Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bandung Mawardi*
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TULISAN panjang di Republika (27 Juli 2020) berjudul “Klan Politik Kembali Ramaikan Pilkada” berisi tanggapan atas keputusan partai politik memberikan restu kepada tokoh-tokoh yang ingin meraih sukses dalam pemilihan kepala daerah 2020. Kita terbiasa mengartikan masalah politik dan keluarga dengan sebutan politik dinasti. Tulisan di Republika itu tak menggunakan istilah politik dinasti. Kita kutip dari tulisan itu: “Kemunculan kekerabatan politik dalam peta politik Indonesia tampaknya sulit untuk dibendung.” Sebutan politik kekerabatan juga tak dicantumkan dalam tulisan itu.
Kita berganti mengutip Koran Tempo, 27 Juli 2020: “Politik dinasti selalu ada dalam perhelatan pemilihan kepala daerah. Dengan niat melanggengkan kekuasaan, politikus di daerah dan pusat memasukkan sanak-famili dalam kancah pemilihan.” Sebutan politik dinasti memang sering digunakan dalam obrolan atau berita.
Editorial di Tribun Jateng, 27 Juli 2020, memuat keterangan: “Apa pun sebutannya, mau politik dinasti, politik kekeluargaan, dan sebagainya adalah sah. Mereka yang maju punya hak konstitusional dipilih dan memilih.” Sebutan politik kekeluargaan itu aneh. Mengapa tak ditulis politik keluarga? Haris Zaky Mubarak (2020) menganggap politik dinasti dan politik keluarga itu sama: “Politik keluarga atau yang populer dalam istilah politik Indonesia sebagai politik dinasti mengisyaratkan kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih memiliki hubungan keluarga.” Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2018), keluarga berarti “ibu dan bapak beserta anak-anaknya; seisi rumah”. Keluarga juga berarti “satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam keluarga.” Kekeluargaan diartikan sebagai “perihal (yang bersifat, berciri) keluarga.”
Kita baca, dalam pengertian keluarga ada kekerabatan. Di Kompas, 23 Juli 2020, pembaca menemukan sebutan yang berbeda. Judul beritanya adalah “Pilkada Jadi Musim Semi Politik Kekerabatan”. Sebutan politik kekerabatan dan politik dinasti digunakan bergantian. Kita juga menemukan “klan politik”. Di tulisan itu, ada kalimat yang pantas dikutip: “Setiap klan politik berlomba-lomba menempatkan calon mereka dalam kontestasi politik.”
Pembaca koran-koran mulai mengerti usaha para wartawan dan penulis artikel dalam memilih sebutan untuk menjelaskan situasi politik mutakhir. Kita mencatat empat diksi penting: dinasti, keluarga, kerabat, dan klan. Semua sudah memiliki pengertian dalam kamus-kamus bahasa Indonesia. Kita bisa menganggap itu masalah rumit sebelum pelaksanaan pemilihan kepala daerah 2020.
Diksi dinasti mungkin sudah diakrabi dalam masalah politik sebelum pembuatan sebutan politik keluarga atau politik kekerabatan. Kamus Istilah Politik (1985) terbitan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa memuat entri dinasti. Diksi ini berasal dari bahasa Inggris. Dinasti berarti “silsilah keluarga penguasa yang dipegang terus oleh keturunannya; kebanyakan bentuk kekuasaan dari suatu dinasti berwujud kerajaan atau kekaisaran”. Pengertian itu tak cocok dengan sistem demokrasi di Indonesia. Kita mulai ragu terhadap sebutan politik dinasti. Sebutan yang tepat untuk Indonesia mungkin politik keluarga atau politik kekerabatan.
Kita membuat pertimbangan lagi dengan membuka Kamus Sinonim Bahasa Indonesia (1988) susunan Harimurti Kridalaksana. Dinasti memiliki sinonim wangsa, keturunan, dan keluarga. Politik dinasti berarti terbatas bila mengacu pada wangsa atau keturunan. Entri keluarga mendapat keterangan: “anak istri, batih, seisi rumah, famili, kelamin, rumah tangga, dinasti, kaum, kerabat, sanak saudara, wangsa”. Kita bakal sulit menetapkan pengertian resmi dalam istilah politik keluarga. Kita membaca sinonim kerabat: “keluarga, sanak saudara, famili, karib-bait, kaum”. Kita makin bingung bila mau menganggap politik kekerabatan itu lebih tepat ketimbang politik dinasti atau politik keluarga.
Berita dan obrolan politik sudah sering memilih sebutan politik dinasti. Tapi Kamus Besar Bahasa Indonesia (2018) belum bisa menjadi sumber mencari jawaban. Dinasti cuma diartikan “keturunan raja-raja yang memerintah, semuanya berasal dari satu keluarga”. Pengertian itu justru membuat pengertian politik dinasti makin meragukan bila kita mengartikan pemilihan kepala daerah 2020 sebagai bukti penerapan demokrasi.
*) Kuncen Bilik Literasi; penulis buku Pengisah dan Pengasih (2019), Dahulu: Mereka dan Puisi (2020), Pengutip(an) (2020), Terbit dan Telat (2020)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo