Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani mengatakan Indonesia berpotensi menjalin kerja sama dengan dua negara di benua Afrika seperti Zimbabwe dan Maroko untuk membangun ekosistem kendaraan listrik. Sebagai salah satu produsen nikel terbesar dunia, Indonesia bisa berkolaborasi dengan Zimbabwe yang memiliki sumber daya lithium. Sedangkan Maroko, selama ini diketahui menguasai lebih dari 70 persen cadangan fosfat dunia. Selain kerap dijadikan bahan baku pupuk, fosfat banyak dimanfaatkan untuk bahan baku baterai kendaraan listrik yaitu untuk baterai lithium iron phosphate (LFP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kolaborasi ini dapat menjadi kontribusi signifikan dalam transisi menuju energi hijau," kata Rosan, dalam keterangan tertulis pada Selasa, 3 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain berkolaborasi di energi hijau, Rosan menjelaskan, potensi kemitraan lain yang bisa dikembangkan adalah di sektor hilirisasi pertanian, seperti rumput laut; dan perkebunan, seperti minyak sawit. Rosan mendukung ada pertemuan tingkat tinggi secara reguler untuk meningkatkan pemahaman lebih baik terkait kebutuhan kedua pihak antarkawasan.
Menurut Rosan, pemerintah Indonesia dan Afrika berkomitmen dalam kerja sama memperkokoh kemitraan strategis di sektor energi hijau, hilirisasi, dan human capital. Indonesia menunjukkan komitmen kuat mempererat hubungan ini dengan menciptakan kemitraan yang saling melengkapi dan memperkuat posisi global south di kancah internasional. "Kami percaya kemitraan ini tidak hanya akan mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pengembangan human capital," tutur Rosan.
Menurut dia, kerja sama ini bisa mengatasi tantangan global seperti kemiskinan, perubahan iklim, dan ketidaksetaraan, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia di kedua kawasan. Dia menyerukan kepemimpinan global dan peran aktif dari negara-negara selatan atau global south berkolaborasi mewujudkan kemitraan strategis tersebut.
Rosan menyatakan, seruan itu untuk mendukung kepemimpinan negara-negara selatan atau global south di level dunia sehingga dapat membawa aspirasi dan kebutuhan dari negara-negara tersebut. "Karena, masa depan itu ada di global south,” ujar dia.
Menurut Rosan, posisi Indonesia saat ini sangat strategis ditambah dengan pengalaman dalam pembangunan ekonomi, bisa menjadikan Indonesia salah satu pemain kunci memperkuat kemitraan Global South. Rosan pun menyoroti keselarasan antara visi Indonesia Emas 2045 dengan Agenda Pembangunan Afrika 2063 yang dapat menciptakan kondisi global yang lebih adil. Kedua visi ini berfokus pada beberapa sektor ketahanan pangan, kesehatan, energi berkelanjutan, dan nikel masuk dalam salah satunya.