Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ketua KPK Firli Bahuri berbeda pendapat dengan anak buahnya dalam kasus korupsi Formula E.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango berbeda pendapat dengan Firli.
Firli diduga meminta kasus Formula E naik ke tahap penyidikan meski tanpa tersangka.
BERLANGSUNG hampir delapan jam, rapat gelar perkara korupsi Formula E kembali gagal membuat keputusan pada Senin, 27 Maret lalu. Lima pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi berbeda pandangan dengan para pegawai KPK yang hadir. ”Pendapat saya tak sama dengan sejumlah pemimpin,” kata Brigadir Jenderal Endar Priantoro pada Kamis, 6 April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat itu Endar masih menjabat Direktur Penyelidikan KPK. Rapat yang kerap disebut dengan "forum ekspose perkara" itu dipimpin Ketua KPK Firli Bahuri. Empat wakilnya, Alexander Marwata, Johanis Tanak, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango, yang hadir bergantian menyampaikan pandangan mengenai pengusutan balapan mobil elektronik di Jakarta itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah Deputi Penindakan dan Eksekusi saat itu, Inspektur Jenderal Karyoto; Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu; pelaksana tugas Direktur Penuntutan, Asri Irwan; dan sejumlah kepala satuan tugas menyampaikan pendapat, para peserta rapat tetap tak bersepakat menaikkan pengusutan Formula E ke tahap penyidikan. Tak ada tersangka yang dituduh terlibat korupsi penyelenggaraan Formula E.
Brigjen Pol. Endar Priantoro, di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 4 April 2023/Tempo/Imam Sukamto
Baca: Rem Blong Formula E
Pandangan peserta rapat terbelah. Firli meminta bawahannya segera menaikkan penyelidikan Formula E ke tahap penyidikan meski belum ada tersangka. Alexander dan Johanis sependapat dengan Firli. Sementara itu, Nurul Ghufron dan Nawawi berada di kubu yang menolak. Endar mendukung pandangan Nurul.
Materi pembahasan forum ekspose itu nyaris sama dengan gelar perkara sebelumnya. Mereka membahas dugaan pelanggaran pengelolaan anggaran balapan Formula Electric Championship di Ancol, Jakarta Utara, pada 4 Juni 2022.
Dalam penyelidikan KPK, Gubernur DKI Jakarta ketika itu, Anies Rasyid Baswedan, ditengarai memberi kuasa kepada Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Ahmad Firdaus meminjam uang sebesar Rp 180 miliar kepada Bank DKI untuk pembayaran commitment fee. Peminjaman uang dilakukan karena anggaran pemerintah untuk balapan itu masih dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta.
KPK sudah memeriksa Anies pada September 2022. Gubernur Jakarta itu mengatakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak menemukan penyimpangan dalam event internasional tersebut. "BPK sudah tiga kali mengaudit pada 2020-2022 dan menyatakan wajar tanpa pengecualian," katanya.
Endar menolak pendapat Firli lantaran tim penyelidik belum menemukan unsur pidana dalam kasus tersebut. Artinya, menaikkan perkara itu ke tahap penyidikan bisa berisiko hukum. “Tim kami belum mengantongi bukti petunjuk yang sempurna,” ujarnya.
Endar tak bersedia menyebutkan celah materi penyidikan. Di forum ekspose, pendapat Endar sejalan dengan pandangan Karyoto dan sejumlah kepala satuan tugas yang hadir.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri tak menampik kabar mengenai adanya perbedaan pandangan dalam forum gelar perkara itu. Menurut dia, perbedaan pendapat merupakan hal biasa di KPK. Sekalipun berbeda pendapat, dia menerangkan, keputusan dalam forum gelar perkara mengedepankan prinsip kolektif kolegial pimpinan KPK. “Memangnya di KPK sejak berdiri sampai hari ini selalu satu pikiran semua?” ucapnya.
Toh, buntut perbedaan pendapat dalam gelar perkara dengan anak buahnya itu membuat Firli Bahuri menyurati Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 11 November 2022. Ia meminta Jenderal Sigit memanggil Karyoto dan Endar ke institusi asal mereka, yakni Polri. Firli beralasan Karyoto dan Endar layak mendapat promosi.
Jenderal Sigit tak sepenuhnya mengabulkan permintaan Firli. Ia membalas surat itu pada Rabu, 29 Maret lalu, dengan menyatakan Endar tetap bertugas di KPK. Tapi, pada hari yang sama, Sigit menerbitkan telegram yang isinya mengangkat Karyoto sebagai Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.
Karyoto menggantikan Inspektur Jenderal Muhammad Fadil Imran yang dipromosikan menjadi Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri. Karyoto tak merespons permintaan wawancara Tempo hingga Sabtu, 8 April lalu, untuk menjelaskan perbedaan pendapatnya dengan Firli dan pengangkatannya menjadi Kepala Polda Metro Jaya.
Firli Bahuri juga tak menjawab permintaan wawancara Tempo. Dihubungi lewat WhatsApp, Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango tak menjawab ketika ditanya tentang perbedaan pendapat dalam kasus Formula E.
Beberapa sumber internal KPK menyebutkan perbedaan pendapat pimpinan KPK dan para deputi serta direktur dalam menangani dugaan pelanggaran anggaran Formula E sudah lama terjadi. Sejak kasus itu bergulir menjelang akhir 2022, KPK sedikitnya sepuluh kali mengadakan gelar perkara.
Mantan Direktur Penuntutan KPK, Fitroh Rohcahyanto, mengaku berada di satu barisan dengan Endar dan Karyoto ketika masih berdinas di KPK. “Bukannya tidak setuju naik ke penyidikan, tapi penanganan perkara itu banyak celahnya," katanya.
Fitroh menganggap sikap Firli tak sesuai dengan prosedur beracara di KPK. Ia mengatakan peningkatan status sebuah perkara ke tahap penyidikan mengharuskan KPK menetapkan tersangka.
Prosedur itu berbeda dengan mekanisme penerbitan surat perintah dimulainya penyidikan di kepolisian dan kejaksaan. Kedua lembaga tersebut bisa menaikkan perkara ke tahap penyidikan meski tanpa tersangka. “Sekalipun ada revisi Undang-Undang KPK, pasal 44 yang mengatur soal itu tidak berubah,” tutur Fitroh. Pasal 44 berisi setiap perkara korupsi harus ditetapkan berdasarkan dua alat bukti yang mencukupi.
Tak kurang akal, untuk menyiasati celah pasal 44 itu, Firli mengusulkan anak buahnya menerbitkan laporan kejadian tindak pidana korupsi (LKTPK). Dokumen LKTPK merupakan “surat sakti” yang bisa digunakan penyidik untuk menggeledah, menyita, dan menyadap atas restu Dewan Pengawas KPK.
Fitroh beranggapan penerbitan LKTPK sebelum memastikan dugaan pelanggaran pidana terhadap seseorang berpotensi menimbulkan masalah hukum. “Bisa jadi materi gugatan praperadilan.”
Gagal meyakinkan forum ekspose, sebagian pemimpin KPK meminta Karyoto, Endar, dan Fitroh mengadakan rapat bersama anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Nyoman Adhi Suryadnyana. Rapat yang turut dihadiri Firli itu digelar di kantor pusat BPK di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Februari lalu.
Deputi Bidang Penindakan KPK Karyoto, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 25 Mei 2021.
Di depan Nyoman Adhi, mereka memaparkan konstruksi perkara kasus Formula E. Endar dan Fitroh membenarkan adanya pertemuan itu. Menurut Fitroh, rapat berlangsung tegang. Untuk menengahi ketegangan, ia mengusulkan BPK membuat audit investigatif. “Beda pandangan memang biasa, tapi yang ini agak ekstra,” ujarnya.
Pada Februari lalu, Fitroh mundur dari KPK. Di berbagai kesempatan, pimpinan KPK membantah dugaan bahwa Fitroh mundur dari KPK karena adanya konflik internal soal pengusutan Formula E.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan lembaganya belum meminta audit investigatif BPK. Menurut dia, tim KPK hanya memaparkan temuan agar BPK mengetahui konstruksi kasus tersebut. “Supaya BPK mengetahui duduk masalah dan mempelajari dokumen jika menggelar audit,” katanya.
Ketika dimintai konfirmasi ihwal pertemuan itu, Nyoman Adhi mengaku belum mengetahui tindak lanjut penanganan perkara Formula E ataupun proses auditnya. “Belum ada kabar lebih lanjut yang kami terima,” tuturnya. Avit Hidayat
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo