Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengaku pesimistis perekonomian Indonesia akan baik-baik saja pada tahun 2023. Ia menilai pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2022 yang mencapai 5,72 persen tak bisa jadi tolak ukur menghadapi ancaman resesi global pada tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya sedikit berbeda pendapat dengan sebagian orang mengatakan bahwa ekonomi Indonesia akan baik-baik saja. Saya jujur aja, pertumbuhan ekonomi kita 5,27 persen, jangan kita terbuai," kata Bahlil saat konferensi pers virtual, Kamis, 10 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasalnya, kata Bahlil, angka pertumbuhan ekonomi tersebut didapat dari titik acuan atau baseline pertumbuhan yang digunakan adalah per kuartal ketiga tahun 2021 yang terbilang rendah, tidak lebih dari 4 persen.
Ia pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV tahun ini masih akan menghadapi sejumlah tantangan, bahkan hingga tahun depan. Apalagi jika kondisi global tidak kunjung membaik.
Oleh sebab itu, Bahlil meminta kepada siapa pun jangan terlalu euforia menyikapi pertumbuhan ekonomi kuartal III yang melampaui pencapaian kuartal sebelumnya di level 5,44 persen. Ia menilai mensyukuri data itu boleh-boleh saja, tapi jangan sampai seolah-olah menganggap tak ada tantangan ekonomi yang dihadapai di masa mendatang.
Bahkan, Bahlil berani bertaruh pada 2023 ekonomi Indonesia dan global secara umum tak lebih baik dari kondisi 2022. Sebab, banyak tantangan yang akan dihadapi salah satunya adalah menyongsong tahun politik yang biasanya mengganggu stabilitas negara.
"Tahun 2023 saya berani taruhan bahwa ekonomi kita, ekonomi global tidak akan sebaik 2022, kalau kita tidak mampu memastikan stabilitas," kata Bahlil.
Selanjutnya: Perekonomian Indonesia pada tahun depan akan dalam kondisi baik bila..
Ia berpendapat perekonomian Indonesia pada tahun depan akan dalam kondisi baik bila ada jaminan stabilitas, baik stabilitas politik, keamanan, maupun stabilitas kebijakan yang berkelanjutan.
"Jadi jangan sampai kita terbuai. Jadi saya hari ini membaca statement para senior-senior saya, para teman-teman saya yang seolah-olah menganggap bahwa 2023 baik-baik saja. Saya tidak mau takabur untuk menuju ke sana," kata Bahlil.
Ia sependapat dengan banyak pihak yang meramalkan pada 2023 akan terjadi perlambatan ekonomi global, dan ini telah terbukti sejumlah negara terancam resesi. Apalagi, sudah ada 16 negara yang telah menjadi pasien IMF dan masih ada 28 negara lain yang antre untuk menjadi pasiennya.
"Dan kita ke depan akan memasuki tahun politik. Kalau tidak mampu kita kelola dengan baik, bukan tidak mungkin, kita menjadi salah satu bagian yang akan antre pada fase pasien (IMF)," ujar Bahlil.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa sebagai seorang pengusaha dirinya selalu memupuk pola pikir optimistis. Artinya bukan menganggap kondisi dunia akan baik-baik saja dan terjebak pada kelalaian.
Jauh dari itu, menurut Bahlil, memiliki pemikiran optimistis harus juga tetap realistis. "Kalau dari pribadi saya berpikir cukuplah pengalaman kelam kita pada 1998 terjadi untuk ekonomi kita karena untuk bangkit itu kita butuh waktu yang lama," ucapnya.
Baca juga: Fakta Realisasi Investasi Kuartal III: Tertinggi dalam Sejarah, Mayoritas dari Negara-negara Asia
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini