Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Stellar Blade dirilis Sony Interactive Entertainment secara global pada Jumat, 26 April 2024. Namun, pembahasan game eksklusif PlayStation 5 atau PS5 ini menyeruak jauh sebelum hari peluncuran. Sedikitnya sejak akhir bulan lalu, saat pemain PS5 dapat menjajal game buatan Shift Up asal Korea Selatan tersebut lewat demo secara gratis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Stellar Blade mendapat hujan kritik karena desain karakter tokoh utamanya, Eve. Sang protagonis digambarkan sebagai anggota pasukan lintas udara atau Airborne yang bertugas mengalahkan makhluk asing yang menguasai Bumi. Eve digambarkan sebagai perempuan muda berkulit seputih susu, berwajah ala bintang K-pop, bertubuh ramping dengan payudara dan bokong besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Oleh sebagian kritikus game--yang mendapat review copy sehingga dapat memainkannya lebih dulu, seperti TEMPO, penggambaran karakter itu dianggap bermasalah dengan dalih tidak ada perempuan seperti itu. Hal lain yang dipermasalahkan adalah Eve mempertontonkan lekuk tubuh lewat setelan tempurnya yang seketat baju renang. Ada juga 30-an pakaian tambahan yang sebagian lebih terbuka. Walhasil, para pengkritik game, kebanyakan dari Amerika Serikat, menilai Stellar Blade sebagai game yang mengeksploitasi tubuh perempuan.
Pemain dapat mengganti pakaian juga potongan rambut Eve di game Stellar Blade. Tangkapan layar di PS5. TEMPO/Reza Maulana
Shift Up, tentu saja, membantah tudingan tersebut. Mereka menyebutkan gambaran sang tokoh utama diambil dari Shin Jae-Eun, model asal Korea Selatan. Sementara, sutradara Kim Hyung-Tae mengatakan sengaja menciptakan karakter dengan bodi aduhai untuk menyenangkan pemain. Mungkin itu sebabnya Eve menjadi versi lebih montok dari Shin Jae-Eun.
Situs media feminis, The Mary Sue, menyebutkan Stellar Blade merupakan dampak dari kuatnya patriarki dalam dunia game. Meski riset menyebutkan jumlah gamer perempuan terus bertambah dan persentasenya hampir menyamai laki-laki, 61 persen pekerja industri game adalah laki-laki. Maka, karakter perempuan terus digambarkan sebagaimana fantasi kebanyakan laki-laki, mulai Lara Croft di Tomb Raider yang terbit sejak 1996 hingga Bayonetta pada 2022.
Tren penggambaran "perempuan sempurna" mulai bergeser beberapa tahun terakhir. Pada 2020, hadir Abby, satu dari dua karakter utama di The Last of Us Part II. Abby digambarkan sebagai perempuan berusia sekitar 20 dengan tubuh kekar dan dada rata. Dikisahkan, anggota paramiliter itu menjalani latihan fisik keras demi membalas dendam kematian ayahnya.
Shin Jae-Eun. Foto/Instagram
Sejak itu, merebak istilah uglification atau menjadikan karakter perempuan di game lebih jelek. Namun, dalam perspektif pengembang game, ini adalah upaya mendekatkan gambaran di game dengan dunia nyata. Aloy, karakter utama di Horizon Forbidden West (2022) digambarkan bermata lebih kecil dan pipi lebih tembem ketimbang di seri pertama, Horizon Zero Dawn (2017).
Nah, tren yang diusung pengembang game Amerika Serikat dan Eropa Barat ini coba dilawan, atau setidaknya diimbangi oleh para developer Asia. Mereka berpandangan tradisional. Seperti yang disampaikan Kim Hyung-Tae, sutradara Stellar Blade. "Sejujurnya, ketika saya main game, saya ingin melihat seseorang yang lebih baik daripada saya. Saya bukan ingin melihat sesuatu yang normal. Saya ingin melihat sesuatu yang ideal. Ini adalah elemen penting dalam dunia hiburan," ujarnya.
Dalam wawancara khusus dengan Jagad Play, media game yang berkantor di Depok, Jawa Barat, Kim Hyung-Tae justru menikmati kontroversi yang menyelimuti game bikinannya. Menurut dia, semua pro-kontra tersebut menunjukkan banyak orang tertarik dengan Stellar Blade dan game tersebut menjadi basis untuk mendiskusikan isu-isu sosial. "Hanya saja, fokus yang berlebihan terhadap desain Eve membuat daya tarik lain dari Stellar Blade terabaikan," kata Kim Hyung-Tae.
THE MARY SUE, SOFTONIC, JAGAD PLAY