Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan hakim cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024. Hakim dari berbagai wilayah di Indonesia berencana mengikuti aksi cuti ini, yang didorong oleh gerakan Solidaritas Hakim Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut juru bicara gerakan, Fauzan Arrasyid, hingga kini gaji dan tunjangan hakim belum sebanding dengan beban kerja dan risiko yang mereka hadapi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Gaji pokok hakim saat ini masih disamakan dengan gaji pegawai negeri sipil biasa. Padahal, tanggung jawab seorang hakim jauh lebih besar,” ujar Fauzan, pada Kamis, 26 September 2024.
Fauzan menjelaskan bahwa tunjangan jabatan hakim belum mengalami peningkatan atau penyesuaian selama 12 tahun terakhir, meskipun tingkat inflasi terus meningkat dari 2012 hingga 2024.
Saat ini, aturan terkait gaji dan tunjangan hakim masih merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di bawah Mahkamah Agung.
Tanggapan pakar hukum tata negara
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari, menyatakan bahwa aksi cuti bersama oleh para hakim akan memberikan dampak yang signifikan. Menurut Feri, kesejahteraan merupakan faktor utama dalam menjamin independensi kekuasaan kehakiman.
“Mustahil hakim mampu merdeka untuk mewujudkan konsep kekuasaan kehakiman yang konstitusional itu jika kemudian kesejahteraannya tidak terjamin. Baik secara ekonomi, kesehatan, dan yang lain-lain. Jadi memang diperlukan dan merupakan salah satu syarat memastikan kekuasaan kehakiman dapat diwujudkan,” kata Feri pada Selasa, 1 Oktober 2024.
Masalah yang timbul dari gerakan cuti bersama hakim-hakim se-Indonesia ini diperkirakan akan membawa konsekuensi besar. Feri juga menekankan bahwa masyarakat yang mencari keadilan memerlukan kepastian hukum.
“Oleh karena itu, tentu perlu dicermati apa yang dilakukan rekan-rekan hakim. Saya pikir problematika terbesarnya adalah jaminan penyelenggara pemerintah dalam hal keuangan, terutama perihal-perihal kesejahteraan tersebut,” kata Feri.
Dukungan KY
Menurut KY, hakim merupakan representasi negara dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman, yang kewenangannya diberikan secara atributif oleh konstitusi. Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban untuk memenuhi hak keuangan dan fasilitas hakim sebagai bagian dari upaya menjaga independensi hakim. “KY bersama Mahkamah Agung berkomitmen untuk terus mengupayakan agar tujuan tersebut bisa tercapai,” kata Mukti.
Terkait rencana cuti bersama, KY berharap para hakim dapat menyikapinya dengan bijaksana agar aspirasi mereka dapat tersampaikan dengan baik. “Serta kepentingan penyelenggaraan peradilan dan pencari keadilan tidak terganggu,” ujar Mukti.
Wakil Ketua DPR: Sampaikan aspirasi tanpa aksi-aksi seperti itu
Berbeda dengan pandangan KY, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, tidak setuju dengan aksi cuti bersama yang dilakukan oleh para hakim. Menurut Dasco, para hakim tidak perlu melakukan aksi tersebut untuk memprotes kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan mereka.
Dasco menilai bahwa para hakim bisa menempuh cara-cara lain untuk menyampaikan aspirasi, tanpa harus “mogok” kerja secara serentak.
“Sebaiknya hakim menyampaikan aspirasi tanpa harus melakukan aksi-aksi seperti itu. Setahu saya bahwa Ketua Komisi Yudisial (KY) itu juga sudah bertemu dengan calon presiden terpilih pada Pemilu 2024 Prabowo Subianto dalam rangka kesejahteraan hakim,” ujar Dasco di Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 30 September 2024, dikutip dari Antara.
Dasco juga menyatakan bahwa terkait masalah kesejahteraan hakim, beberapa usulan akan diupayakan untuk direalisasikan oleh pemerintahan yang akan datang. “Sudah menyampaikan beberapa usulan, insyaallah nanti direalisasikan pada saat pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan datang,” sambungnya.
SUKMA KANTHI NURANI | RACHEL FARADIBHA REGAR | HAURA HAMIDAH | ANTARA