Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Empat terdakwa perkara Jiwasraya terbukti korup.
Pengembalian kerugian masih menunggu terdakwa lain yang juga dijerat dengan dugaan pidana pencucian uang.
Penelusuran transaksi lintas negara melibatkan PPATK.
PUTUSAN yang dibacakan hakim Susanti Adi Wibawani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 12 Oktober lalu, tak hanya menjadikan korupsi PT Asuransi Jiwasraya sebagai kasus keempat dalam dua dekade terakhir yang menghasilkan hukuman seumur hidup. Vonis majelis hakim malam itu, yang menyatakan korupsi terbukti terjadi di Jiwasraya, juga menguatkan pengembangan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus yang ditaksir telah merugikan keuangan negara hingga Rp 16,8 triliun tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasal TPPU pula yang menjadi salah satu isi tuntutan jaksa terhadap Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, dua terdakwa yang proses sidangnya sempat tertunda setelah keduanya didiagnosis positif Covid-19. Membacakan berkas tuntutan dalam sembilan jam persidangan, Kamis, 15 Oktober lalu, jaksa menyatakan kedua pengusaha tersebut telah mentransfer, mengalihkan, hingga membelanjakan kekayaan sehingga terlihat sebagai hasil investasi yang sah. “Padahal harta kekayaan terdakwa diperoleh dari tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama,” kata jaksa Kemas Roni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vonis hakim memang baru diberikan kepada empat dari enam terdakwa korupsi Jiwasraya. Empat terpidana itu adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya, Hendrisman Rahim; eks Direktur Keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo; bekas Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan; serta Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto. Hakim, dalam sidang putusan, Senin, 12 Oktober lalu, mengganjar mereka sama rata kendati dalam tuntutan jaksa sebelumnya hanya Hary Prasetyo yang diminta dihukum penjara seumur hidup.
Dengan putusan tersebut, nyaris tertutup peluang bagi Benny dan Heru untuk mendapatkan hukuman lebih ringan dibanding tuntutan seumur hidup yang dilayangkan jaksa. Namun yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apakah putusan hakim kelak akan memastikan kerugian dalam perkara ini dapat dikembalikan para terpidana.
Jaksa, dalam tuntutannya, juga meminta hakim mengganjar Benny dan Heru dengan hukuman ganti rugi senilai total Rp 16,8 triliun. Terhadap Benny, bos PT Hanson International Tbk, jaksa penuntut umum menuntut pengembalian kerugian senilai Rp 6,07 triliun. Adapun Heru dituntut Rp 10,7 triliun. Sejak awal, kejaksaan mengklaim berbagai langkah penyitaan harta para pelaku dan penggunaan pasal TPPU bertujuan menjamin kerugian dalam kasus Jiwasraya yang kini mengancam nasib ribuan pemegang polis bisa dikembalikan.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono enggan banyak berkomentar mengenai langkah lanjutan lembaganya menyusul putusan kasus Jiwasraya. Dia mengingatkan, perkara ini belum mempunyai kekuatan hukum tetap lantaran baru diputus di pengadilan tingkat pertama.
Meski demikian, dia memastikan aset sitaan yang dikumpulkan kejaksaan dari para tersangka, terdakwa, dan terpidana sekarang telah cukup untuk menutup nilai kerugian investasi Jiwasraya sebesar Rp 16,8 triliun. “Barang sitaan diperkirakan sudah melebihi kerugian keuangan negara,” ucap Hari, Rabu, 14 Oktober lalu.
•••
ALIRAN transaksi mencurigakan yang diduga berhubungan dengan kasus Jiwasraya menjadi agenda rapat Kejaksaan Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat, 3 September lalu. Persamuhan dua jam itu menghadapkan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dengan Panitia Kerja Pengawasan Penegakan Hukum Jiwasraya bentukan Komisi Hukum DPR. “Jampidsus menyatakan total aset yang telah disita sebesar Rp 18,4 triliun,” tutur anggota Panitia Kerja, I Wayan Sudirta, Jumat, 16 Oktober lalu.
