Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Berdasarkan laporan UNESCO, perempuan hanya menduduki 30 persen peneliti di dunia.
Saat ini perempuan dapat sukses dan berperan penting dalam komunitas sains yang masih didominasi laki-laki.
Dukungan pemerintah untuk pengembangan kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur, dan dana riset mutlak diperlukan.
“PEREMPUAN dari hampir setiap sudut dunia tidak memiliki dukungan terhadap fungsi mendasar sebagai umat manusia.” Gambaran nyata ini dikemukakan oleh Martha Nussbaum dalam bukunya, Introduction: Feminism & International Development. Dalam sejarah, ketidaksetaraan gender tetap ada di berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang sains. Asumsi bahwa perempuan jumlahnya terbatas dalam menjalankan peran di berbagai bidang, di luar peran pertama dalam keluarga, seolah-olah sudah merupakan hukum alam. Hal ini dapat memberikan sinyal yang salah mengenai kontribusi perempuan dalam sains karena masalah mendasar tidak menjadi perhatian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan laporan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), perempuan hanya menduduki 30 persen peneliti di dunia. Bila ini diperdalam, jumlah yang memiliki jabatan hanya 15-20 persen. Walaupun banyak menghadapi rintangan, perempuan membuat kontribusi sangat besar yang membentuk kemajuan dalam bidang sains untuk tujuan kemanusiaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 8 Desember 2020, Jennifer Doudna menerima Hadiah Nobel dalam bidang kimia di patio rumahnya di California, Amerika Serikat. Ia berbagi hadiah itu dengan Emmanuelle Charpentier untuk temuan pengembangan metode pengeditan gen (genome editing). Proses kehidupan suatu organisme dikontrol oleh berbagai gen pada asam deoksiribonukleat (DNA) kita.
Delapan tahun lalu, kedua peneliti tersebut mengembangkan metode untuk membuat perubahan pada gen secara presisi. Mereka menggunakan pertahanan imun bakteria, yang membuat virus tidak mampu berdaya dengan cara memotong DNA menggunakan gunting genetik. Dengan mengisolasi dan menyederhanakan komponen molekul gen penggunting, mereka mampu mengembangkan teknik untuk memotong DNA di tempat yang diinginkan. Gen gunting CRISPR/Cas9 dapat diaplikasikan untuk perbaikan tanaman, senjata melawan kanker dan berbagai penyakit genetik, bioteknologi industri, serta temuan ilmiah baru. Anugerah ini juga bersejarah karena baru pertama kali diberikan kepada dua orang perempuan saja.
Dalam bidang genetik, Rosalind Franklin adalah contoh kontribusi sains dalam suatu terobosan terbesar yang memberikan solusi di berbagai bidang. Franklin, seorang ahli kristalografi sinar-X, melengkapi data James Watson dan Francis Crick dalam menentukan struktur DNA beruntai ganda pada 1953. Watson, Crick, dan Maurice Wilkins menerima Hadiah Nobel pada 1962 di bidang fisiologi atau kedokteran.
Barbara McClintock, seorang perempuan peneliti yang tangguh, adalah ahli sitogenetik dan perempuan satu-satunya yang tidak berbagi Hadiah Nobel dalam fisiologi atau kedokteran pada 1983. Sepanjang kariernya, McClintock mempelajari sitogenetika jagung, studi tentang kromosom dan ekspresi genetik. Pada sekitar 1920, genetika masih merupakan ilmu baru. Apa yang ditemukannya berada di luar pemahaman peneliti lain. Semua mengabaikan, tapi McClintock tetap persisten dan mempercayai diri serta bukti ilmiah yang diperolehnya. Pada 1960-an, komunitas sains baru menyadari makna temuannya; suatu perjalanan panjang, perlu waktu 40 tahun.
Saat ini perempuan dapat sukses dan berperan penting dalam komunitas sains yang masih didominasi laki-laki, walaupun kita ketahui masih banyak halangan, seperti beragam pengekangan yang dihadapi dalam pendidikan tinggi, jejak karier, lingkungan kerja, peran yang stereotipe, dan keseimbangan menjalankan fungsi keluarga. Ketidakseimbangan gender tersebut sebenarnya juga terlihat pada perempuan peneliti yang mendapatkan anugerah Nobel.
Sampai 2021, sebanyak 59 Hadiah Nobel dianugerahkan kepada perempuan peneliti, tapi distribusi dalam bidang sains, teknologi, rekayasa, dan matematika (STEM) masih sangat terbatas. Sangat memprihatinkan bahwa hanya 4 orang dalam bidang fisika (1,8 persen dari 219), 7 untuk kimia (3,7 persen dari 188), dan 12 untuk fisiologi atau kedokteran (5,4 persen dari 224). Keadaan ini sangat jauh berbeda dengan jumlah laki-laki yang meraih Hadiah Nobel, yaitu 885 orang. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat rendahnya peningkatan jumlah tersebut sejak Marie Curie ditetapkan sebagai perempuan peneliti pertama peraih Nobel pada 1903, hampir 120 tahun lalu.
Peringatan Hari Kartini mengingatkan kembali pada satu masalah mendasar yang belum terselesaikan, tantangan yang dihadapi oleh perempuan secara global dalam bidang STEM. STEM diperlukan bagi kemajuan ekonomi secara nasional, sehingga memperluas dan membangun tenaga kerja STEM bagi pemerintah, industriwan, ataupun pendidik adalah isu penting. Menarik lebih banyak perempuan dan mempertahankannya dalam STEM akan memaksimalkan inovasi, kreativitas, dan persaingan.
Pendidikan dan kesetaraan gender adalah bagian integral Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 dan katalisator pencapaian semua SDGs lain. Sains, teknologi, dan inovasi merupakan kunci SDGs. Peneliti dan perekayasa bekerja sama memecahkan berbagai persoalan manusia, seperti mengatasi dampak perubahan iklim, meningkatkan ketahanan pangan, mencari berbagai pengobatan, mengendalikan pemanasan global, mengelola sumber air bersih, mengembangkan energi terbarukan, memahami asal-usul semesta, dan melindungi keberagaman hayati.
Pada akhir 2019, dunia menyaksikan munculnya virus baru penyebab Covid-19. Kehidupan manusia terhenti dan berubah dengan penyekatan. Sejarah menyaksikan bagaimana manusia bertahan hidup dalam berbagai wabah dan pandemi yang mempengaruhi jutaan manusia. Walaupun teknologi dan kedokteran adalah hal penting, disadari bahwa manusia rentan terhadap patogen baru. Meningkatnya angka kematian dan kesakitan mengundang komunitas sains untuk mewaspadai dan mengembangkan strategi baru. Dari pemahaman tentang virus, metode diagnosis, gambaran manifestasi klinik, sampai ke sekuensing genom serta penggunaan data genetik dan molekuler untuk mencari arah pengobatan dan vaksinasi yang efektif.
Pandemi ini menyadarkan semua pemangku kepentingan bahwa sains dan pengetahuan yang mendasar telah mampu memberi informasi dan arah penanganan yang tepat. Di sini disadari pula semuanya bermula dari penelitian dan dukungan sumber daya manusia yang mumpuni, infrastruktur memadai, dan kepemimpinan ilmiah. Hasil penelitian juga telah dijadikan dasar pengembangan baik pelayanan maupun pemeriksaan dalam skala industri tidak hanya di dunia, tapi juga banyak startup di Indonesia.
Bagaimana dengan peran perempuan peneliti global? Dalam penanganan Covid-19, kita mengenal Sarah Gilbert, perempuan di balik vaksin Oxford/AstraZeneca. Tim Oxford menggunakan metode yang sebelumnya digunakan untuk pengembangan vaksin malaria dengan platform rekombinan vektor virus. Pendekatan yang sama dilakukan untuk Covid-19. Hanya perlu waktu satu tahun vaksin Oxford/Astra Zeneca digunakan di dunia. Dr Özlem Türeci, peneliti dan dokter pendiri BioNTech-Pfizer, berperan dalam pengembangan vaksin pertama mRNA vaccine dalam waktu satu tahun juga. Sebagai perempuan peneliti, Dr Türeci menerapkan keseimbangan gender dengan memiliki 54 persen tenaga kerja perempuan. Telah disadari perempuan berperan dalam sektor ekonomi.
Berbagai teknologi terbarukan omik (genomik, proteomik, transkriptomik, matabolomik, dan lain-lain) akan mendukung pendekatan kedokteran presisi di masa depan. Hal itu akan memacu dan mendukung generasi penerus untuk mengembangkan metode baru yang kreatif dan inovatif: untuk mendeteksi, mengukur, serta menganalisis informasi biomedik yang berlimpah dalam bentuk parameter molekul, genomik, seluler, klinik, perilaku, fisiologi, dan lingkungan.
Partisipasi perempuan Indonesia dalam sains di berbagai bidang sudah cukup banyak. Yang diperlukan adalah komitmen bahwa penelitian bukan hanya sesaat, tapi berkesinambungan. Untuk itu, dukungan yang bermakna dari pemerintah buat pengembangan kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur, dan dana riset mutlak diperlukan.
Di luar itu, kita dapat melihat peran berbagai organisasi untuk memajukan perempuan dalam sains. Salah satu contoh: L'Oréal-UNESCO For Women in Science Awards (FWIS), yang dibentuk untuk memperbaiki posisi perempuan dalam sains. Moto dunia memerlukan sains, sains memerlukan perempuan adalah suatu cara untuk memilih peran model perempuan peneliti bagi generasi muda.
Sampai 2020, L'Oréal FWIS telah memberikan penghargaan kepada lebih dari 100 perempuan peneliti terpandang pada puncak kariernya dan lebih dari 3.000 peneliti muda dari 117 negara. Asia Tenggara adalah wilayah dengan perkembangan cukup baik untuk menyempitkan celah gender. Beberapa penerima penghargaan di Asia Tenggara adalah perempuan peneliti yang berkomitmen pada sains tidak hanya dalam skala nasional, tapi juga regional dan internasional.
Dalam sains, penelitian adalah panggilan dan bukan pekerjaan. Dalam dunia penelitian (pada umumnya) yang sifatnya tidak birokratis, dominasi itu bukan tidak dapat dipatahkan. Yang utama adalah bagaimana prestasi yang dicapai, komitmen dan kemampuan kerja dapat diperlihatkan karena kesempatan maju ditentukan oleh peer, baik nasional maupun internasional. Mereka yang menilai, mengundang, dan menghargai.
Jelas bahwa “sains bukan permainan anak laki-laki, juga bukan permainan anak perempuan". Sains adalah permainan semua orang. Sains akan menempatkan kita di mana sekarang dan ke mana akan bertolak”.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo