Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Proyek strategis nasional (PSN) berupa food estate tengah digencarkan oleh Presiden Jokowi dan presiden terpilih Prabowo Subianto. Keduanya bahkan memiliki proyek food estate baru di Kabupaten Merauke, Papua Selatan seluas 2,29 juta hektare atau 70 kali luas Jakarta. Untuk melancarkan rencananya, muncul sosok pengusaha sawit yang diduga terlibat dalam megaproyek pemerintah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program yang terdiri dari megaproyek cetak sawah pertanian dan perkebunan gula serta pabrik bioetanol itu terbagi dalam lima kluster alokasi wilayah lahan. Berdasarkan dokumen paparan Sucofindo bertajuk “Studi Kelayakan: Kawasan Sentra Produksi Pangan di Kabupaten Merauke,” lima kluster itu terbagi dalam kluster 1 seluas 372 ribu hektare, kluster 2 283 ribu hektare, kluster 3 634 ribu hektare, kluster 4 353 ribu hektare, dan kluster 5 seluas 654 ribu hektare.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan laporan Koran Tempo berjudul “Berbagi Konsesi Tebu di Lumbung Pangan Merauke,” klaim yang diberikan pemerintah untuk membangun food estate ini adalah guna mewujudkan swasembada beras pada 2027 serta memenuhi kebutuhan gula dan pabrik bioetanol setahun kemudian.
Bahkan untuk mewujudkan ambisinya ini, Jokowi menunjuk Lewat Bahlil Lahadalia, ketika itu Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sebagai Ketua Satuan Tugas untuk mengawal pembangunan kebun tebu dan pabrik bioetanol seluas 1,11 juta hektare di Merauke.
Melalui surat tugas yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Bahlil dan pemerintah pun menggandeng sejumlah perusahaan untuk melaksanakan program ini.
Salah satu pengusaha yang terlibat dalam proyek perkebunan tebu dan pabrik bioetanol itu adalah pendiri korporasi sawit First Resources, Martias Fangiono dan anaknya Wirastuty Fangiono.
Berdasarkan laporan Koran Tempo, “Kongsi Sepuluh Raja Gula di Food Estate Merauke,” kedua pengusaha itu pernah mendampingi Presiden Jokowi untuk menghadiri agenda tanam tebu perdana di dalam konsesi PT Global Papua Abadi di Kampung Sermayam Indah, Distrik Tanah Miring pada 23 Juli 2024.
Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat Franky Samperante menduga First Resources tak hanya mendapatkan konsesi lahan tebu dan pabrik bioetanol melalui PT Global Papua Abadi, tapi juga empat perusahaan lain. Empat perusahaan itu adalah PT Andalan Manis Nusantara, PT Semesta Gula Nusantara, PT Borneo Citra Persada, dan PT Dutamas Resources International.
Kelima perusahaan yang diduga terafiliasi dengan First Resources itu juga diduga bekerja sama dengan korporasi raksasa lain untuk membangun konsorsium kebun tebu di Merauke. Lantas, siapa Martias Fangono?
Sosok Martias Fangiono
Dalam lampiran bukti dokumen Greenpeace, First Resources merupakan anak perusahaan (spin-off) dari PT Surya Dumai Industri Tbk. Ini adalah perusahaan yang didirikan oleh pengusaha bernama Martias Fangiono yang merupakan ayah dari Ciliandra Fangiono, bos First Resources.
Pada 2007, Martias terjerat kasus rasuah terkait pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Pengadilan menjatuhkan hukuman satu setengah tahun penjara dan denda Rp 346 miliar. Saat itu Surya Dumai Industri dinyatakan bangkrut dan delisting dari Bursa Efek Indonesia.
Pada tahun yang sama, First Resources mulai menawarkan saham perdana ke publik atau IPO dengan Ciliandra Fangiono sebagai CEO-nya. Lulusan Cambridge University, Inggris itu mencatatkan saham First Resources di bursa efek Singapura.
First Resources juga diduga memiliki sejumlah perusahaan bayangan untuk mengelola sawit di Indonesia. Di antaranya adalah PT Ciliandry Anky Abadi (CAA), PT Fangiono Agro Plantation atau yang berubah nama menjadi FAP Agri, dan berbagai anak perusahaan lainnya. Hal ini diketahui dari PT CAA dan FAP Agri yang memiliki alamat kantor yang sama dengan First Resources di Indonesia selama bertahun-tahun.
Adapun mengenai First Resources yang diduga memiliki hubungan dengan sejumlah perusahaan lain di megaproyek perkebunan tebu di Merauke, membantah tuduhan itu. Melalui balasan surat elektronik permohonan wawancara Tempo kepada Corporate Communication First Resources, perusahaan memastikan tidak terhubung dengan korporasi-korporasi yang sedang membangun perkebunan tebu di Merauke.
“Kami ingin mengklarifikasi bahwa nama-nama PT yang disebutkan dalam e-mail Anda tidak memiliki hubungan dengan First Resources,” tulis mereka pada 20 September 2024. First Resources juga menjelaskan bahwa aktivitas utama perusahaan mereka bergerak di sektor kelapa sawit. Wilayah kerjanya meliputi Riau, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat
Avit Hidayat, Moh Khory Alfarizi, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: “Kongsi Sepuluh Raja Gula di Food Estate."