Merujuk pada berita acara pertemuan tersebut, Jampidsus membeberkan adanya penempatan uang di sejumlah rekening di luar negeri, termasuk negara suaka pajak seperti Cayman Islands dan Mauritius. Penempatan dana itu diduga dilakukan melalui perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro. Bukan hanya itu, sejumlah transaksi juga terdeteksi dilakukan untuk pembelian properti yang dilakoni beberapa orang sebagai nominee para terdakwa. Jampidsus membeberkan berbagai upaya menemukan indikasi delik pencucian uang itu dilakukan bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Kepala PPATK Dian Ediana Rae membenarkan kabar bahwa lembaganya telah menyampaikan berbagai temuan yang berkaitan dengan kasus Jiwasraya kepada kejaksaan. Dian tak dapat memaparkan detailnya. Yang jelas, menurut dia, PPATK menemukan beberapa orang yang diduga berperan mengatur pengelolaan dana, dari saat penempatan hingga pemindahan rekening secara sistemik.
Pola tersebut, Dian menambahkan, diduga bertujuan menyembunyikan atau mengaburkan jejak transaksi. PPATK menemukan indikasi keterlibatan money launderer dan gate keeper profesional untuk mencampurkan hasil korupsi dengan dana aktivitas perusahaan menggunakan pola terintegrasi. “Delik pencucian uang yang ditemukan terutama penggunaan nominee atau broker zombie,” kata Dian, Jumat, 16 Oktober lalu.
Berbekal penelusuran ini, penanganan kasus Jiwasraya terus berkembang sepekan terakhir. Bersamaan dengan sidang putusan, Senin, 12 Oktober lalu, penyidik Kejaksaan Agung menetapkan seorang tersangka baru, yakni Direktur Utama PT Himalaya Energi Perkasa (HD Capital) Piter Rasiman. Penyidik menduga, sepanjang 2008-2018, Piter bersepakat dengan para terdakwa dan terpidana untuk mengatur investasi saham dan reksa dana milik Jiwasraya.
Pengaturan itu, menurut Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, dilakukan dengan mendirikan delapan perusahaan atas nama Piter. “(Perusahaan itu) diketahui atas kendali terdakwa Heru Hidayat dan terdakwa (kini terpidana) Joko Hartono Tirto untuk menyimpan dana asuransi dan reksa dana milik Jiwasraya,” ucap Hari dalam jumpa pers, 12 Oktober lalu.
Sebelumnya, kejaksaan menetapkan 13 perusahaan manajer investasi sebagai tersangka korporasi dalam kasus ini. Seorang tersangka lain, mantan Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan, Fakhri Hilmi, juga ditahan.
Menurut Hari Setiyono, penyidik akan terus mengembangkan pengusutan kasus Jiwasraya, termasuk tetap membuka peluang penetapan tersangka baru. “Sepanjang ada alat bukti,” ujarnya.
Kelanjutan perkara dalam persidangan agaknya juga akan masih panjang. Para terpidana berancang-ancang mengajukan permohonan banding. Soesilo Ariwibowo, pengacara Joko Hartono Tirto, menilai putusan hakim seakan-akan hanya menyadur tuntutan jaksa dan cenderung tak mempertimbangkan fakta-fakta dalam persidangan. Selain itu, Soesilo menilai persidangan tidak mengurai lebih rinci kerugian negara. “Meskipun BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mengatakan bahwa setiap pengeluaran yang didasarkan pada hal-hal yang melanggar hukum, kan, masih ada saham di PT Asuransi Jiwasraya. Lalu itu ke mana, milik siapa? Kan, semestinya menjadi pengurang,” katanya.
AISHA SHAIDRA, ANDITA RAHMAH, CAESAR AKBAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo