Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penerapan bahan bakar minyak (BBM) Biosolar campuran B40 dapat menghemat devisa negara hingga Rp404,32 triliun, yang biasanya digunakan untuk membeli solar impor.
"Kesiapan (BBM) B40 sih sudah karena kita sekarang (BBM) B35. Biodiesel ini memanfaatkan 54,52 juta kiloliter dan mengurangi impor solar. Devisa yang diselamatkan adalah Rp404,32 triliun," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat menyampaikan sambutan dalam Green Initiative Conference 2024, di Jakarta, Selasa.
Untuk jenis B35 yang sudah diterapkan, Pemerintah mencatat saat ini telah mengalokasikan biodiesel tersebut sebesar 13,4 juta kiloliter. B40 direncanakan bakal menggantikan B35 mulai 2025. B40 merupakan BBM dengan campuran bahan bakar komposisi 40 persen minyak kelapa sawit dan 60 persen solar.
Airlangga memaparkan, selama tahun 2018-2024, volume biodiesel yang tersalurkan sebesar 63,04 juta kiloliter.
Program tersebut, dapat membantu memenuhi komitmen Pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 538 juta ton CO2 dari sektor energi, atau sebesar 12,5 persen dari skenario business as usual (BAU) pada 2030.
Penerapan B40, menurut Airlangga, mampu mempercepat transisi energi Indonesia untuk mencapai emisi nol karbon atau net zero emission (NZE). Ia juga menilai Indonesia sudah siap untuk menerapkan biodiesel B40 tahun depan.
"Kesiapan (BBM) B40 sih sudah siap, karena kita sekarang (BBM) B35," katanya.
Pemberlakuan B40 akan menyedot banyak penggunaan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebagai bahan dasar untuk BBM tersebut. Namun, ia memastikan bahwa pasokan CPO akan tetap mencukupi untuk kebutuhan B40.
"Cukup, (CPO) cukup. Sekarang kan (sudah biodiesel) B35," ujar Airlangga.
Guna mencukupi pasokan kebutuhan dalam negeri, Indonesia mengeluarkan kebijakan pembatasan ekspor CPO. Hal ini berimbas pada harga minyak sawit CPO di pasar global yang mulai naik.
Akan Terjadi Deforestasi
Untuk merealisasikan janji kampanye Prabowo-Gibran tersebut, pemerintah memerlukan CPO sebanyak 19,32 juta hektare. Karena produksi dalam negeri 18,1 juta ton, maka tahun depan diperlukan tambahan 1,2 juta ton.
Koran Tempo edisi 2 Mei 2024 menulis, untuk menambah produksi pemerintah diperkirakan akan mengeluarkan izin pembukaan kebun sawit baru yang artinya sama dengan izin pembukaan hutan atau deforestasi.
Yayasan Auriga Nusantara, LSM lingkungan hidup, menyatakan jika target B50 dilaksanakan, maka diperlukan pasikan CPO 20,6 juta ton. “Jika menerapkan B50 mulai 2025 hingga 2042, kebutuhan perluasan kebun sawit mencapai 5,3 juta hektare.
Pembukaan hutan itu setara dengan penghilangan 342,5 juta setara CO2. Jumlah itu hampir setara dengan target pemerintah menurunkan emisi di sektor energi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor Perjanjian Uni Eropa-Indonesia Tak Kunjung Beres, Zulhas Sebut Nama Prabowo untuk Menekan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini