Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan merespons soal lonjakan harga minyak dunia akibat tekanan geopolitik di Timur Tengah. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan pemerintah akan mengikuti perkembangan konflik dengan cermat dan kewaspadaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tetapi secara umum, sesuai dengan UUD APBN, Menkeu (Menteri Keuangan) memang memiliki kekuasan untuk adjust (menyesuaikan) anggaran subsidi," ujar Isa di kantornya, Jakarta Pusat pada Jumat, 26 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan penyesuaian anggaran subsidi bisa terjadi apabila harga minyak dunia melonjak dan lajunya lebih pesat dibandingkan harga jual minyak mentah di Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP). Di sisi lain penerimaan negara dari minyak dan gas juga ikut naik dengan meningkatnya harga dunia. Hal itu, menurut Isa, juga dapat menjadi keleluasaan Menteri Keuangan untuk melonggarkan anggaran subsidi.
Di sisi lain, Isa menuturkan pemerintah harus melakukan konsertasi. Artinya, Kementerian Keuangan harus melakukan pengelolaan di beberapa sektor keuangan. Misalnya, pengelolaan konsumsi masyarakat dan pembagian beban dengan badan usaha. "Kita akan manage secara proper pada saat yang dibutuhkan," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.
Dia berujar eskalasi tersebut berdampak terhadap harga minyak. Harga minyak sempat menembus angka US$ 90 per barel. Tetapi terkoreksi kembali hingga posisi terakhir saat ini sebesar US$ 88 per barel.
Secara year to date (ytd), kata Sri Mulyani, kenaikan harga minyak Brent sebesar 14,3 persen. Sedangkan harga minyak WTI naik 17,5 persen. Ia menilai hal ini tidak bisa dipungkiri disebabkan oleh ketegangan di Timur Tengah.
Karena itu, menurut Sri Mulyani, Indonesia masih harus waspada terhadap kemungkinan disrupsi rantai pasok, terutama untuk minyak dan gas. Sebab, kondisi geopolitik saat ini masih dinamin dan kecenderungan harga minyak yang tinggi akan mempengaruhi Indonesia.
"Pengaruhnya baik terhadap APBN maupun perekonomian Indonesia dan menyebabkan tekanan terhadap inflasi," ucap Sri Mulyani.