Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Beijing -Melonjak Penjualan mobil energi terbarukan seperti mobil listrik dan hybrid, terutama yang memiliki jarak dekat, mencapai rekor tertinggi di Cina menjelang akhir tahun.
Menurut laporan China Daily, peningkatan penjualan ini didorong oleh kekhawatiran bahwa pemerintah akan mengurangi subsidi pembelian kendaraan tersebut pada tahun 2018.
Menurut data dari Asosiasi Kendaraan Penumpang di Cina, sebanyak 81.000 mobil listrik dan plug-in hybrid (terutama mobil penumpang) terjual di Cina pada bulan November, meningkat 87 persen (YoY).
Baca: Mobil Listrik Dahlan yang Ringsek Dipamerkan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pabrikan dan pelanggan memanfaatkan kebijakan saat ini, Anda bisa memperkirakan kenaikan di bulan Desember nanti," kata Cui Dongshu, sekretaris jenderal asosiasi tersebut.
Lonjakan tersebut terjadi karena pemerintah pusat dilaporkan berencana untuk memangkas subsidi pada tahun baru di mana mobil energi baru telah menjadi subyek sejak 2010. Surat kabar Economic Observer melaporkan bahwa mobil penumpang dengan jarak tempuh baterai antara 100 kilometer dan 150 kilometer, yang kini menikmati subsidi 20.000 yuan setara Rp 41.224.454) dari pemerintah, tidak akan lagi disubsidi pada 2018.
Mobil listrik dan plug-in hybrid yang memiliki jarak tempuh antara 150 kilometer sampai 250 kilometer yang semula mendapatkan subsidi sebesar 36.000 yuan (Rp 74.204.018) dipotong lebih dari 40 persen menjadi 20.000 yuan. Namun, subsidi mobil dengan baterai yang mampu menempuh jarak di atas 350 kilometer akan ditingkatkan dari 44.000 yuan (Rp 90.693.800) menjadi 50.000 yuan (Rp 103.061.137). Cina juga berencana menginstruksikan pemerintah daerah untuk berhenti menawarkan subsidi, yang mencapai 50 persen subsidi pemerintah tahun ini.
Simak: NGK Kembangkan Baterai Solid State untuk Mobil Listrik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Skema tersebut, bila diterapkan, akan bertentangan dengan rencana Cina sebelumnya bahwa pihaknya akan mempertahankan subsidi pada tahun 2018 pada tingkat yang sama pada tahun 2017. Mulai mengurangi subsidi dari 2019 sampai 40 persen dari level 2016 dan menghentikan subsidi pada akhir tahun 2020.
Wakil Presiden Eksekutif China Association of Automobile Manufacturers dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa pemotongan (subsidi) tersebut mungkin karena sektor ini tumbuh lebih cepat dari perkiraan dan dengan demikian subsidi yang dikeluarkan lebih banyak dari jumlah yang disisihkan dalam anggaran.
Cina sejauh ini telah memproduksi lebih dari 1,5 juta mobil dengan energi terbarukan, menurut asosiasi tersebut. Pemerintah Cina dikabarkan telah menghabiskan 59 miliar yuan (Rp 121,6 triliun) sampai 2015 untuk subsidi energi mobil baru, dan mungkin perlu menyisihkan 83 miliar yuan (Rp 171 triliun) lagi untuk tahun 2016 dan tahun berjalan. Dong mengatakan pemerintah harus menepati janjinya.
"Jika subsidi tidak bisa dikeluarkan seperti yang direncanakan, pasti akan berimbas pada pengembangan pembuat mobil energi terbarukan dan penjualan mereka juga terpengaruh."
Produsen mobil terkemuka China BYD Co mengatakan pemotongan subsidi merupakan langkah penting sebelum kebijakan Cina bahwa produsen mobil menghasilkan sejumlah mobil energi baru mulai berlaku mulai 2019.
"Ini dapat memicu perombakan industri namun dengan kebijakan baru, segmen mobil penumpang energi terbarukan akan melihat potensi pertumbuhan yang lebih besar dan tingkat teknologinya akan meningkat juga."
Pada sebuah forum minggu lalu di Beijing, Xi Zhongmin, Wakil Manajer Umum di GAC New Energy Co, mengatakan, "Mobil energi terbarukan, termasuk mobil listrik, harus mengikuti kompetisi nyata (jika mereka ingin bertahan), sehingga pembuat mobil harus memanfaatkan peluang untuk mengembangkan produk yang kompetitif."
CHINA DAILY | WP