Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Bebas Retas Akun Siluman

Akun Digembok men-doxing sejumlah orang tanpa tersentuh hukum. Pengelolanya diduga lebih dari satu orang.

29 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Akun Digembok mengklaim meretas media sosial sejumlah orang seperti Dokter Tirta.

  • Diajak bertemu di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum, pengelola akun Digembok tak datang.

  • Kasus pidana yang melibatkan akun Digembok tak pernah selesai.

PANGGILAN nomor asing dengan kode berbagai negara bertubi-tubi masuk ke telepon seluler Tirta Mandira Hudhi pada subuh, 30 Maret lalu. Tak lama, nomor layanan pelanggan Shoes and Care, toko miliknya, tiba-tiba mengirimkan pesan WhatsApp ke nomor pribadinya. Dokter sekaligus pengusaha itu kaget karena ponsel itu saban malam ditinggalkan di toko miliknya dan hanya dipakai saat jam operasional toko. Isi pesan tersebut adalah meminta Tirta berhenti menantang para buzzer. Sebelumnya, dalam tayangan langsung di Instagram, Tirta memang mengajak para pendengung politik berdebat.

Subuh itu, akun Facebook pribadi Tirta juga dikuasai seseorang yang mengaku bernama Digembok. Akun Instagram Tukutu Store miliknya pun diambil alih. Dalam tampilan muka Instagram ini tertera tulisan “Hacked by Digeeembok”. Peretas juga menambahkan dua unggahan gambar berisi logo Digembok.

Setelah tiga akunnya ini dikuasai pihak lain, Tirta membalas pesan WhatsApp di nomor layanan pelanggan Shoes and Care. Dia menyatakan akan berhenti berbicara politik dan berfokus pada edukasi di bidang kesehatan. Tak lama, sang peretas menghapus pesan-pesan WhatsApp yang sudah dia kirim. “Setelah itu, semua akun gue dikembalikan aksesnya,” kata Tirta kepada Tempo pada Sabtu, 29 Agustus lalu.

Sebelum populer karena mengklaim meretas dan menyebarkan skandal, Digembok dikenal sebagai pembuat meme atau ilustrasi bernada satire di Twitter. Dalam jejak postingan-nya, Digembok secara terbuka menyatakan diri sebagai pendukung Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sejak lima tahun lalu, Digembok membuat ratusan meme yang sebagian besar ditujukan kepada mereka yang dianggap terafiliasi dengan pihak yang tak pro-pemerintah.

Setelah menjadi produsen meme, dia juga beberapa kali melakukan doxing atau menyebarkan identitas dan memersekusi mereka yang berseberangan dengan pemerintah. Penyebaran identitas pribadi merupakan pelanggaran pidana dengan ancaman penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp 750 juta.

Pada 15 Januari 2018, akun Twitter Dina Rahmawati, seorang ibu rumah tangga, mendapat serangan dari pendukung Digembok. Dalam salah satu cuitannya, Digembok menampilkan foto beberapa orang bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan. Digembok melingkari foto seorang perempuan, menandainya sebagai Dina, dan menuduhnya sebagai administrator akun @SuaraAnies. Digembok menambahkan kalimat, “Nanti saya telepon dan terus main ke rumah.”

Merasa ancaman tersebut serius, Muki Ginanjar, suami Dina, menemui Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto sehari setelah serangan siber itu. Damar menyarankan Muki mengirimkan somasi kepada Digembok. Dibantu seseorang, Muki memperoleh nomor WhatsApp yang dia yakini sebagai pemilik akun Digembok. Dia mengirimkan surat somasi melalui pesan WhatsApp dan mengajak Digembok bertemu di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, pada Sabtu, 20 Januari 2018.

Dia meyakini surat somasi itu sudah dibaca Digembok karena ada tanda dua centang biru dalam pesan yang dia kirim. Pada hari yang ditentukan, pemilik akun Digembok tak datang. “Saya ingin mengklarifikasi tuduhan terhadap istri saya,” kata Muki pada Sabtu, 29 Agustus lalu.

Pada Desember 2019, jumlah pengikut Digembok di Twitter sudah mencapai 260 ribu akun. Saat penyelundupan motor Harley-Davidson di pesawat Garuda Indonesia terungkap, Digembok, kali ini dengan nama @digeeembok, mencuitkan dugaan skandal yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara. Dalam kicauannya, Digembok mengungkapkan sejumlah petinggi Garuda kerap memanfaatkan pramugari. Akun itu juga menyinggung kebijakan Ari seperti melarang awak kabin terbang atau memecat karyawan tanpa alasan jelas.

Saat kasus penyelundupan menyeruak, seorang aparat penegak hukum sempat bertemu dengan dua orang yang mengaku sebagai admin Digembok di sebuah lokasi di Jakarta. Mereka sempat bertukar informasi mengenai penyelundupan di perusahaan negara tersebut. Penegak hukum itu mengatakan akun Digembok dilindungi institusi negara yang sangat kuat.

Buntut dari ribut di Garuda, seorang awak kabin bernama Siwi Widi Purwanti melaporkan akun @digeeembok ke Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 28 Desember 2019 atas dugaan pencemaran nama. Laporan ini ditangani Direktorat Kriminal Khusus. Heri Akhyar, mantan Direktur Garuda, juga melaporkan akun Digembok ke Kepolisian Resor Kota Bandar Udara Soekarno-Hatta. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandara Komisaris Alexander mengatakan kasus ini sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus, pada 12 Maret lalu mengatakan gelar perkara kasus Siwi Widi telah rampung dan masuk tahap penyidikan. Dimintai konfirmasi lagi, Yusri meminta Tempo menanyakan perkembangan perkara ini ke Direktur Kriminal Khusus Komisaris Besar Roma Hutajulu. Namun Roma meminta perkembangan kasus ini ditanyakan ke juru bicara Polda. Kuasa hukum Siwi Widi, Elza Syarief, mengatakan kliennya sudah mencabut laporan ini. “Kasusnya sudah selesai,” kata Elza.

Jejak Digembok juga terlacak dalam kasus penangkapan buron kasus hak tagih Bank Bali, Joko Tjandra. Pada pertengahan Juli lalu, Digembok membagikan tangkapan layar percakapan yang diduga berasal dari tampilan layar milik pengacara Joko, Anita Kolopaking. Isinya soal permintaan fee kepada Joko Tjandra. Pada 16 Juli lalu, Anita melaporkan akun Digembok ke Markas Besar Kepolisian RI.

Seorang pegiat teknologi informasi mengatakan salinan percakapan Anita Kolopaking dengan lawan bicaranya bukan hasil penyadapan. Seharusnya hasil penyadapan berbentuk teks, bukan gambar seperti screenshot atau tangkapan layar. “Patut diduga, ada yang memberikan akses kepada Digembok untuk mengkopi screenshot layar ponsel Anita,” ujar sumber itu. Dua pejabat Markas Besar Kepolisian RI mengatakan Direktorat Cyber Crime Badan Reserse Kriminal Polri telah mengidentifikasi, setidaknya ada tiga orang yang berada di balik akun Digembok.

Di luar peretasan akun, Digembok juga secara terbuka mengakui bahwa dialah yang meretas situs Tempo.co pada Jumat, 21 Agustus lalu. Tempo telah melaporkan peretasan ini ke Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya didampingi Lembaga Bantuan Hukum Pers. Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan penyelesaian atas peretasan ini sebenarnya bukan perkara sulit. “Karena bisa di-tracking aktivitasnya, ada juga beberapa pengakuan,” ujar Ade.

WAYAN AGUS PURNOMO, JULNIS FIRMANSYAH, YUSUF MANURUNG, ANDITA RAHMA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus