Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tokoh PDI Perjuangan ditengarai ikut proyek BTS 4G Kementerian Kominfo.
Anggaran terbesar proyek BTS terdapat di pengadaan panel surya dan baterai.
Uang proyek diduga mengalir ke partai politik.
TIGA jam sebelum Kejaksaan Agung mengumumkan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate sebagai tersangka korupsi menara base transceiver station (BTS) 4G, anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Achsanul Qosasi, menerima tamu utusan Istana Negara. Dia adalah Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keduanya berbincang banyak hal di ruang kerja Achsanul, lantai 8 gedung BPK, Jakarta Selatan. Di antaranya sistem belanja anggaran di Kementerian Sekretariat Negara. Di pengujung pertemuan, mereka membahas kasus korupsi proyek BTS. Pada 2022, tim Achsanul yang mengaudit proyek senilai Rp 10 triliun tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pertemuan empat mata itu, Pratikno menanyakan pihak lain yang ditengarai menikmati bancakan proyek BTS. Salah seorang di antaranya Hapsoro Sukmonohadi atau biasa disapa Happy Hapsoro, suami Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Puan Maharani.
Achsanul membenarkan bahwa ia bertemu dengan Pratikno. Ia mengakui membahas proyek BTS Kementerian Kominfo dengan Pratikno. “Saya yang memulai membahas masalah itu,” kata Achsanul kepada Tempo, Rabu, 24 Mei lalu. Tapi ia membantah jika keduanya disebut menyinggung nama Happy.
Pratikno juga mengaku menemui Achsanul. Pertemuan itu sudah lama diagendakan. Namun ia mengklaim tak membicarakan kasus BTS, apalagi membahas peran pihak lain di proyek itu. “Pertemuan itu tak ada kaitan atau perintah apa pun dari Presiden,” ucapnya.
Sekitar pukul 13.00 pada Rabu, 17 Mei lalu, Kejaksaan Agung menggelar konferensi pers. Menteri Johnny Plate dituduh terlibat korupsi BTS. Ia dituduh memperkaya orang lain dalam proyek tersebut. Johnny langsung ditahan.
Baca: Kisruh Proyek Internet Desa Kementerian Kominfo
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai NasDem itu “lolos” dalam pemeriksaan pertama pada 14 Februari lalu dan pemeriksaan kedua pada 15 Maret lalu. Ia ditahan pada pemeriksaan ketiga. “Terdapat cukup bukti yang bersangkutan terlibat korupsi,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi.
Johnny diduga menerima uang Rp 534 juta lewat adik kandungnya, Gregorius Plate. Penyidik juga menuduh Johnny meminta jatah Rp 500 juta tiap bulan kepada Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) untuk sejumlah staf Kementerian Komunikasi dan Informatika. Bakti adalah badan yang didirikan Kementerian Kominfo untuk mengkoordinasi proyek BTS. Pengakuan itu tertuang dalam berkas pemeriksaan Direktur Utama Bakti Kementerian Kominfo Anang Achmad Latif tertanggal 6 Maret 2022.
Kuntadi menjelaskan, Gregorius Plate sudah mengembalikan uang Rp 534 juta kepada Kejaksaan Agung. Penyidik yakin pemberian itu merupakan gratifikasi. Fulus tersebut tak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan Menteri Johnny Plate. “Artinya, besar kemungkinan uang itu ada kaitannya dengan jabatan dan peran Plate sebagai menteri,” tuturnya.
Sebelum menetapkan Johnny sebagai tersangka, Kejaksaan Agung sudah menjerat lima orang lain. Mereka adalah Anang Achmad Latif, Galumbang Menak Simanjuntak selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, dan Yohan Suryanto yang bekerja sebagai tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia.
Galumbang Menak Simanjuntak. Dok. Moratelindo.co.id
Dua tersangka lain adalah Direktur PT Huawei Tech Investment Mukti Ali dan komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan. Lima hari selepas penahanan Johnny, Kejaksaan Agung menahan orang kepercayaan Irwan Hermawan, Windy Purnama. Windy ditangkap pada Selasa, 23 Mei lalu, ketika mendarat di Bandar Udara Internasional Kulon Progo, Yogyakarta, dari luar negeri. Totalnya ada tujuh tersangka yang terseret perkara menara pemancar Internet ini.
Anang diduga berkomplot dengan Galumbang untuk memenangkan vendor tertentu dan menggelembungkan harga barang. Proyek yang berlangsung pada 2021-2024 itu rencananya akan mendirikan 7.094 menara di daerah terpencil di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Pada tahap pertama, akan dibangun 4.200 menara. Berbeda dengan proyek pemerintah pada umumnya, pemerintah lebih dulu menggelontorkan uang senilai Rp 10 triliun kepada perusahaan pemenang tender.
Anang dan Galumbang mengajak Yohan membuat kajian teknis dan persyaratan yang mendukung rencana proyek. Sementara itu, Mukti Ali berperan menyusun skenario tertentu saat pelaksanaan tender. Irwan dan Windy merupakan operator penyerahan uang kepada sejumlah pihak.
Dua orang yang mengetahui penelusuran perkara itu mengatakan ada uang yang mengalir ke berbagai pihak. Yang baru terungkap, nilainya mencapai Rp 120 miliar. Sebagian di antaranya mengalir ke kantong pejabat Kementerian Kominfo, lembaga audit, serta politikus. Mereka tak beroperasi sendirian. Ada orang lain yang memerintahkan Irwan dan Windy.
Pengacara Johnny dan Anang, Muhammad Ali Nurdin dan Kresna Hutauruk, tak merespons permintaan wawancara Tempo hingga Sabtu, 27 Mei lalu. Kuasa hukum Yohan, Benny Daga, membantah tudingan yang dialamatkan kepada kliennya. Menurut dia, kajian proyek tersebut memiliki dasar dan pertimbangan dari sisi akademik. “Klien saya tidak pernah keluar dari pakem keilmuan,” katanya.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Yusuf Ateh menilai proyek tersebut merugikan kas negara Rp 8,03 triliun. Hitungan kerugian berasal dari biaya penyusunan kajian pendukung, penggelembungan harga barang, serta pembayaran untuk menara pemancar yang belum terbangun. “Kami sudah memeriksa lapangan dan melibatkan tim ahli setelah mendapat permintaan dari Kejaksaan Agung pada 31 Oktober 2022,” ucapnya.
Pelaksana tugas Menteri Kominfo Muhammad Mahfud Md. menjelaskan, menara yang berdiri baru 1.112 unit. Padahal negara sudah melunasi pembayaran untuk 4.200 menara. Harga untuk setiap menara juga kemahalan. “Seharusnya per unit cuma sekitar Rp 1 miliar, tapi dialokasikan Rp 2,5 miliar,” ujarnya.
Plt Menkominfo Mahfud MD (tengah) didampingi Sekjen Kemenkominfo Mira Tayyiba (kiri) dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Hary Budiarto menyampaikan keterangan pers terkait perkembangan seleksi jabatan Dirut Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo 2023-2028 di Jakarta, 26 Mei 2023. Antara/Sigid Kurniawan
Alih-alih digunakan untuk membangun menara, anggaran proyek BTS ditengarai menjadi bancakan banyak pihak. Menteri Mahfud bahkan mendengar kabar uang proyek turut mengalir ke sejumlah partai politik. “Hal ini sudah saya laporkan kepada Presiden,” tuturnya.
Pengacara Galumbang dan Irwan Hermawan, Handika Honggowongso, justru mempertanyakan metode penghitungan BPKP. Menurut dia, jumlah tower yang telah dibangun lebih banyak dari data yang dihimpun BPKP. Apalagi medan yang ditempuh sangat sulit. “Di Papua, proyek itu terpaksa dihentikan karena para pekerja jadi sasaran teror kelompok bersenjata,” katanya.
Baca: Peran Johnny Plate di Perkara Korupsi BTS
•••
PEMERINTAH memandatkan proyek BTS 4G kepada Bakti. Lembaga ini merupakan badan layanan umum di bawah pengawasan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang lahir pada 2006. Selain mendapat suntikan anggaran negara, badan ini mengelola dana universal service obligation (USO) yang dihimpun dari semua perusahaan operator telekomunikasi.
Pemerintah memasukkan proyek BTS ke proyek strategis nasional. Nilainya membengkak dari Rp 5 triliun menjadi Rp 10 triliun pada tahun anggaran 2020-2021. Anggaran ini disetujui Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat yang bermitra dengan Kementerian Kominfo. Proyek menara Internet itu menyasar wilayah terpencil dan tertinggal, khususnya di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua
Menurut Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah, tambahan dana proyek BTS melalui Bakti menggunakan mekanisme pembahasan pemasukan negara bukan pajak lantaran di dalamnya ada dana USO. Dalam praktiknya, dia menerangkan, Kementerian Kominfo mengajukan usul pengelolaan anggaran itu kepada Kementerian Keuangan. “Kalau disetujui, maka bisa jalan,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Setahun berjalan, kejanggalan langsung muncul. Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan 2022 menyebutkan proyek BTS itu bermasalah sejak perencanaan hingga penentuan pemenang tender. Penentuan lokasi pun tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Sebagian menara diketahui berdiri di wilayah sepi penduduk. Ada pula yang berdekatan dengan menara operator lain. “Sehingga terjadi pemborosan,” ujar anggota BPK, Achsanul Qosasi. Laporan audit BPK menuliskan pemborosan anggaran proyek tersebut mencapai Rp 1,5 triliun.
Ada tujuh perusahaan yang ikut dalam proyek BTS. Mereka terbagi dalam tiga konsorsium yang menggarap lima paket pekerjaan. Kinerja mereka dianggap bermasalah. Huawei, misalnya, selaku anggota konsorsium, merahasiakan sejumlah dokumen kontrak dan tidak mencantumkan nama serta kontak penghubung lima kantor cabang mitra perusahaan.
Pembangunan BTS 4G Bakti Kominfo di Negeri Nalahia, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Januari 2023. Dok. Tempo
Country Public Relation and Editor-in-Chief Huawei Damar Harsanto tak bersedia menjelaskan peran perusahaannya dalam proyek tersebut. Ia mengarahkan permintaan wawancara Tempo kepada tim legal Huawei yang mengurusi perkara Mukti Ali, yang juga menjadi tersangka korupsi BTS. Tapi permintaan wawancara itu juga tak direspons.
Kontrak paket pertama yang ditandatangani pada 29 Januari 2021 dimenangi konsorsium PT Fiberhome Technologies Indonesia, PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia atau Telkominfra, PT Multi Trans Data, dan Bakti Kementerian Kominfo dengan nilai Rp 9,5 triliun. Adapun paket 3, 4, dan 5 dimenangi konsorsium perusahaan PT Aplikanusa Lintasarta, Huawei, PT Surya Energi Indotama, PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera, dan ZTE Indonesia. Konsorsium ini menyetujui kontrak pembangunan senilai Rp 18,8 triliun. Jumlah uang ini adalah nilai keseluruhan kontrak tahap pertama dan kedua.
PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera merupakan cicit perusahaan PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo). Galumbang Simanjuntak, lewat PT Gema Lintas Benua, memiliki saham di perusahaan Moratelindo bersama Smart Telecom dan PT Candrakarya Multikreasi. Smart Telecom adalah anak usaha Sinar Mas Group dan menjadi salah satu mitra bisnis ZTE di Indonesia. Teknologi pemancar ZTE ini digunakan sebagai salah satu komponen pengadaan dalam proyek menara BTS.
Direktur PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera Dido Pribadi tak menjawab permohonan wawancara yang diajukan lewat panggilan telepon. Corporate Communication Sinar Mas President Office Stephanie Halim menilai keterlibatan anak perusahaannya dalam proyek ini tak terkait dengan kebijakan manajemen.
Ia mengatakan masalah proyek berada di anak usaha Moratelindo. “Tidak relevan jika dikaitkan dengan Sinar Mas, sebab kami tidak ikut dalam tender tersebut,” tuturnya.
Setiap konsorsium menggandeng sejumlah perusahaan subkontraktor untuk pengadaan barang, seperti menara, alat penangkap sinyal, dan sumber tenaga listrik. Komponen biaya yang cukup besar tersedot untuk pengadaan baterai dan panel surya yang memakan sekitar 40 persen dari total pembangunan menara.
Nama Hapsoro Sukmonohadi alias Happy Hapsoro memang tak muncul dalam dokumen proyek BTS Kementerian Kominfo. Selama ini salah satu bisnis utama Happy adalah teknologi baterai dan panel surya. Ia pemilik saham mayoritas PT Basis Utama Prima. Akta perusahaan PT Basis Utama Prima mencantumkan Happy memiliki 75.924 lembar saham atau hampir 99 persen.
Hapsoro Sukmonohadi alias Happy, suami Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang fotonya tayang di berbagai media online. Tempo/ Gunawan Wicaksono
Selanjutnya, PT Basis Utama Prima menguasai saham di PT Sumber Energi Negeri. PT Sumber Energi kemudian memiliki saham di PT Energi Melayani Negeri. Di situs perusahaan, PT Energi Melayani bermitra dengan Huawei. Sementara Huawei tercatat sebagai salah satu anggota konsorsium proyek BTS.
Komisaris PT Energi Melayani Negeri adalah Muhammad Yusrizki. Ia sudah berulang kali dimintai keterangan oleh penyidik kasus korupsi BTS. Yusrizki merupakan Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Energi Terbarukan yang memiliki berbagai kongsi bisnis dengan Happy. Nama Yusrizki juga tercantum di akta perusahaan PT Sumber Energi Negeri dan PT Basis Utama Prima, perusahaan milik Happy.
Seseorang yang mengetahui penyidikan kasus korupsi BTS mengungkapkan ada peran pihak lain yang mengklaim dekat dengan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Pria yang identitasnya belum terungkap itu bertugas melobi tim konsultan untuk mengubah aturan spesifikasi barang proyek. Dengan aturan itu, semua anggota konsorsium harus menggunakan baterai dan panel surya buatan perusahaan yang menjadi kongsi bisnis Happy.
Hasto Kristiyanto membantah informasi tersebut. Ia menduga ada orang yang mencatut namanya. “Saya tidak pernah ikut-ikutan dalam proyek ini,” katanya.
Yusrizki tak kunjung merespons permintaan wawancara. Tempo juga berupaya menghubungi Happy lewat orang-orang terdekatnya, tapi tak berbalas. Kuasa hukum PDIP, Yanuar Wisesa, menampik tudingan Happy terlibat dalam proyek BTS 4G. “Tidak mungkin Mas Happy cawe-cawe,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Erwan Hermawan, Egi Adyatama, Fajar Pebrianto, dan Ihsan Reliubun berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kenduri Proyek Pemancar Internet"