Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mendengarkan saran Faisal Basri soal desain pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dari sisi ekonomi.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan kritik Faisal Basri selama ini bisa membuat para pejabat sadar.
Sebelum jatuh sakit, Faisal Basri sempat menyuarakan dukungan terhadap masyarakat Dairi, Sumatera Utara, yang menolak keberadaan tambang.
SEJUMLAH tokoh publik melayat ke rumah duka ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri di Jakarta Selatan, Kamis, 5 September 2024. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan hingga Wakil Presiden 2014-2019 Jusuf Kalla berbelasungkawa atas kepergian Faisal.
Faisal wafat di usia 65 tahun pada Kamis, 5 September 2024, pukul 03.50 WIB, di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan. Adik bungsu Faisal, Ramdan Malik, mengatakan saudaranya meninggal diduga karena serangan jantung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi Luhut, Faisal adalah ekonom yang banyak berkontribusi bagi kebijakan-kebijakan ekonomi Indonesia. Karena itu, Luhut mendengarkan kritik dari pendiri Institute for Development of Economics and Finance tersebut. “Selamat jalan, Pak Faisal. Kami masih meneruskan pekerjaan yang Anda kritik itu,” kata Luhut setelah melayat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Luhut terakhir kali bertemu dengan Faisal pada 2021 setelah gelombang pertama pandemi Covid-19. Ketika itu, Faisal memberi saran soal desain pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dari sisi ekonomi. Menurut Luhut, usulan Faisal itu membantu menjaga keseimbangan antara kesehatan dan ekonomi negara.
Baca juga:
Faisal juga dikenal sebagai sosok yang aktif mengkritik kebijakan penghiliran nikel, yang menjadi fokus utama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Meski berbeda pandangan dengan Faisal, Luhut menghargai setiap pemikiran dan argumen yang ia sampaikan.
Dalam tulisan yang diunggah di situs web pribadinya pada 11 Agustus 2023, Faisal mendukung sepenuhnya industrialisasi, tapi menolak mentah-mentah penghiliran nikel dalam bentuk yang berlaku sekarang. Menurut Faisal, penghiliran ugal-ugalan seperti yang diterapkan untuk nikel sangat sedikit meningkatkan nilai tambah nasional. Nilai tambah yang tercipta dari kebijakan tersebut seluruhnya dinikmati oleh Cina dan mendukung industrialisasi di Cina, bukan di Indonesia. Pernyataan Faisal soal penghiliran nikel menguntungkan Cina dibantah Jokowi.
Luhut menganggap Faisal sebagai sosok yang sangat berdedikasi dan penuh integritas. Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi pada 2014 tersebut dikenang sebagai orang yang lugas, rendah hati, dan pendengar yang baik meski ada perbedaan pendapat. “Keberanian dan kejujurannya dalam berargumen menunjukkan karakter kuat sebagai seorang intelektual,” kata Luhut.
Menurut Luhut, Faisal tidak pernah menggunakan kritik sebagai alat untuk menjatuhkan, melainkan untuk membangun. Kritik yang ia sampaikan selalu dalam kerangka memperbaiki. Karena itu, Luhut sangat menghargai dia.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan melayat ke rumah duka Faisal Basri di Jakarta, 5 September 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Hal senada diungkapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia. Menurut Bahlil, kritik Faisal selama ini bisa membuat para pejabat sadar. “Bang Faisal Basri ini, menurut saya, satu tokoh yang mampu mengerem para pejabat seperti saya,” kata Bahlil setelah melayat ke rumah duka.
Faisal mengkritik pergeseran posisi Bahlil dari Menteri Investasi menjadi Menteri ESDM. Jokowi menunjuk Bahlil menjadi Menteri ESDM untuk menggantikan Arifin Tasrif pada Senin, 19 Agustus 2024. Faisal menganggap penunjukan Bahlil sebagai Menteri ESDM demi kepentingan pemerintah membagikan konsesi tambang.
Dalam menyampaikan kritik, Faisal tidak pandang bulu. Koleganya pun tak luput dari kritik. Rekan Faisal di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (kini Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia), Chatib Basri, pernah merasakannya. Ketika Chatib menjadi Menteri Keuangan pada 2013-2014 dan saat menjabat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 2012-2013, Faisal tak ragu mengkritiknya.
“Kami kadang berbeda pandangan, namun saya tahu, sikap kritisnya dibutuhkan: untuk perbaikan negeri ini,” demikian Chatib menulis dalam unggahan di akun Instagram pribadinya.
Menurut Chatib, pendapat Faisal bisa menahan kecenderungan manusia untuk berbuat sewenang-wenang. Faisal mengingatkan penguasa untuk tak sewenang-wenang. Chatib mengibaratkan Faisal seperti lentera bagi perubahan. Dalam diri Faisal, keberpihakan pada demokrasi menemukan suaranya dan ketidakadilan menemukan musuhnya.
Bahlil Lahadalia di Jakarta, Maret 2024. Dok.TEMPO/Febri Angga Palguna
Pendapat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati setali tiga uang. Sri Mulyani selalu menghargai pandangan dan kritik Faisal. Saat menjadi Tim Ahli Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Satgas TPPU, Faisal banyak memberikan masukan kepada Kementerian Keuangan, terutama Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. “Buat kami itu bagus dan merupakan pengingat yang baik," tutur Sri Mulyani.
Faisal dan Sri Mulyani pernah bersama memimpin Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi UI. Faisal duduk sebagai Kepala LPEM, sedangkan Sri Mulyani menjadi Wakil Kepala Bidang Diklat pada 1993-1995.
Menurut Sri Mulyani, Faisal punya kecintaan yang luar biasa kepada Indonesia. Dia ingin Indonesia maju dan bebas dari korupsi. Faisal pun selalu tergerak berjuang bila melihat ketidakadilan.
Sebelum jatuh sakit, Faisal memenuhi undangan pertemuan dengan para petani di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, pada 28 Agustus 2024. Masyarakat Dairi menolak keberadaan tambang seng di daerah mereka karena mengancam keselamatan ratusan ribu penduduk di Dairi. Dalam cuitan terakhirnya di Twitter pada 30 Agustus 2024, Faisal menulis, “Rakyat Dairi bertekad bulat melawan kehadiran tambang.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Riri Rahayu dan Adil Al Hasan berkontribusi dalam penulisan artikel ini