Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Deflasi merupakan penambahan nilai mata uang, antara lain dengan pengurangan jumlah uang kertas yang beredar dengan tujuan mengembalikan daya beli yang yang nilainya turun. Deflasi merupakan fenomena penurunan harga yang ada di dalam suatu wilayah. Deflasi terjadi karena kekurangan jumlah uang beredar yang menyebabkan daya beli masyarakat menjadi turun.Ini berbeda dengan inflasi, yang menggambarkan kenaikan harga.
Penurunan harga ini pada dasarnya terdengar seperti kabar baik bagi konsumen karena mereka bisa membeli barang lebih murah.
Namun, dalam skala makroekonomi, deflasi justru sering kali dihindari karena bisa membawa dampak negatif yang besar bagi perekonomian.
Melansir dari kemenkeu.go.id, deflasi biasanya terjadi ketika ada penurunan permintaan yang signifikan terhadap barang dan jasa. Permintaan yang melemah ini bisa dipicu oleh berbagai faktor, seperti penurunan konsumsi akibat ketidakpastian ekonomi, tingkat pengangguran yang tinggi, atau masalah pada sektor keuangan.
Ketika permintaan turun, produsen biasanya menurunkan harga untuk mencoba menarik konsumen, namun ini dapat memicu siklus penurunan harga yang lebih luas dan berkepanjangan.
Dampak Deflasi terhadap Ekonomi
Dampak deflasi bagi perekonomian umumnya negatif. Salah satu dampaknya adalah menurunnya tingkat konsumsi masyarakat. Meskipun harga barang turun, masyarakat sering kali menunda pembelian dengan harapan harga akan terus menurun.
Penundaan konsumsi ini menekan permintaan lebih lanjut, yang pada akhirnya memaksa produsen untuk menurunkan harga lebih jauh lagi. Siklus ini bisa memicu apa yang dikenal sebagai “deflationary spiral” atau spiral deflasi, yang sulit dihentikan tanpa intervensi kebijakan ekonomi yang tepat.
Selain itu, deflasi meningkatkan beban utang. Ketika harga-harga turun, nilai riil utang menjadi lebih besar. Ini terutama berdampak pada rumah tangga dan perusahaan yang memiliki pinjaman dengan suku bunga tetap. Penurunan pendapatan, yang biasanya mengikuti deflasi, membuat semakin sulit bagi mereka untuk membayar utang, sehingga dapat memicu kebangkrutan dan mengganggu kestabilan sektor keuangan.
Berapa Persen Deflasi yang Masih Aman?
Pada umumnya, perekonomian tidak mentoleransi tingkat deflasi yang terlalu tinggi. Deflasi yang masih tergolong aman biasanya berada pada tingkat yang rendah dan hanya bersifat sementara. Beberapa ekonom berpendapat bahwa tingkat deflasi sebesar 0% hingga 1% masih dapat ditoleransi, terutama jika itu terjadi dalam waktu singkat. Namun, ketika deflasi berlangsung dalam jangka panjang dan berada di bawah -1%, ini sudah mulai dianggap berbahaya.
Bank sentral di berbagai negara, seperti Bank Indonesia atau Federal Reserve di Amerika Serikat, biasanya menargetkan tingkat inflasi yang moderat, misalnya sekitar 2%, sebagai tanda stabilitas harga.
Inflasi moderat dianggap sehat bagi perekonomian karena mendorong konsumsi dan investasi. Sementara itu, deflasi dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi karena dapat menciptakan ketidakpastian dan mendorong perilaku menahan pengeluaran.
ANANDA RIDHO SULISTYA | NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI | ANTARA
Pilihan editor: 4 Negara Ini Pernah Alami Deflasi Parah hingga Melumpuhkan Perekonomian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini