minoritas. Zainal mencontohkan undang-undang tentang penodaan agama. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya pada Desember 2005 menetapkan pemimpin Tanah Suci Kerajaan Eden, Lia Aminuddin, sebagai tersangka kasus penodaan agama. Pada tahun yang sama, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah sesat. Dampaknya, terjadi insiden kekerasan yang menimpa jemaat Ahmadiyah di Parung, Bogor, Jawa Barat. 

Setahun kemudian, terbit peraturan bersama menteri tentang pendirian rumah ibadah. Imbasnya, terjadi penolakan pembangunan Gereja Kristen Indonesia atau GKI Yasmin dan Huria Kristen Batak Protestan atau HKBP Filadelfia di Bekasi, Jawa Barat. “Ada yudisialisasi konflik keagamaan atau menjadikan hukum sebagai alasan untuk menindak kelompok minoritas,” tutur Zainal. 

Pendukung kebebasan beragama dan berkeyakinan terus berkonsolidasi dalam aksi peringatan Hari Lahir Pancasila pada 2008 melalui Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Front Pembela Islam pada saat itu menyerang mereka menggunakan kekerasan dengan tuduhan membela Ahmadiyah. Setelah itu, muncul surat keputusan bersama tiga menteri tentang pembatasan Ahmadiyah. 

Suasana ibadah Minggu Palma umat Katolik di halaman Sekolah Dasar Mardi Yuana, Kecamatan Labuan, Pandeglang, Banten, 24 Maret 2024. Dokumentasi umat Katolik Labuan

Pada 2010, sejumlah organisasi penyokong kebebasan beragama dan berkeyakinan mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Penodaan Agama ke Mahkamah Konstitusi. Dua tahun kemudian, dilakukan uji materi yang kedua sebagai buntut kekerasan yang menyebabkan tewasnya penganut Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur. 

Selain membeberkan berbagai tantangan dan kasus kekerasan, Zainal menjelaskan sejumlah keberhasilan gerakan advokasi masyarakat sipil. Pada 2017, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan penghayat kepercayaan terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang mewajibkan pengisian kolom agama di kartu tanda penduduk. Melalui putusan itu, penghayat kepercayaan bisa mencantumkan kepercayaan mereka di kolom agama. Berbagai laporan riset tentang indeks kota toleran juga menjadi bagian dari strategi advokasi. 

Strategi advokasi gerakan terus berkembang dan tidak hanya berfokus pada aspek hukum. Ada yang menggunakan bahasa inklusi sosial yang berhubungan dengan isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Sebagian kalangan menggunakan strategi yang tidak konfrontatif dengan pemerintah. “Ada diversifikasi strategi,” ujar Zainal. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Paskah tanpa Altar Gereja".     

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus