Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
FOMC akan mempertahankan bunga tinggi untuk meredam inflasi Amerika Serikat.
Tarik-ulur kebijakan The Fed akan mempengaruhi pasar finansial tahun ini.
Ekonomi dunia akan tercekik bunga tinggi.
TAHUN lalu, terutama pada dua bulan terakhir, pasar finansial global sangat optimistis. Investor berani bertaruh bahwa suku bunga The Federal Reserve atau The Fed, bank sentral Amerika Serikat, akan turun secara agresif sepanjang tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan harga-harga yang terbentuk di pasar berjangka sudah mencerminkan penurunan bunga The Fed hingga enam kali, atau total sebesar 1,5 persen. Investor juga percaya bahwa pemotongan bunga itu akan segera terjadi mulai Maret nanti, masing-masing sebesar 0,25 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harapan itu mulai terguncang di minggu pertama Januari 2024. Itu terjadi setelah The Fed merilis risalah rapat terakhir mereka, yang berlangsung pada Desember 2023. Di situ terlihat bahwa pandangan para anggota The Federal Open Market Committee (FOMC) ternyata tak sejalan dengan ekspektasi pasar. Komite penentu kebijakan moneter Amerika itu yakin bahwa bunga tinggi masih perlu bertahan sedikit lebih lama.
Jadi kecil kemungkinan sudah mulai terjadi penurunan bunga The Fed pada Maret ini sebagaimana harapan pasar. Anggota FOMC sepertinya masih ingin melihat bukti yang lebih meyakinkan bahwa inflasi Amerika benar-benar akan mencapai target rata-rata 2 persen. Notula itu menggambarkan, FOMC justru belum yakin bahwa inflasi Amerika sudah bisa mereka jinakkan.
Bukan hanya soal kapan bunga mulai turun, investor sebaiknya juga bersikap lebih realistis dalam memperkirakan seberapa besar bunga akan turun. Pasar bertaruh bahwa penurunan bunga enam kali sepanjang tahun ini akan membuat bunga The Fed turun ke rentang 3,75-4 persen pada akhir 2024.
Sementara itu, FOMC dalam rapat pada Desember tersebut memproyeksikan suku bunga pada akhir 2024 masih akan berada di rentang 4,5-4,75 persen. Baru pada akhir 2025 atau dua tahun lagi, suku bunga The Fed akan masuk ke rentang 3,5-3,75 persen. Artinya, ada selisih yang cukup jauh antara proyeksi FOMC dan perkiraan pasar.
Saat ini bunga The Fed berada pada rekor tertinggi dalam 22 tahun terakhir. Itu terjadi karena The Fed sempat keliru dalam membuat prediksi. Ketika inflasi mulai melonjak, karena dampak pandemi, The Fed malah menilai keadaan saat itu belum berbahaya. Inflasi hanya mampir dan tak akan bertahan.
The Fed akhirnya harus mengoreksi keterlambatan itu dengan menaikkan bunga dengan sangat agresif. Dalam kurun 2022-2023, bunga The Fed secara total bertambah sebesar 5,25 persen, dari 0-0,25 persen menjadi 5,25-5,5 persen. Bunga setinggi ini mulai bisa menjinakkan inflasi, tapi jika terus dipertahankan akan berisiko mencekik ekonomi hingga jatuh ke dalam resesi.
Sejarah seolah-olah berulang. Pasar menilai The Fed bisa kembali mengambil kebijakan yang keliru jika terlambat membalik arah suku bunga. Pembalikan itu semestinya secara agresif pula. Sudah saatnya The Fed mengendurkan kebijakan moneter. Jika tidak, resesi akan benar-benar datang. Pemulihan ekonomi bakal sulit. Pasar finansial di seluruh dunia akan terus menderita tercekik bunga tinggi.
Sebaliknya, sinyal dari para penentu suku bunga The Fed masih bersikeras, lebih baik mempertahankan dulu kebijakan moneter yang restriktif sampai inflasi benar-benar melandai. Bunga memang sudah mencapai puncak dan akan segera berbalik arah. Namun pembalikan itu akan berlangsung lebih lambat, tak secepat kemauan pasar.
Tarik-ulur kebijakan inilah yang akan mendominasi pergerakan pasar finansial selama 2024. Investor mesti bersiap menghadapi kemungkinan koreksi pasar di bulan-bulan mendatang jika The Fed bertahan pada sikapnya.
Koreksi mulai terlihat di New York. Indeks S&P 500 terus melemah, melorot 1,87 persen hanya dalam sepekan pertama 2024. Di Jakarta, rupiah juga mulai terserempet koreksi. Kursnya kembali melampaui batas psikologis Rp 15.500 per dolar Amerika pada akhir pekan lalu.
Sedangkan di pasar saham, pesta masih berlanjut. Indeks Harga Saham Gabungan bahkan sempat mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah pada 4 Januari 2024, yaitu di level 7.359,63. Namun jangan lupa, makin tinggi terbangnya, makin keras pula jatuhnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tatkala Pasar Menantang The Fed"