Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Buku Bajakan Kian Marak di Marketplace, Tere Liye: Tidak Ada Pajak ke Negara

Penulis ternama Tere Liye meluapkan kekesalannya karena kian maraknya penjualan buku bajakan di marketplace dan seolah dibiarkan.

30 Mei 2021 | 09.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Penulis ternama Tere Liye mengungkapkan kekesalannya di media sosial Facebook kepada pembeli buku bajakan, lantaran tindakan tersebut selain tidak menghargai kerja keras penulis, juga dapat merugikan penulis itu sendiri sekaligus orang-orang yang bekerja di penerbit. Membeli buku bajakan menurut Tere Liye juga merugikan negara karena tanpa pajak. Tere menulis alasan mengapa harga buku orisinal tidak bisa dijual murah seperti buku bajakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tere Liye sempat dicibir netizen setelah mengungkapkan kemarahannya di Facebook, beberapa pengguna media sosial mengkritik Tere Liye tidak ikhlas dalam berkarya. Tere Liye meminta netizen untuk tidak lagi egois dan memiliki pemahaman sempit, “Lantas memaki penulis bilang tidak ihklas, kok penulis bego bisa kalah sama pembajak,” tulis Tere Liye, yang diunggahnya pada Minggu, 23 Mei 2021 lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tere Liye mengungkapkan alasan mengapa buku orisinal lebih mahal lantaran harus membayar pajak dan biaya lainnya di luar biaya percetakan. Menurut Tere Liye, pembajak buku dapat menekan harga lebih murah karena hanya membayar biaya percetakan, “Tinggal bajak, beres,” tulis Tere Liye.

Secara rinci Tere Liye menuliskan persentase yang harus dikeluarkan dalam membuat buku, yakni royalti penulis 10 persen sampai 15 persen, biaya editor dan cover 5 persen sampai 10 persen, pajak PPh 0 sampai 25 persen dan biaya promosi 10 persen sampai 15 persen. “Buku orisinal biaya mikir tak terhitung, buku bajakan tidak mikir,” tulisnya.

Penulis kondang ini menyebut harga buku di Indonesia masih terjangkau dibandingkan dengan harga di Eropa atau Amerika, “Atau tidak usah jauh2, ke negara tetangga saja, Singapura, Malaysia,” ungkap Tere. Ia mengaku heran dengan masyarakat Indonesia yang tidak keberatan menghabiskan uang ratusan ribu untuk sekali makan, tetapi enggan membeli buku orisinal. “Kamu sekali order makanan, sekali nongkrong, bisa ratusan ribu. Besok jadi kotoran. Beli buku original mikir berkali2. Oh, paham, karena makanan tidak ada bajakannya. Kalau ada, kamu juga beli bajakan gitu?” tulisnya.

Tere Liye juga menyarankan kepada masyarakat yang tidak mempunyai uang untuk membeli buku, lebih baik meminjam saja atau mengunduh aplikasi Ipusnas, tindakan tersebut setidaknya dapat mengurangi pembelian buku bajakan. Pasar buku bajakan menjamur lantaran pembelinya pun mengalir deras.

Untuk membedakan buku bajakan dengan buku asli di marketplace, Tere Liye membagikan tiga tips tersebut, yaitu dilihat dari harganya, apabila harganya jauh lebih murah ketimbang harga aslinya. Sebut saja, sebuah buku dengan tebal 350 sampai 400 halaman dengan asumsi cetak dua ribu sampai tiga ribu eksemplar, maka biayanya adalah 15 ribu sampai 20 ribu per buku. Apabila ada buku dengan ketebalan 400 halaman yang dijual dengan harga 20 ribu sampai 30 ribu, bisa dipastikan itu bajakan.

“Kecuali bekas, second. Bisa,” ungkap Tere. Selain itu kualitas buku bajakan juga jauh dari buku asli, “Kok bajakan jual 20.000, karena biaya cetak mereka hanya 5.000. Mereka pakai kertas paling tipis, paling buram, paling jelek. Tinta bau, pokoknya bisa timbul di kertas jadilah. Cover kertasnya retak2, buram.”

Selain harga dan kualitas buku, toko buku baik offline maupun online juga harus diperhatikan, apabila semua buku yang dijualnya memang barang bajakan, bijaklah dengan tidak membeli buku di sana. “Dijual oleh toko yang biasanya memang 100 persen bukunya bajakan semua. Dia jual 5 buku Rp 100.000, dia jual 4 buku Rp 80.000, dari ujung ke ujung bajakan semua. Silahkan baca review, diskusi di toko itu, biasanya sih 10095 pasti ada yg mengeluh kualitas cetakan jelek, halaman hilang, dll," tulis Tere Liye.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus