Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Film bertema mata-mata Narco-Saints masuk daftar 10 film paling banyak ditonton di Netflix.
Cerita Narco-Saints diangkat dari kisah nyata raja obat bius asal Korea Selatan yang tinggal di Suriname.
Pemerintah Suriname merasa nama baiknya dirugikan oleh Narco-Saints dan mempertimbangkan langkah hukum.
BANYAK film Korea Selatan datang dengan tema romantika cinta dan laga, yang ini sedikit berbeda: film mata-mata. Setidaknya ada dua film Korea jenis ini yang bisa dinikmati di Netflix, yakni Narco-Saints yang dirilis pada 9 September 2022 dan The Spy Gone North yang keluar empat tahun sebelumnya. Narco-Saints mendapat sambutan meriah. Film enam seri itu masuk daftar sepuluh film paling banyak ditonton sampai pekan ketiga penayangan dan mendapat skor 7,4 di situs pemeringkat film IMDB.
Kehadiran dua film ini tidak biasa karena menawarkan topik yang selama ini sangat jarang disajikan oleh film Asia. Sineas di kawasan ini, seperti koleganya di Barat, banyak menyuguhkan film laga, drama, dan horor, tapi tidak demikian dengan tema tentang dunia telik sandi. Film bertema mata-mata, baik fiksi maupun berdasarkan kisah nyata, selama ini seperti dimonopoli sineas Barat.
Sangat banyak film spy dari Barat. Ada yang murni fiksi dan biasanya diangkat dari novel, ada pula yang berbasis atau terinspirasi kisah nyata yang sering kali sebelumnya sudah menjadi buku. Film mata-mata yang masuk kategori kedua yang masih bisa disaksikan di Netflix antara lain Argo (2012), The Angel (2018), The Spy (2019), dan The Red Sea Diving Resort (2019).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aktor dalam film Spy Gone North Hwang Jung-min, Lee Sung-min, dan Ju Ji-hoon, di Festival Film Cannes, 2018/REUTERS/Regis Duvignau
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Argo disutradarai aktor Ben Affleck. Film berdurasi dua jam ini berkisah tentang upaya Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) mengeluarkan enam pegawai Kedutaan Besar Amerika dari Iran. Mereka lolos dari penyanderaan saat kelompok milisi menyerbu kedutaan pada 4 November 1979, yang menyebabkan 52 pegawainya disandera dan baru dilepas 444 hari kemudian.
The Spy karya Gideon Raff. Film enam seri itu berkisah tentang kehidupan Eli Cohen, agen top badan intelijen Israel, Mossad, yang bisa menyusup ke komunitas elite Suriah sebelum akhirnya identitas rahasianya terbongkar. Cohen lantas dihukum gantung. Sampai tahun lalu pemerintah Israel masih berusaha agar jasad agennya itu dikembalikan Suriah, tapi pemulangannya tak kunjung terjadi.
The Red Sea juga dibuat oleh Gideon Raff. Film 2 jam 9 menit ini menceritakan operasi rahasia Mossad untuk menyelamatkan pengungsi Yahudi Etiopia di Sudan ke Israel. The Angel disutradarai Ariel Vromen. Film 1 jam 54 menit itu menjadi kisah fiksi Ashraf Marwan, pejabat tinggi Mesir yang bekerja untuk Israel, meski ada juga yang menyebutnya sebagai agen ganda.
Seperti halnya Argo dan film mata-mata lain, Narco-Saints, yang di IMDB memakai judul The Accidental Narco, diangkat dari kisah nyata. Film buatan Yoon Jong-bin and Kwon Sung-hui ini dibintangi aktor-aktor Korea ternama. Inspirasinya didapatkan dari kehidupan raja obat bius asal Korea Selatan, Jo Bong-haeing, yang berbasis di Suriname. Dia menggunakan orang-orang keturunan Korea untuk menyelundupkan narkotik dari negara-negara Amerika Selatan ke Eropa.
Yoon Jong-bin mengatakan cerita ini rencananya dibuat dalam bentuk film dua jam sebelum akhirnya menjadi serial. “Saat pertama kali mendengar ceritanya, saya pikir itu sangat menarik. Tapi, ketika saya mendapatkan naskah untuk film itu, banyak yang hilang, seperti hal-hal yang menarik minat saya pada awalnya. Sepertinya sulit menangkap seluruh cerita dalam waktu dua jam," katanya dalam konferensi pers serial tersebut seperti dilansir Korea Times, Kamis, 8 September lalu.
Adegan dalam film Narco-Saints.
Ha Jung-woo, salah satu aktor dalam film ini, mengatakan film dengan cerita berdasarkan kehidupan nyata ini memiliki energi yang sangat besar. "Seorang Korea pergi ke negara kecil di Amerika Selatan dan menjadi penyelundup narkotik, itu sendiri terasa seperti sebuah film," tuturnya. Ia mengikuti pembuatan film dari awal. "Karena ceritanya sangat kuat, saya tahu itu akan dibuat menjadi (serial) kapan-kapan."
Menurut The Times, tidak banyak yang diketahui ihwal tahun-tahun awal kehidupan Jo Bong-haeing. Pada 1994 dia meninggalkan Korea Selatan karena dicari atas tuduhan penipuan. Dia diyakini bertanggung jawab atas penyelundupan sekitar 48,5 kilogram kokain ke berbagai negara di Eropa antara 2004 dan 2005. Nilai paketnya minimal sekitar US$ 140 juta.
Pada 2009, Jo ditahan pihak berwenang Brasil dan dideportasi ke Korea Selatan. Pada 2011, ia didakwa atas tuduhan menyelundupkan kokain dari Amerika Selatan ke Eropa menggunakan orang-orang dari Korea sebagai kurirnya dan dihukum 10 tahun penjara. Setelah itu, keberadaannya menjadi misteri. Financial News, harian Korea Selatan, melaporkan bahwa ia dikabarkan telah kembali ke Suriname sesudah dibebaskan dari penjara.
Dalam film Narco-Saints, kisahnya bermula dari kehidupan pengusaha Korea Selatan, Kang In-gu (diperankan oleh Ha Jung-woo), yang jatuh-bangun secara ekonomi. Atas saran dari kawannya, ia lantas melakukan perjalanan ke Suriname, negara kecil di Amerika Selatan, untuk memulai bisnis perdagangan ikan pari yang diprediksi menjanjikan.
Film ini dibuka dengan monolog singkat tentang Suriname, yang di dalam peta ditunjukkan berada di atas Brasil dengan populasi ditaksir sekitar 500 ribu jiwa pada 2009. Populasinya pada 2022 sebanyak 618 ribu jiwa. Dalam narasinya dikatakan: "Ini adalah negara multiras, multibahasa. Masih terdapat banyak hutan dan setengah penduduknya terlibat perdagangan narkotik...."
Suatu hari, Kang In-gu diintimidasi mafia Cina setempat yang meminta bayaran rutin darinya. Sebagai pengusaha yang kerap berhadapan dengan situasi serupa, ia berusaha mendapat diskon, tapi tak berbuah hasil. Sebelumnya, masih dalam film itu, ia berhasil menegosiasikan upeti untuk tentara di negara tersebut yang memalaknya dengan uang bulanan.
Poster film Narco-Saints.
Kang tanpa sengaja bertemu dengan seorang pendeta Korea, Jeon Yo-hwan (diperankan oleh Hwang Jung-min), saat memenuhi permintaan istrinya yang mengingatkannya agar tidak lupa datang ke gereja Korea. Di luar dugaan, sang pendeta bersedia membantunya menghadapi mafia yang ingin memerasnya.
Bantuan itu rupanya tidak sepenuhnya gratis. Kang menyadarinya saat pasokan ikan parinya yang dikirim ke Korea tiba-tiba ditahan karena ditemukan narkotik di dalamnya. Belakangan diketahui bahwa narkotik itu milik sang pendeta yang ingin membuka jalur perdagangan barang haram tersebut ke Korea.
Narkotik di perut ikan pari itu membuatnya ditahan. Pertolongan datang dari seorang pejabat negaranya, Choi Chang-ho, yang ternyata agen badan intelijen Korea Selatan, yang diperankan Park Hae-soo. Ia dihadapkan pada pilihan tetap dipenjara karena narkotik atau membantu misi negaranya menangkap Jeon Yo-hwan. Kita sudah bisa menduga jawabannya. Ia juga meminta bayaran untuk pekerjaan ini.
Meski berkisah tentang kartel di Suriname, pengambilan gambarnya dilakukan di Republik Dominika dan Kepulauan Jeju, Korea Selatan. Pemotretan utama untuk iterasi perdana seri Korea Selatan dikabarkan dimulai pada April 2021, tapi tertunda tak lama karena pandemi Covid-19. Akhirnya syuting selesai pada Desember tahun yang sama.
Film ini, tulis Korea JoongAng Daily edisi 22 September lalu, laris manis seperti drama Korea lain. Serial ini ditonton selama 62,65 juta jam, diikuti serial televisi Amerika, Diary of a Gigolo, yang ditonton selama 34,4 juta jam. Film ini menempati peringkat ke-5 di tangga Netflix pada 5-11 September 2022 dan masuk Top 10 Global serial televisi non-Inggris pada 12-18 September 2022.
Bagaimana dengan The Spy Gone North? Film berdurasi 2 jam 17 menit ini juga dibikin oleh Yoon Jong-bin. Dirilis pada 8 Agustus 2018, film ini diangkat dari kisah nyata agen dinas rahasia Korea Selatan, Park Seok-young, yang menjalankan misi rahasia ke Korea Utara.
Poster film The Spy Gone North.
Dalam plot film itu, Park ditugasi badan intelijen Korea Selatan menyusup ke Korea Utara untuk memata-matai program nuklirnya pada pertengahan 1990-an. Park berhasil masuk ke lingkaran kekuasaan di negara tetangga itu, tapi menyadari bahwa ia dimanipulasi oleh politikus negaranya untuk kepentingan pemilihan umum.
Menurut The Straits Times edisi 5 September 2022, dalam kisah nyata, Park menyamar sebagai pengusaha Korea Selatan yang mengerjakan proyek kolaborasi dengan Korea Utara. Ia mendekati Lee Myung-woon, seorang pejabat tinggi Korea Utara yang berbasis di Beijing. Upayanya berhasil. Ia mendapatkan kepercayaan dari penguasa Korea Utara.
Park berteman dengan fisikawan nuklir Cina keturunan Korea yang, dengan imbalan bayaran jutaan dolar, kemudian mengungkapkan bahwa Korea Utara telah membuat dua senjata nuklir tingkat rendah. Dia juga menyuap untuk jalannya menuju otoritas Korea Utara yang lebih tinggi, setelah memberikan hadiah kepada penjabat kepala agen mata-mata Pyongyang jam tangan Rolex palsu berkualitas tinggi ketika dia mengunjungi Beijing.
Terobosan besar terjadi saat dia diduga membantu mengatur pembebasan keponakan Jang Song-thaek—paman pemimpin Korea Utara saat ini, Kim Jong-un—dari penjara Tiongkok dengan membantu melunasi utang keponakannya sebesar US$ 160 ribu kepada pengusaha Cina. Keluarga Jang berterima kasih dengan mengundangnya ke Pyongyang.
Adegan dalam film The Spy Gone North North.
Ia menandatangani kesepakatan senilai US$ 4 juta antara perusahaan periklanannya dan agen pariwisata Korea Utara. Setelah beberapa kali kunjungan ke Pyongyang, ia akhirnya bisa bertemu sekitar 30 menit dengan Kim Jong-il, pemimpin Korea Utara pada 1994-2011. Saat penyamarannya terbongkar, Park dipecat kantornya. Ia lantas pindah ke Cina dan menghabiskan sebagian besar waktunya di lapangan golf.
The Spy Gone North tayang perdana dalam Cannes Film Festival 2018. Sambutan penonton sangat bagus. Setelah penayangan selama sebulan, film ini meraup US$ 38,3 juta dari 4.970.004 total penonton. Film ini mendapat The Seoul Awards dan Buil Film Awards, sementara Yoon Jong-bin dianugerahi gelar sutradara terbaik dalam Korean Association of Film Critics Awards dan Blue Dragon Film Awards.
•••
PENGAJAR di Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta, Marselli Sumarno, mengatakan film intelijen adalah subgenre film aksi atau laga. "Pada umumnya film spy itu ritmenya dinamis atau cepat sehingga tantangan pertama adalah menjaga tensi yang dibangun menuju klimaks cukup terbangun dan seru sebagai tontonan," ujarnya, Rabu, 7 September lalu.
Menurut Marselli, film mata-mata yang sangat populer adalah James Bond, kisah fiksi agen rahasia Inggris yang diangkat dari novel Ian Fleming. Filmnya kini sudah punya lebih dari 20 judul. Dalam setiap kemunculannya ditunjukkan problem baru terkait dengan penjahat baru. "Dulu tentang perang dingin Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Belakangan soal konflik yang didasari kemajuan teknologi dan informasi," katanya.
M. Haripin, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional, mengatakan salah satu ciri film mata-mata adalah terdapat unsur kerahasiaan, bisa karena melibatkan agen, misi atau organisasi rahasia. Selain itu, genre film ini menggunakan gawai modern, seperti James Bond, Jason Bourne, dan Mission: Impossible.
Meski ciri umumnya sangat penuh aksi laga, ada juga film mata-mata yang punya karakter sebaliknya. Tinker Tailor Soldier Spy, menurut Haripin, salah satunya. Film thriller yang disutradarai Tomas Alfredson ini didasari kisah dalam novel 1974 karya John le Carré dengan judul yang sama. "Yang ini justru tidak ada dar-der-dor-nya. Lebih kayak permainan pikiran," ucap penulis buku tentang isu keamanan dan intelijen itu.
Adegan dalam film The Spy Gone North North.
Citra mata-mata ala sineas film dan Hollywood ini membuat gelisah badan intelijen. Saat meluncurkan seri podcast pertamanya berjudul "Langley Files" pada Jumat, 23 September lalu, Direktur CIA Bill Burns mengatakan badan intelijennya ingin keluar dari bayang-bayang tersebut untuk membantu orang Amerika memahami peran CIA.
Siniar pertama CIA ini hadir di tengah upaya lembaga itu merekrut pegawai yang lebih beragam dan menjadi lebih terbuka saat memperingati hari jadinya yang ke-75. "Saya harus memulai dengan mengatakan bahwa saya menyukai film mata-mata," ujar Burns seperti dilansir USANews.com. Tapi dia menambahkan bahwa banyaknya bayangan intel mengenai dunia glamor yang disodorkan film itu dari operator tunggal seperti James Bond, Jason Bourne, dan Jack Ryan adalah kesalahpahaman besar.
Menurut Burns, citra intel sering dilihat sebagai dunia heroik individu yang mengendarai mobil cepat dan menjinakkan bom serta menyelesaikan krisis dunia sendirian setiap hari. “Yang benar adalah intelijen itu kerja tim,” tuturnya. Kesuksesan kerja agen didukung oleh banyak orang di belakangnya, dari ilmuwan, spesialis digital, hingga analis. Ia juga berkaca pada dirinya yang masih memakai kendaraan lama, Subaru Outback keluaran 2013.
•••
TERLEPAS dari kesuksesannya, Narco-Saints dibayangi gugatan hukum. Pemerintah Suriname menjajaki kemungkinan menempuh upaya hukum karena film ini mengidentifikasi Suriname sebagai negara narkotik. "Suriname tidak lagi berpartisipasi dalam praktik semacam ini," kata Menteri Luar Negeri Albert Ramdin seperti dinyatakan dalam situs web pemerintah.
Pemerintah Suriname mengakui bahwa citranya rusak dalam beberapa dekade terakhir karena kejahatan yang bersifat lintas batas seperti perdagangan narkotik. Namun Ramdin yakin citra Suriname telah meningkat pesat karena upaya pemerintah selama beberapa dekade untuk memberantas praktik perdagangan barang haram itu.
Dalam situs pemerintah itu Ramdin juga mengatakan: "Apakah praktik yang disajikan dalam (film) itu benar atau salah, ini tentang menciptakan persepsi negatif. Seluruh dunia melihatnya dan ini tidak baik. Kami akan memperhatikan dengan saksama soal itu."
Adegan dalam film The Spy Gone North North.
Sutradara Yoon Jong-bin menolak berkomentar tentang rencana pemerintah Suriname ini. Namun ketika ditanyai mengapa memakai nama negara sebenarnya dalam film itu, Yoon mengatakan tidak merasa perlu membuat negara fiksi karena ceritanya didasarkan pada peristiwa nyata.
Media lokal Korea juga melaporkan pemutaran film ini membuat kantor diplomatik Korea Selatan khawatir terhadap nasib warganya. Setelah ada pernyataan dari pemerintah Suriname mengenai Narco-Saints, kedutaan Korea Selatan di Venezuela, yang menangani hubungan dengan Suriname, mengeluarkan peringatan keselamatan bagi mereka.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo