Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

investigasi

Haji Isam, Kebun Tebu, dan Keinginan Swasembada Gula

Pemerintah mengundang pengusaha berinvestasi membuka kebun tebu untuk swasembada gula dengan kompensasi mendapat kuota impor. Kebun terbesar milik Haji Isam.

7 September 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN gerak-geriknya yang kikuk, laki-laki berbaju cokelat itu secara canggung meminta Tempo menghapus foto-foto dalam kamera telepon. “Kalau bisa dihapus karena sebetulnya wartawan tidak boleh masuk ke sini,” katanya.

Ia mengenalkan diri sebagai Tuji. Brigadir Tuji. Sehari-hari dia bertugas di Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara di Kendari, ibu kota Sulawesi Tenggara, 150 kilometer jauhnya dari tempat ia meminta Tempo menghapus foto-foto aktivitas para penambang emas di area PT Sultra Utama Nikel, di Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana, pada pertengahan Agustus 2019.

Di area penambangan emas itu, Tuji menjadi penanggung jawab. “Kantor”-nya rumah berdinding kayu di tengah sabana. Para penambang memanggilnya “bos”. “Padahal saya cuma disuruh komandan berjaga di sini,” ujar Tuji.

Saat percakapan itu berlangsung, puluhan penambang emas dengan pakaian berlumpur-lumpur keluar-masuk rumah yang menjadi markas, tempat istirahat, sekaligus warung makan tersebut. Tuji “bertugas” mengawasi para penambang yang baru datang ke Rarowatu Utara empat bulan lalu, setelah Jhonlin Group membeli saham PT Sultra Utama Nikel pada Maret 2019.

Jhonlin tak punya izin menambang emas. PT Jhonlin Batu Mandiri, anak usaha Jhonlin Group yang berdiri pada 2014, adalah pemegang konsesi perkebunan tebu. Perusahaan milik Andi Syamsuddin Arsyad, yang lebih populer dipanggil Haji Isam, itu mendapat konsesi 20 ribu hektare untuk ladang tebu dan pabrik gula di Bombana selama 10 tahun. Isam berasal dari Desa Mappesangka di Bone, Sulawesi Selatan.

Menurut mantan Kepala Desa Mappesangka, Andi Rasdi Sumange, Isam terhitung sepupu Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Pada 2017, Amran bersama Isam datang ke pesta rakyat di desa itu yang menghadirkan para penyanyi Ibu Kota. Amran menyumbang Rp 100 juta untuk pembangunan masjid, sementara Isam menghibahkan Rp 500 juta.

Proyek kebun tebu dan pabrik gula itu adalah hajat besar Kementerian Pertanian untuk swasembada gula 2024. Program ini merupakan permintaan Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet pada 2016. Menteri Amran menerjemahkan perintah itu dengan membuka investasi ladang tebu dan pabrik gula untuk menutup kebutuhan 3,9 juta gula konsumsi yang defisit 1,1 juta ton setahun.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman (berbaju biru) dan Haji Isam (berkaus putih) saat meninjau lokasi pabrik PT Jhonlin Batu Mandiri di Bombana, Sulawesi Tenggara, Desember 2017. tribratanews.bombana

Menurut Mochamad Arif Efendi, Direktur Jhonlin Batu Mandiri, area konsesi PT Sultra Nikel seluas 2.344 hektare itu akan diubah menjadi kebun tebu setelah izin usaha pertambangannya habis tahun depan. Di halaman “kantor” Brigadir Tuji itu terparkir alat-alat berat pengeruk tanah dan mobil pengerek roda empat.

Konsesi menambang emas PT Sultra dimulai pada 2010. Haji Isam membeli semua saham PT Sultra senilai Rp 29,48 miliar. Lahan di sekeliling kantor PT Sultra di Desa Watu-Watu kini sudah tertanam tebu setinggi orang dewasa. “Nanti semua lahan akan ditanami tebu,” kata Arif Efendi.

Selain membeli saham PT Sultra, Haji Isam membeli saham PT Cahaya Gemilang Sentosa, yang memiliki konsesi pertambangan emas 5.346 hektare di Poleang Utara, satu wilayah desa dengan konsesi PT Sultra. Para penambang, umumnya datang dari Palopo, Sulawesi Selatan, mengaku mendapat upah Rp 90 ribu per hari dari polisi daerah Sulawesi Tenggara.

Emas adalah komoditas favorit Bombana satu dekade terakhir. Ada sekitar 30 perusahaan yang menambang di sana, termasuk PT Tiran Indonesia, perusahaan milik Menteri Amran Sulaiman, seluas 947 hektare di Rarowatu sejak 2014.

Karena emas mulai surut, para penambang mengaku tak menentu mendapatkannya tiap hari. Para penambang ataupun Brigadir Tuji mengaku tak tahu pembeli akhir emas yang ditambang di sabana itu. “Saya tidak punya hak bicara,” kata polisi asal Klaten, Jawa Tengah, ini.

Kepala Kepolisian Resor Bombana Ajun Komisaris Besar Andi Adnan Syafruddin menyangkal kabar anak buahnya menambang di area PT Jhonlin. Begitu pula jawaban juru bicara Polda Sulawesi Tenggara, Ajun Komisaris Besar Harry Goldenhardt. “Tidak ada perintah untuk menambang,” katanya. “Kalau ada, silakan laporkan ke Divisi Profesi dan Keamanan.”

Arif Efendi menolak mengomentari polisi yang menambang di lahannya. “Ini di luar tugas saya,” ujarnya. Sedangkan Haji Isam meminta Tempo melaporkan para polisi itu ke Divisi Profesi dan Keamanan. Soalnya, kata dia, keberadaan para penambang itu membuat perusahaannya dituding mengincar emas berkedok izin kebun tebu. “Sama sekali saya tidak tahu ada emas,” ucapnya.

Isam menyebutkan ia ikut mengajukan diri membuka kebun tebu di Bombana karena ingin membantu pemerintah mewujudkan swasembada gula. Kendati tak punya pengalaman berbisnis tebu atau gula, ia bersedia menyediakan uang tunai sebagai syarat investasi.

Syahdan, setelah rapat kabinet 2016 memutuskan target swasembada gula pada 2020, Menteri Amran Sulaiman membuka peluang investasi di 10 lokasi. Ada 300 perusahaan yang tertarik. Setelah disaring, jumlahnya tinggal 28. “Setelah disaring lagi, tinggal sepuluh,” kata Amran. Total produksi gula kristal putih semua perusahaan itu 1,1 juta ton setahun.

Nilai impor gula pada 2018 mencapai 5,02 juta ton, yang nilainya US$ 1,79 miliar atau sekitar Rp 26,8 triliun. Jika merujuk pada data 2016, kebutuhan gula nasional sebanyak 5,7 juta ton, yang terbagi untuk industri 2,9 juta ton dan sisanya gula konsumsi. Sedangkan produksi dalam negeri untuk dua kebutuhan itu hanya 2,2 juta ton.

Syarat utama perusahaan terpilih membangun pabrik gula, menurut Amran, adalah punya komitmen dengan menunjukkan garansi bank 20 persen dari nilai investasi tiap lokasi. Investasi PT Jhonlin Batu Mandiri tercatat salah satu yang paling besar, senilai Rp 3,89 triliun, termasuk Rp 1,72 triliun untuk mendirikan pabrik. “Dia siap dengan uangnya,” ucap Amran.

Menteri Amran mengaku trauma terhadap janji investasi pabrik gula. Ia bercerita, investasi tebu di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, gagal karena tak ada keseriusan calon investor yang mengajukan diri. “Saya sebut perusahaan seperti itu ‘PT Akan-akan’,” katanya. “Saya sudah bosan dengan perusahaan semacam itu.”

Terdorong keinginan mewujudkan swasembada gula, Amran mengawal penuh proses perizinan perusahaan-perusahaan tersebut. Ada sepuluh lokasi yang dipilih, di antaranya Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawesi Tenggara.

Hingga kini, perusahaan-perusahaan itu umumnya belum selesai membangun pabrik. “Pabrik kami baru 35 persen,” ujar Erwin Suryadi Setiawan, Head of Corporate Legal & Communication PT Muria Sumba Manis di Nusa Tenggara Timur. “Pabrik diperkirakan baru beroperasi Juni 2020 dengan kapasitas giling 6.000 ton tebu sehari.” Dalam proposalnya, kapasitas giling Muria sebanyak 10 ribu ton.

Berbeda dengan sembilan perusahaan lain, perusahaan Isam mendapat keistimewaan. Menteri Amran turut “membantu” mengurus izinnya hingga Bombana.

Amran Sulaiman (berbatik cokelat) dan Haji Isam (berbatik biru) saat penanaman perdana tebu di Bombana. sultra.polri.go.id

Wakil Bupati Bombana Johan Salim bercerita, Menteri Amran mengumpulkan semua pejabat kabupaten itu di Hotel Clarion, Kendari, pada pertengahan 2017. Ia membawa dan mengenalkan Isam sebagai calon investor yang akan membuka kebun tebu dan pabrik gula. “Kami diminta back up karena investasinya Rp 7 triliun,” kata Johan.

Selain menggelar pertemuan terbuka di hotel, beberapa pejabat bercerita, Menteri Amran meminta mereka berkumpul di kantor Gubernur Sulawesi Tenggara yang pintu ruang rapatnya dijaga polisi. Para peserta pertemuan dilarang membawa telepon seluler ke dalam ruangan. Amran kembali mengulang agar pemerintah daerah memuluskan izin investasi PT Jhonlin.

Amran membenarkan pernah mengumpulkan pejabat Sulawesi Tenggara membahas investasi Isam. Menurut dia, semua pejabat daerah setuju kehadiran Jhonlin. Amran kembali menegaskan agar perizinan lahan Jhonlin dipermudah untuk mempercepat perusahaan beroperasi. “Saya kejar sampai bupati,” ujarnya.

Untuk perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Amran menugasi anggota staf khusus Menteri Pertanian bidang investasi, Syukur Iwantoro. Ia menjabat Wakil Ketua Tim Percepatan Kerja Sama Pemanfaatan Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan. “Kami bahas semua proposal. Arahan beliau harus profesional,” kata Syukur. Pada Maret 2018, ia naik jabatan menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian.

Bukan hanya Syukur yang sibuk. Direksi PT Jhonlin juga mendatangi Bupati Bombana Tafdil meminta penerbitan izin-izin dipercepat. Tafdil meresponsnya dengan mengeluarkan izin lokasi. “Saya juga ingin cepat,” ucap politikus Partai Amanat Nasional ini.

Tafdil melupakan rencananya pada 2012 yang akan menjadikan Bombana sebagai lumbung peternakan sapi. Ia tak peduli jika ladang penggembalaan Balanteo sudah dihuni 19 kelompok peternak dengan lebih dari 400 anggota yang mengurus 3.454 ekor sapi.

Di lahan seluas 11 ribu hektare itu, selain para peternak, penduduk sejumlah desa tinggal. Mereka mengembangbiakkan sapi karena mendapat hibah dari Kementerian Pertanian pada 2013, ketika Menteri Pertanian dijabat Suswono, sebesar Rp 3 miliar. Kini penduduk desa dan peternak diusir polisi atas suruhan PT Jhonlin.

Skema yang dipakai dalam penguasaan itu adalah kerja sama antara PT Jhonlin Batu Mandiri dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Tina Orima Bombana. Dasarnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 81 Tahun 2016 tentang Kerja Sama Penggunaan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan untuk Mendukung Ketahanan Pangan.

Dalam perjanjian itu disebutkan pemerintah provinsi akan mendapatkan komisi dari produksi gula PT Jhonlin melalui skema bagi hasil. Hingga dua tahun setelah nota kerja sama diteken, persentase bagi hasil belum jelas benar. “Kami masih menghitungnya,” kata Kepala KPHP Tina Orima Rustam.

Tak sampai sebulan, sejak Jhonlin terpilih dalam daftar 28 perusahaan pada 4 Juli 2017, izin Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk kerja sama pemanfaatan hutan produksi terbit. Sebulan kemudian, 11 September 2017, nota kesepahaman Jhonlin dan KPHP Tina Orima ditandatangani kedua belah pihak. Amran Sulaiman dan Haji Isam menanam tebu pertama kali di Balanteo pada 1 Oktober 2017.

Ketua Tim Percepatan Kerja Sama Pemanfaatan Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan Agus Justianto tak memungkiri jika izin perkebunan tebu Bombana disebut diberikan secara cepat. “Tugas tim sesuai dengan namanya: tim percepatan pencadangan lahan untuk pangan lintas instansi,” ujar pejabat eselon I Kementerian Lingkungan Hidup ini. “Tapi tidak semua cepat juga.”

Total lahan hutan produksi yang dikuasai PT Jhonlin, yang menggabungkan konsesi dan tambang emas perusahaan yang dibelinya, lebih dari 30 ribu hektare. Luas ini di luar kawasan hutan produksi terbatas 1.913 hektare melalui skema tukar-menukar lahan dengan KPHP Tina Orima. Di lahan inilah, kata Arif Efendi, kelak dibangun pabrik seluas 224 hektare.

Di atas kertas, kapasitas giling pabrik gula PT Jhonlin sebesar 12 ribu ton tebu sehari, yang menghasilkan 104.400 ton gula kristal putih setahun. Jika asumsi harga gula Rp 12.500 per kilogram, Jhonlin akan mendapat penghasilan Rp 1,3 triliun setahun.

Masalahnya, perkebunan tebu dan pabrik gula Jhonlin tak tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Bombana 2013-2030. Dalam RTRW yang disahkan Bupati Tafdil itu, area kebun tebu Jhonlin tercatat untuk ladang penggembalaan karena hutan produksi tersebut berbentuk sabana. Karena itu, sejak 2013, padang ilalang ini dipakai untuk penggembalaan 3.454 sapi oleh 400 peternak.

Hibah Rp 3 miliar dari Kementerian Pertanian pada 2013 sudah terpakai untuk membangun pusat kesehatan hewan, penangkaran, hingga kandang. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Pembibitan dan Pakan Ternak Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Sulawesi Tenggara, Pollynarius, mengatakan ladang penggembalaan itu menjadi kebanggaan Bombana. “Sekarang kami tidak punya kebanggaan lagi,” ucapnya.

Ketika RTRW itu dikonfirmasi kepada Tafdil, sang Bupati mengatakan perkebunan tebu dan pabrik gula sudah sesuai dengan perencanaan. Ia menampik semua pasal yang menyebutkan ladang penggembalaan. “Izin lokasi untuk tebu itu sudah dibahas Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah,” katanya. “Jadi tak mungkin tak sesuai dengan tata ruang.”

Dalam RTRW Sulawesi Tenggara 2014-2034 pun tak ada frasa perkebunan tebu untuk Bombana. Industri gula dan kebun tebu disebutkan dalam pasal 40, tapi berlokasi di Konawe Selatan dan Muna. Kepala Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sulawesi Tenggara Yesna Suarni membenarkan ketiadaan tebu dalam rencana tata ruang Bombana. “Masyarakat tidak pernah mengembangkan komoditas itu,” katanya. Yesna dicopot dari jabatannya pada akhir Agustus lalu.

Bahkan, dalam Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) Tina Orima yang ditetapkan Juli 2016, konsesi Jhonlin berada di blok penggunaan untuk pertambangan. Untuk memuluskan rencana Jhonlin, KPHP Tina Orima merevisi RPHJP pada Desember 2017, atau dua bulan setelah Amran menanam tebu Jhonlin, dari status blok penggunaan menjadi zona pemanfaatan. Padahal RPHJP biasanya direvisi tiap 10 tahun.

Perubahan status itu membuat Jhonlin terlihat sah menanam tebu. Kepala KPHP Tina Orima Rustam mengatakan revisi rencana jangka panjang urusan dinas kehutanan provinsi. “RPHJP direvisi karena izin pertambangan beberapa perusahaan sudah mau habis,” ujar Sahid, Kepala Bidang Planologi Dinas Kehutanan Sulawesi Tenggara.

Pernyataan Sahid berbeda dengan Pollynarius. Menurut pejabat Dinas Peternakan Sulawesi Tenggara itu, tanah di lokasi konsesi Jhonlin tak cocok untuk kebun tebu. Di lapangan terlihat tebu tak tumbuh dengan mulus karena lapisan tanahnya berupa mineral.

Aktivitas penambangan emas di sekitar wilayah pabrik gula di Bombana, Sulawesi Tenggara. TEMPO/Erwan Hermawan

Direktur Jhonlin Arif Efendi mengakui pada awalnya ia kesulitan menanam tebu karena tanahnya minim hara. “Rumput saja tidak tumbuh,” tuturnya. Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga mengakui ketidakcocokan itu. Namun ia mengklaim tanah di Balanteo kini subur setelah lapisan mineralnya diangkat.

Di tanah subur sekalipun pabrik gula tak akan beroperasi maksimal dalam waktu singkat. Manajemen PT Jhonlin berhitung, dengan kondisi Bombana seperti sekarang dan kualitas tebu yang masih rendah, produksi puncak gula baru tercapai dalam beberapa tahun. Dalam perhitungan Arif Efendi, “Balik modal baru tahun kesembilan jika hanya mengandalkan tebu lokal.” Padahal konsesi Jhonlin membuka kebun tebu hanya 10 tahun.

Walhasil, sebagai kompensasi, kata Arif, pemerintah menjanjikan kuota impor 600 ribu ton raw sugar untuk 10 pabrik gula itu. Kementerian Perindustrian tengah menggodok bagi-bagi kuota ini untuk mereka. “Sebagai insentif untuk pabrik gula baru berbasis tebu,” ujar Abdul Rochim, Direktur Jenderal Industri Agro.

Dasarnya adalah Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10 Tahun 2017. Di sana disebutkan bahwa jatah impor untuk perusahaan di luar Jawa selama tujuh tahun dan pabrik di Jawa lima tahun. Menurut Rochim, pemerintah memberikan insentif kepada perusahaan karena membuka kebun tebu dan pabrik gula butuh waktu lama dan biaya besar. “Besaran impor berupa selisih kebutuhan gula konsumsi dan produksi dalam negeri,” katanya.

 


 

Kejar Target Swasembada

Untuk mengejar produksi tambahan gula putih 1 juta ton per tahun, Kementerian Pertanian membuka keran investor menggarap kebun tebu. Di Bombana, pemenangnya PT Jhonlin Batu Mandiri, yang mengolah ladang penggembalaan 20 ribu hektare. Izinnya serba cepat karena Menteri Pertanian Amran Sulaiman turun langsung mengurusnya.

9 Juni 2016
Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit X Tina Orima, Sulawesi Tenggara, berdasarkan blok.

13 Juli 2016
Rapat Terbatas Kabinet tentang Peta Jalan Investasi Gula, Jagung, Sapi, serta Kredit Usaha Rakyat Perkebunan. Presiden Joko Widodo menargetkan sesegera mungkin melakukan swasembada pangan.

25 Juli 2016
Rapat Menteri Pertanian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional dipimpin Presiden Republik Indonesia tentang Penyediaan Lahan untuk Program Ketahanan Pangan.

5 Oktober 2016
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 81 tentang Kerja Sama Penggunaan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan untuk Mendukung Ketahanan Pangan keluar. Jhonlin memakai aturan ini untuk mendapatkan lahan seluas 20 ribu hektare di kawasan hutan tanpa membeli atau membebaskannya.

5 Oktober 2016
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 81 tentang Kerja Sama Penggunaan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan untuk Mendukung Ketahanan Pangan keluar. Jhonlin memakai aturan ini untuk mendapatkan lahan seluas 20 ribu hektare di kawasan hutan tanpa membeli atau membebaskannya.

13 Juli 2017
PT Jhonlin Batu Mandiri meminta persetujuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam kerja sama pemanfaatan kawasan hutan untuk mendukung ketahanan pangan.

2 Agustus 2017
Tim koordinasi kerja sama daerah pemerintah Sulawesi Tenggara menilai Jhonlin layak membuka bisnis gula. Gempita, lembaga yang dibentuk Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, menanam jagung di Tina Orima. Dua bulan kemudian, Menteri Amran meresmikan pembukaan lahan tebu milik Jhonlin.

3 Agustus 2017
Nota kesepahaman antara KPHP Tina Orima dan PT Jhonlin Batu Mandiri tentang pemanfaatan kawasan hutan untuk ketahanan pangan.

9 Agustus 2017
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan surat persetujuan kerja sama dan menyetujui permohonan Jhonlin menanam tebu serta beternak sapi di kawasan hutan.

11 September 2017
Perjanjian kerja sama oleh pelaksana tugas Kepala KPHP Tina Orima, Rustam, dengan Direktur PT Jhonlin Batu Mandiri Maman Gunawan. Rustam sempat menolak karena ia masih pelaksana tugas. Kepala Dinas Kehutanan Bombana memberi garansi.

1 Oktober 2017
Penanaman tebu perdana di Bombana oleh Menteri Amran Sulaiman.

14 Desember 2017
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengubah blok kawasan hutan di area konsesi dari pertambangan ke pemanfaatan kawasan perkebunan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Dini Pramita, Riky Ferdianto, dan Rosnia Fikri dari Kendari berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Gula-Gula Dua Saudara"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus