Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

digital

Akademisi ITB dan Telkom University Pertanyakan Keamanan Negara dan Data Pengguna Starlink

Pemerintah Indonesia seharusnya juga bisa memantau traffic gateway Starlink di Indonesia.

22 Mei 2024 | 15.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan akademisi mempertanyakan keamanan negara serta data pribadi pengguna layanan Internet satelit dari Starlink. Direktur Pusat Unggulan Advanced Intelligent Communications (AICOMS) Telkom University Khoirul Anwar mengatakan negara harus campur tangan untuk mencegah penyadapan dari pihak lain. “Jadi seharusnya tidak sepenuhnya diserahkan kepada Starlink,” katanya, Selasa 21 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa modul, menurutnya, harus diatur oleh operator di Indonesia. Starlink juga harus bekerja sama dengan operator layanan Internet lokal. “Server dan gateway tidak apa-apa di Amerika Serikat, tapi kode kriptografi (sandi) harus kita yang pegang,” ujar Khoirul.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) M. Ridwan Effendi juga menyoroti soal keamanan nasional terkait dengan penyadapan dan masalah privasi. “Undang-undangnya Amerika yang berlaku sehingga banyak negara yang belum bisa bernegosiasi,” katanya, Senin, 20 Mei 2024.

Di beberapa negara, menurut dosen di Kelompok Keahlian Teknik Telekomunikasi ITB itu, masih ada yang belum mengizinkan Starlink untuk beroperasi. “Dari beberapa permasalahan, umumnya karena masalah dominasi,” ujar Ridwan. 

Dominasi itu misalnya dari sisi pembuatan roket, satelit, peluncurannya, sistem, sentral, dan gateway Internet yang semuanya berpusat di Amerika Serikat. “Soal keamanan kita harus bisa meminta mereka untuk menyediakan gateway di Indonesia,” katanya. 

Selain itu, menurut Ridwan, pemerintah Indonesia seharusnya juga bisa memantau traffic gateway Starlink di Indonesia. Tujuannya untuk mengatasi beberapa kasus seperti tindak pidana pencucian uang, korupsi, dan aksi separatis. “Harusnya ada kepentingan pemerintah yang harus bisa diakomodasi oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi,” ujar mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu.

Sebelumnya diberitakan, pemeritah, menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi, terus mendorong CEO SpaceX Elon Musk untuk membangun Network Operation Center atau NOC di Indonesia. NOC merupakan tempat terpusat yang difungsikan untuk menjaga dan mengontrol seluruh kondisi jaringan. Pemenuhan kewajiban sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia akan terus menjadi materi diplomasi antara pemerintah dengan Elon Musk.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus