Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jeda waktu makan siang sudah lewat satu jam. Selasa, 13 Agustus lalu, Fajar Tarigan masuk ke The Gade Coffee & Gold di Jalan Haji Agus Salim, Jakarta Pusat. Bersama dua rekannya, pria 50 tahun itu mengambil meja kecil dengan empat kursi di belakang meja bar.
Duduk di kursi tak jauh dari meja bar, Taufan El Savir mengamati gerak-gerik Fajar yang sedang bercengkerama dengan dua kawannya. Merasa mendapat angin, Savir masuk ke obrolan tiga sekawan itu. Ia memperkenalkan diri sebagai karyawan PT Pegadaian (Persero). Menenteng buku menu, dia menjelaskan bahwa di kafe itu tidak hanya tersedia kopi dan penganan, tapi juga fasilitas menabung emas di Pegadaian.
Namun Fajar belum tertarik menabung di Pegadaian. Karyawan PT Smartfren Telecom itu hanya ingin mampir ke kafe anyar tersebut, yang baru buka pada 1 Agustus lalu. “Yang penting sudah diperkenalkan literasi perihal Pegadaian,” kata Savir, Kepala Departemen The Gade Coffee & Gold di Jalan Haji Agus Salim.
The Gade di Jalan Haji Agus Salim adalah kafe ke-34 PT Pegadaian. Kafe ini menempati bekas Gedung 48 milik Kementerian Badan Usaha Milik Negara yang baru saja direnovasi. Setelah dipugar, bangunan itu berganti nama menjadi Gedung Sinergi 8.
The Gade pertama berdiri di kantor cabang Pegadaian di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada 5 April 2018. Pegadaian berharap kafe-kafe itu bisa mendatangkan nasabah-nasabah baru dari kalangan milenial. “Kami ingin meregenerasi nasabah,” ujar Savir.
Dari sekitar 12,5 juta nasabah Pegadaian saat ini, mayoritas berasal dari kelompok usia produktif. Sebanyak 73 persen merupakan kelompok usia 45 tahun ke bawah. Namun, dari 73 persen itu, kebanyakan berusia 30-45 tahun. Sedangkan kelompok usia 23-30 tahun hanya 7 persen.
Itu sebabnya Pegadaian terus mencari nasabah baru berusia muda. Lenny Rahmi, misalnya, berhasil menggaet 22 pegawai PT Antam menjadi nasabah tabungan emas. Senior Manager Keagenan Divisi Jaringan dan Operasional PT Pegadaian itu menyebutkan setiap nasabah baru tersebut membuka tabungan Rp 50 ribu. Setelah resmi menjadi nasabah, mereka mendapat segelas kopi gratis.
Sepekan sebelumnya, tim penjualan di bawah supervisi Agung Syahputra berhasil menggaet seorang pengunjung kafe menjadi penabung emas. “Awalnya cuma melihat-lihat emas di pojokan,” tutur Agung, Sales Head Pegadaian Cabang Salemba, menunjuk etalase di dekat pintu masuk. Setelah ditawari, pengunjung tersebut membuka rekening tabungan emas 10 gram atau senilai Rp 6,4 juta.
Selain menyasar kelompok milenial, The Gade melayani nasabah-nasabah prioritas. Maka, tak mengherankan mayoritas gerai The Gade menempel pada kantor cabang atau unit Pegadaian. “Kalau malas antre, bisa sambil ngopi-ngopi dulu di sebelah,” ujar Direktur Jaringan, Operasi, dan Penjualan PT Pegadaian Damar Latri Setiawan, Rabu, 14 Agustus lalu.
Jam operasional kantor layanan yang bersanding dengan The Gade sengaja dibuat lebih lama. Salah satunya kantor Pegadaian Kebayoran Baru, yang menempel pada The Gade di Jalan Wijaya IX, Melawai, Jakarta Selatan.
Malam itu, Riana bersama dua rekannya melayani sejumlah pengunjung di The Gade Melawai. Sepasang lelaki dan perempuan duduk di meja tengah dekat brew bar. Tak jauh dari mereka, seorang pengunjung lain, yang masih lengkap dengan busana olahraganya, duduk menyesap minuman.
Menurut Taufan El Savir, The Gade di Jalan Wijaya IX banyak digandrungi pesohor. Salah satunya Ananda Omesh, aktor, komedian, dan pembawa acara televisi. Bermula dari minum kopi di sana, Omesh tertarik menabung emas di Pegadaian. Menurut Savir, Omesh kini menjadi salah satu nasabah besar pembiayaan Pegadaian.
Selain menyasar kelompok milenial, The Gade melayani nasabah-nasabah prioritas. Maka, tak mengherankan mayoritas gerai The Gade menempel pada kantor cabang atau unit Pegadaian.
Cerita serupa terjadi pada Heri Pemad, pendiri ArtJog, salah satu festival seni rupa kontemporer tahunan terbesar di Indonesia. Awalnya Heri hanya mencari tempat nongkrong sambil ngopi di seputar Solo, Jawa Tengah. Lantas ia menemukan The Gade di Jalan Slamet Riyadi. “Dulu saya pikir nama kafenya The Gate,” kata Heri saat dihubungi, Selasa, 13 Agustus lalu. Belakangan dia tahu maksud nama The Gade adalah gade, berasal dari kata “pegadaian”.
Dari secangkir kopi, Heri bercerita, dia berkenalan dengan Pegadaian. Awalnya Heri menggadaikan emas untuk keperluan bisnis. Lalu ia menggadaikan mobil. Kini Heri menjadi salah satu nasabah besar Pegadaian Solo. “Sekarang, setiap kali ada undian dari Pegadaian, saya selalu harap-harap cemas, ha-ha-ha...,” ucapnya.
Pegadaian tak sekadar menawarkan tabungan emas. Demi menggaet kalangan milenial, The Gade merekrut Della Mifti, salah satu barista populer di Indonesia. Keputusan Pegadaian menggaet Della adalah bukti keseriusan perusahaan terjun ke usaha kedai kopi sebagai pendukung bisnis inti perseroan. Semua menu dan standar penyajian, plus bahan baku, mengikuti standar yang ditetapkan Della. Adapun pasokan kopi berasal dari Q grader, Awan S.P. “Dibuatkan khusus untuk The Gade,” ujar Savir.
Sejak bergabung dengan PT Pesonna Indonesia Jaya, anak usaha Pegadaian yang membawahkan The Gade, Della kini menghabiskan banyak waktunya di sana. “Senin-Jumat lebih banyak di sini,” tuturnya. Selebihnya, ia berada di kafenya sendiri di kawasan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan. Ia juga memiliki kedai kopi di Bandung.
Selasa, 13 Agustus lalu, Della tiba di The Gade Jalan Haji Agus Salim pada tengah hari, tepat ketika kafe sedang ramai pe-ngunjung saat jam makan siang. Bila ada yang memesan kopi seduh tangan, Della yang turun tangan. Kalau pesanan sekadar kopi susu atau minuman lain yang sudah punya pakem takaran, tiga barista merangkap pramusaji yang mengerjakan.
Pegadaian merogoh kantong sendiri untuk berinvestasi di The Gade. Damar Latri- mengatakan investasi terbesar berupa mesin pembuat espresso. Di The Gade Jalan Haji Agus Salim, misalnya, Pegadaian menggunakan La Marzocco, salah satu merek mesin espresso paling populer di dunia. “Investasinya Rp 400-700 juta per kedai,” kata Damar.
Jumlah kedai The Gade kini sudah 34. Total investasi Pegadaian mencapai Rp 18 miliar. Damar mengaku belum bisa menghitung berapa nasabah baru yang berasal dari The Gade, baik nasabah gadai maupun tabungan emas, produk yang paling banyak ditawarkan di kafe itu. “Tapi promosinya mencapai target. Jumlah nasabah juga terjaga. Paling tidak ada kontribusi di situ,” ujarnya. Tahun ini, perseroan menargetkan jumlah nasabah tumbuh 13-15 persen.
Menurut Savir, investasi besar Pegadaian buat The Gade jauh lebih efisien ketimbang biaya pemasangan baliho jumbo. Sebagai contoh, Savir menerangkan, harga iklan videotron di simpang Tugu Tani, Jakarta Pusat, mencapai Rp 1,2 miliar untuk enam bulan tayang. Bila iklan berbagi dengan yang lain, biayanya Rp 200 juta dengan durasi tiga bulan. “Cuma, sekarang orang kalau berhenti di lampu merah yang dilihat bukan baliho, tapi gadget masing-masing,” ucap Savir, tersenyum.
Damar dan Savir berharap The Gade bisa menjadi alat bantu perusahaan dalam mengembangkan bisnis, menyusul investasi jorjoran mereka di aplikasi Pegadaian Digital Service. Setelah ini, Damar menambahkan, Pegadaian akan meluncurkan layanan pinjaman berbasis online agar tak ditinggalkan gerbong kemajuan zaman.
KHAIRUL ANAM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo