Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adalah tersangka suap kerja sama pengangkutan PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia, Bowo Sidik Pangarso, yang menyeret nama Sofyan.
Penyidik KPK meringkus anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat itu pada 28 Maret lalu. Tim KPK awalnya meringkus orang kepercayaan Bowo, Indung, karena menerima Rp 89,4 juta dari Asty Winasti, anggota staf pemasaran PT Humpuss. Duit itu pemberian ketujuh untuk Bowo. Pada hari yang sama, KPK menggeledah kantor Bowo, PT Inersia Ampak Engineers, di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. KPK menemukan duit Rp 8 miliar dalam enam lemari besi di kantor tersebut.
Dalam pemeriksaan, Bowo mengungkapkan asal-usul duit yang dikemas dalam 400 ribu amplop itu. Kepada penyidik, politikus Partai Golkar ini menyebutkan Rp 2 miliar dari tumpukan duit tersebut merupakan pemberian Sof-yan Basir.
Bowo kembali mengungkapkan pengakuan ini saat diperiksa pertama kali sebagai tersangka pada 9 April lalu. Seusai pemeriksaan, pengacara Bowo, Saut Edward Rajagukguk, menyebutkan salah satu sumber penerimaan duit kliennya. “Ada dari direktur utama BUMN,” ujarnya. Saut masih merahasiakan nama petinggi badan usaha milik negara tersebut ketika dimintai konfirmasi ulang oleh Tempo.
Kepada penyidik, Bowo mengaku menerima duit dari Sof-yan Basir selaku Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) di Plaza Senayan, Jakarta, sekitar akhir 2017. Saat sedang makan bersama, bos perusahaan setrum pelat merah itu menyerahkan duit Sin$ 200 ribu. Bowo ketika itu adalah Wakil Ketua Komisi VI, yang membidangi, antara lain, badan usaha milik negara. Menurut Bowo kepada penyidik, Sofyan mengatakan duit tersebut untuk membantu biaya kampanye Bowo sebagai calon legislator 2019.
Saat diberondong dengan 25 pertanyaan oleh dua penyidik KPK, Bowo mengatakan Sofyan memberikan dana tersebut sebagai duit “terima kasih” karena telah “mengamankan” posisinya di Komisi VI DPR. Dewan memang tengah menyoroti kinerja Sofyan sebagai Direktur Utama PLN. Salah satu isu yang ramai pada masa itu adalah bocornya surat Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyatakan PLN terancam gagal bayar utang.
Pada September 2017, Sofyan Basir juga meminta kepada Komisi VI agar PLN tak membayar dividen ke negara karena kondisi keuangan perusahaan tengah sempoyongan. Menurut Sofyan, laba bersih yang didapat pada tahun buku 2017 jauh dari harapan. Alasan lain adalah kenaikan harga energi primer yang tidak diikuti kenaikan tarif plus rencana investasi PT PLN yang diperkirakan mencapai Rp 120 triliun pada tahun berikutnya.
Beberapa pekan setelah bertemu dengan Sofyan, Bowo menukarkan duit Sin$ 200 ribu itu dalam mata uang rupiah. Nilainya sekitar Rp 2 miliar. Ia memasukkan duit itu ke dalam amplop serta membaginya dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu.
Bowo menyiapkan amplop ini untuk “serangan fajar”. Istilah ini digunakan untuk menyebut bentuk politik uang dalam rangka membeli suara. Ia kembali mencalonkan diri sebagai anggota DPR dari Partai Golkar di daerah pemilihan Jawa Tengah II, yang meliputi Kabupaten Jepara, Demak, dan Kudus.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, membenarkan kabar bahwa Bowo mengungkapkan nama pemberi uang saat diperiksa penyidik. Peran mereka, kata Febri, “Sedang kami dalami.”
Sofyan belum memberikan tanggapan langsung soal pengakuan Bowo ini. Permohonan surat wawancara yang dikirimkan Tempo ke rumahnya belum direspons. Begitu pula pertanyaan Tempo melalui pesan WhatsApp yang dikirimkan ke nomor telepon selulernya. Melalui pengacaranya, Soesilo Ariwibowo, ia menyangkal tuduhan itu karena sudah lama tidak bertemu dengan Bowo Sidik. “Tidak ada kepentingan juga dengan Bowo Sidik,” ujar Sofyan kepada Soesilo.
Sama Rata Pembagian ‘Rezeki’
ANTON APRIANTO, LINDA TRIANITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo