Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ada dua tipe sistem pembayaran kelistrikan di Indonesia, yaitu prabayar dan pascabayar. Listrik prabayar menggunakan sistem pembelian token agar dapat menggunakan listrik. Sedangkan pelanggan listrik pascabayar melakukan pembayaran setelah menggunakan listrik. Lalu, lebih hemat mana listrik prabayar atau pascabayar?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Listrik dengan sistem prabayar mulai hadir di Indonesia sejak 2008. Sistem berbasis token ini kemudian dinamai Listrik Pintar. Disebut prabayar lantaran pelanggan harus membeli token layaknya pulsa untuk dapat menggunakan listrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kelebihan sistem prabayar adalah pelanggan dapat mengontrol secara mandiri penggunaan listrik. Namun, listrik dapat otomatis padam jika token habis. Hal ini tentu dapat menyebabkan gangguan, terutama jika pelanggan tengah menggunakan layanan listrik.
Sebelum Listrik Pintar hadir, Perusahaan Listrik Negara atau PLN sepenuhnya menggunakan sistem pascabayar. Pembayaran listrik sistem pascabayar dihitung berdasarkan meteran listrik. Kemudian tagihan rekening listrik dikirimkan setiap bulan sesuai dengan energi listrik yang dipakai.
Rekening listrik juga dapat diperiksa menggunakan aplikasi berbasis mobile. Keunggulan listrik pascabayar adalah listrik selalu tersedia. Bahkan ketika pelanggan terlambat membayar tagihan. Di sisi lain, karena selalu tersedia, pelanggan tidak mengetahui secara pasti berapa tagihan listrik per bulannya.
Mungkin masyarakat percaya bahwa listrik pascabayar lebih murah dibandingkan listrik prabayar. Namun, ternyata perbedaan keduanya hanya terdapat pada sistem pembayaran. Sedangkan untuk tarif, potongan, dan biaya administrasi tetap sama.
Pelanggan listrik prabayar golongan R-1 900 VA tarif listriknya Rp 1.325 per kWh atau kilo Watt Hour. Adapun biaya abodemen atau biaya berlangganan listrik pasca bayar untuk golongan R-1 900 VA tarifnya juga sama Rp 1.325 per kWh.
Membahas soal lebih hemat mana antara listrik prabayar dan pascabayar, sebenarnya tergantung dari penggunaan listrik oleh pelanggan. Sesuai namanya, Listrik Pintar dimaksudkan agar pelanggan PLN dapat secara mandiri mengatur penggunaan listrik. Pelanggan listrik berbasis prabayar dapat memantau penggunaan listrik secara langsung di meteran listrik. Sehingga dapat mengatur penggunaan listrik agar hemat.
Sementara itu, pada listrik pascabayar, pelanggan PLN tidak dapat mengetahui secara langsung penggunaan listrik mereka. Rekening listrik hanya dikirim sekali di akhir bulan. Karena ketersediaan listrik yang tidak terbatas, jika tidak berhati-hati dalam menggunakan listrik, biaya kelistrikan mungkin akan membengkak.
Penghematan listrik bagi pelanggan PLN berbasis pascabayar dapat dilakukan dengan menerapkan penggunaan listrik seminimal mungkin. Matikan peralatan yang menggunakan listrik jika tidak diperlukan.
Sebuah penelitian di Universitas Muhamadiyah Surakarta menunjukkan bahwa biaya kelistrikan dengan daya 450 VA pada listrik pascabayar selisih 6,1 persen lebih tinggi dibandingkan sistem listrik prabayar. Sedangkan pada kelistrikan dengan daya 900 VA, biaya listrik pascabayar juga lebih tinggi dibandingkan dengan yang prabayar, yakni 2,7 persen.
Kendati begitu, pengguna listrik pascabayar bukan berarti tidak dapat berhemat listrik. Jika berkenan, pelanggan listrik pascabayar juga dapat menghitung penggunaan listrik dengan mengecek meteran listrik.
Syaratnya, pelanggan harus ingat atau mencatat meteran kWh terakhir setelah melakukan pembayaran. Jika per kWh-nya dihargai Rp. 1.325, kalikan dengan jumlah meteran kWh yang bertambah setelah pembayaran terakhir.
Dengan demikian, pelanggan dapat mengetahui perkiraan berapa biaya listrik. Jika dirasa membengkak, pelanggan dapat menghemat dengan mengurangi penggunaan listrik yang tidak perlu.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: 5 Tips Menghemat Token Listrik di Rumah
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini