Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

wawancara

Izin Penggunaan Vaksin Bisa Disetop

Pemerintah Indonesia telah mengamankan komitmen vaksin Covid-19 dari Sinovac, Sinopharm, CanSino, dan AstraZeneca. Menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Kusumastuti Lukito, BPOM bisa mengeluarkan emergency use authorization agar vaksin tersebut bisa segera digunakan untuk kalangan prioritas meski belum selesai menjalani uji klinis fase ketiga. Vaksinasi untuk masyarakat luas bisa dimulai tahun depan setelah vaksin diproduksi secara massal. BPOM juga memantau penggunaan obat-obat untuk penyembuhan pasien Covid-19.

17 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • BPOM memberangkatkan tim inspeksi ke Cina untuk mengecek pabrik tiga produsen vaksin Covid-19.

  • Pemerintah Indonesia telah mengamankan komitmen vaksin Covid-19 dengan empat industri farmasi dari Cina dan Inggris, yaitu Sinovac, Sinopharm, CanSino, dan AstraZeneca.

  • BPOM juga memantau penggunaan obat-obat untuk penyembuhan pasien Covid-19, antara lain favipiravir, remdesivir, dan hidroksiklorokuin.

KEPALA Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito urung berangkat ke Beijing, Cina, pada Kamis, 15 Oktober lalu. Ia sedianya memimpin tim teknis untuk menginspeksi pabrik vaksin Covid-19 milik Sinovac Biotech Ltd, China National Pharmaceutical Group (Sinopharm), dan CanSino Biologics Inc. Dengan protokol kesehatan yang sangat ketat, otoritas Cina mewajibkan setiap orang asing yang masuk ke wilayahnya menjalani karantina mandiri selama dua pekan. “Enggak mungkin, kan, saya dua minggu di sana menunggu, he-he-he…,” kata Penny dalam wawancara khusus dengan Tempo di ruang Operational Center BPOM, Kamis, 15 Oktober lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di tengah hujan kritik atas penanganan pagebluk, pemerintah menggenjot perburuan vaksin dengan menjajaki kerja sama dengan berbagai industri. Selain menggandeng tiga perusahaan Cina tersebut, Indonesia telah mengamankan komitmen vaksin dari AstraZeneca di London, Inggris. Pada 24-26 Agustus lalu, Penny juga bertandang ke Abu Dhabi dan Dubai, Uni Emirat Arab, untuk menggandeng industri farmasi G-42 dan Sinopharm. Dari Sinopharm, Indonesia mengunci komitmen 10 juta dosis untuk awal tahun depan dan 3 juta dosis vaksin tambahan siap pakai yang akan dikirim pada Desember nanti. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penny mengatakan, dalam situasi pandemi, BPOM bisa mengeluarkan emergency use authorization agar vaksin bisa segera digunakan untuk kalangan prioritas, seperti tenaga kesehatan, meski uji klinis tahap ketiga vaksin itu belum rampung. Kandidat vaksin bikinan Sinopharm, misalnya, mengantongi izin penggunaan darurat dari Regulator Pengawas Obat Cina pada Juli lalu dan disuntikkan kepada 200 ribu orang di Cina dan 22 ribu orang di Uni Emirat Arab. Namun pemberian izin penggunaan darurat tetap disertai pemantauan yang ketat oleh BPOM. “Kalau ada data baru dan (efeknya) berbahaya, bisa saja emergency use authorization disetop,” katanya.

Penny menerima wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi dan Nur Alfiyah, sebelum bertolak ke Lampung. Ia antara lain menceritakan perkembangan pencarian vaksin, obat untuk penyembuhan pasien Covid-19, hingga riset obat racikan Universitas Airlangga, Surabaya, yang kontroversial. Selama wawancara, Penny didampingi Direktur Registrasi Obat BPOM Lucia Rizka Andalusia, yang membantunya menjelaskan hal-hal teknis seputar vaksin dan obat.

Pemerintah akan mendatangkan 6,6 juta dosis vaksin Covid-19 dari sejumlah produsen untuk vaksinasi awal. Sejauh mana BPOM dilibatkan dalam proses ini?

Ada empat produsen vaksin yang sudah berkomitmen dengan Indonesia, yaitu AstraZeneca, CanSino, Sinovac, dan Sinopharm. Sinovac sedang uji klinis fase ketiga di Bandung. Itu sudah on the track. Kami sudah mendatangi Sinopharm sewaktu ke Uni Emirat Arab. Nantinya semua diberi emergency use authorization atau izin penggunaan dalam kondisi darurat. Jadi bukan izin edar. Sinovac, Sinopharm, dan CanSino itu pabriknya di Beijing, Cina. Tim inspeksi kami sudah berangkat hari ini. Tadinya saya sendiri yang akan datang ke sana untuk memimpin tim tersebut dan bertemu dengan otoritas pengawas obat setempat, tapi tidak dapat izin untuk tidak harus isolasi mandiri. Setiap orang yang datang ke Cina harus menjalani isolasi mandiri selama dua minggu. Enggak mungkin, kan, saya dua minggu di sana menunggu, he-he-he….

Apa yang dilakukan tim inspeksi BPOM di Beijing?

Tim inspektur terbang bersama perwakilan PT Bio Farma dan Majelis Ulama Indonesia untuk aspek halal. Sekitar awal November baru bisa inspeksi ke masing-masing pabrik Sinovac, Sinopharm, dan CanSino. Dari inspeksi ke pabriknya, kami akan mendapatkan data mutu vaksin. Sekarang kondisi pandemi dan kita ingin segera menggunakan vaksinnya. Padahal vaksin sedang dalam pengembangan. Karena itu, kami tentu harus bisa menilai risiko dan manfaat vaksin. Itulah kenapa BPOM mengeluarkan izinnya untuk emergency use authorization. Pemberian izin tersebut harus tetap dikaitkan dengan keamanan, mutu, dan khasiat vaksin. Keamanan dan khasiatnya didapatkan melalui uji klinis. Sedangkan data mutu produk diperoleh dari produsennya atau kita datang sendiri untuk inspeksi kalau belum ada keyakinan karena diproduksi di tempat yang baru.

Sertifikasi halal diperlukan untuk mengantisipasi kontroversi yang bisa muncul di masyarakat?

BPOM sudah mendapatkan data (vaksin) dan tidak mengandung porcine atau DNA babi, baik dalam kandungannya maupun dalam prosesnya. Tapi nanti ada sertifikasi halal yang akan diproses.

Bagaimana kita mengetahui kualitas vaksin produksi perusahaan Cina memenuhi standar?

Otoritas obat di tempat tersebut harus sudah memberikan good manufacturing practice (GMP)-nya. Jadi status produk vaksin harus dihasilkan dari fasilitas dan cara produksi yang baik. Kalau di fasilitas yang baru belum atau sedang proses diberi GMP, ya, kami harus datang juga ke sana untuk inspeksi dan berkomunikasi dengan otoritas obat setempat. Itu salah satu jaminan dari BPOM.

Bagaimana dengan vaksin AstraZeneca?

Sudah ada komitmen antara pemerintah dan industri farmasinya. Pembelian 100 juta dosis secara bertahap mulai triwulan pertama 2021. Untuk AstraZeneca tentunya BPOM siap memberikan emergency use authorization. Ini dengan format yang berbeda karena sudah mendapat izin di stringent countries, negara-negara yang standar pemberian izinnya berkualitas. Berdasarkan penilaian WHO (Badan Kesehatan Dunia), Indonesia juga masuk kategori itu yang dikaitkan dengan otoritas obat.

BPOM tidak perlu mengirimkan tim teknis untuk melakukan inspeksi ke pabrik AstraZeneca?

Kami tinggal mempercayakan kepada negara lain yang kita percayai yang sudah memberikan izin edar, antara lain negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Kalau di negara-negara tersebut sudah diberi emergency use authorization, kami enggak perlu lagi minta data dan mengevaluasinya. Kami tinggal memberikan emergency use authorization. Itu namanya konsep reliance. Apalagi AstraZeneca akan masuk prakualifikasi WHO. Artinya, paten vaksinnya akan dibeli oleh WHO untuk dikirimkan ke negara-negara yang miskin untuk program multilateral WHO.

Kapan vaksin dari empat produsen tersebut siap dikirim ke Indonesia?

Yang lebih dulu adalah vaksin Sinovac sebanyak 3 juta dosis siap pakai dan diprioritaskan untuk tenaga kesehatan. Mungkin dikirim pada minggu ketiga atau keempat November.

Bagaimana pemerintah menentukan siapa saja yang menerima vaksin?

Kementerian Kesehatan dengan tim Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang menentukan siapa yang mendapat vaksinnya. Bukan ditentukan BPOM.

Ketua Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito di Jakarta, Kamis, 15 Oktober 2020. Tempo/Hilman Fathurrahman W

Vaksin buatan Sinovac masih menjalani uji klinis fase ketiga di Bandung. Apa dasar pemberian 3 juta dosis pertama vaksin Sinovac tersebut?

Kami akan menggunakan data uji klinis fase pertama dan kedua yang dilakukan di Cina. Sudah ada laporan lengkap tentang efektivitasnya setelah enam bulan. Jadi datanya lebih lengkap. Ditambah data uji klinis fase ketiga dari negara lain yang berjalan lebih dulu. Vaksin yang sama kan diuji klinis di Brasil, Cile, Bangladesh, dan Turki. Yang lebih dulu selesai itu Brasil.

Kapan uji klinis fase ketiga di Brasil rampung?

Kira-kira November sudah selesai. Jadi kita sudah bisa mendapatkan datanya lebih cepat. Kami akan menggunakan data interim analysis dari Brasil tersebut.

Jika data hasil uji klinis fase ketiga di Brasil tidak sesuai dengan standar efektivitas dan keamanan, apakah BPOM akan tetap memberikan emergency use authorization?

Ya, tentu tidak. Intinya, semua tergantung data. Kami akan mengevaluasi lagi. Itulah tugas BPOM. Kami tidak bisa memberikan janji sampai saat ini. Harus ada analisis yang lengkap berkaitan dengan uji klinis fase kesatu dan kedua yang sudah komplet, enam bulan pemantauan efikasinya, dan hasil uji klinis fase ketiga dari negara lain yang lebih dulu.

Apakah pemberian emergency use authorization untuk vaksin itu prosedur standar yang lazim dilakukan saat pandemi?

Kami tentu mengacu pada WHO. Setelah pemberian izin penggunaan dalam kondisi darurat, pemantauan dan penilaian terus berlangsung. Kalau ada data yang baru lagi, misalnya, dan (efeknya) berbahaya, bisa saja emergency use authorization disetop. Semuanya bisa ditarik lagi. Semoga itu tidak terjadi. Ini format internasional. Indonesia masuk kategori negara yang pemberian izin edarnya ketat. Seperti halnya negara-negara maju, seperti di Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang. Tapi ada beberapa negara yang belum masuk kategori itu, misalnya Cina. Itulah kenapa kami masih perlu datang ke sana dan meminta data mutunya, karena Cina bukan negara yang kita reliance.

Bagaimana penilaian BPOM terhadap uji klinis fase ketiga vaksin Sinovac di Bandung?

Hasilnya bagus. Semua 1.620 responden sudah mendapat suntikan pertama. Suntikan kedua 14 hari kemudian. Sejauh ini tidak ada efek samping. Kalau yang sifatnya personal kan masing-masing berbeda, ya. Ada yang demam sedikit, misalnya. Tapi tidak ada yang menunjukkan efek samping yang serius dan sistemik sehingga bisa menunjukkan ada bahaya dari vaksin ini. Lalu, dari inspeksi pertama dan kedua, mereka melaksanakan sesuai dengan cara uji klinis yang baik.

Apakah target pemerintah untuk memulai vaksinasi masyarakat umum pada awal tahun depan realistis?

Awal tahun depan untuk vaksinasi secara umum dengan sumber dari Sinopharm, Sinovac, dan AstraZeneca. CanSino masih pertengahan 2021. Sinovac sudah siap diproduksi PT Bio Farma pada akhir Januari tahun depan. Komitmen kita dengan Sinovac itu adalah filling. Mereka memberikan bulk, lalu kita mengolahnya menjadi produk akhir. Ada transfer teknologi juga bagi kita. Itulah kenapa uji klinisnya juga di sini.

Bagaimana mekanisme distribusi vaksinnya?

Nanti akan diterjemahkan oleh tim yang dipimpin Kementerian Kesehatan. Ini bukan hal ringan karena vaksin harus ditempatkan dalam wadah penyimpanan dengan temperatur tertentu. Dari produksi sampai tempat distribusinya harus menggunakan alat khusus. BPOM juga mengawal cara distribusi vaksin. Harus melalui pedagang besar farmasi ataupun instalasi farmasi di dinas-dinas kesehatan dan puskesmas yang menyimpannya. BPOM memberikan juga sertifikatnya. Kalau disimpan di tempat yang tidak tepat, nanti mengubah efikasinya dan akhirnya merusak vaksin.

Apakah fasilitas pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia sudah siap untuk itu?

Bukan baru kali ini kita melakukan program imunisasi besar-besaran. Selama ini Kementerian Kesehatan sudah biasa melakukan imunisasi anak. Terakhir ada MMR (vaksin untuk penyakit gondong, campak, dan rubela). Yang penting dilakukan oleh pemerintah adalah aspek komunikasinya di awal. Menjelaskan kenapa yang ini duluan, biar nanti tidak ribut di masyarakat. Lalu soal jaminan terhadap aspek keamanan, khasiat, mutu vaksin, dan bahwa vaksin ini halal.

Vaksin akan diberikan gratis?

Kalau vaksinnya yang dibeli pemerintah dan menjadi program nasional, pasti gratis karena akan diberikan di puskesmas. Kalau untuk jalur mandiri, nantinya seperti vaksin umum biasa. Vaksin tetap didistribusikan BUMN, tapi dibeli oleh rumah-rumah sakit swasta.

Selain vaksin, pencarian obat Covid-19 berlangsung gencar. Bagaimana hasil pengawasan BPOM sejauh ini terhadap kandidat obat Covid-19?

Untuk kasus sedang dan berat, ada favipiravir dan remdesivir yang menunjukkan validitas cukup. Itu golden obat yang ada uji klinisnya. Kami memberikan emergency use authorization untuk favipiravir kepada dua industri, yaitu Dexa Group (PT Beta Pharmacon) dan PT Kimia Farma, dan sudah produksi lokal. Untuk remdesivir sudah ada lima perusahaan yang mendapatkan emergency use authorization, tapi belum ada yang berproduksi di sini karena ada masalah paten. Selain itu, ada oseltamivir dan lopinavir-ritonavir.

Bagaimana dengan hidroksiklorokuin?

Hidroksiklorokuin sudah kami beri emergency use authorization dengan reliance ke Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat. Tapi sekarang sedang dalam observasi kami karena di beberapa negara, termasuk Amerika, sudah ditarik dan kita sudah punya obat lain. Kalau ada data baru yang menunjukkan efektivitasnya tidak baik atau bahkan risikonya lebih berat dari manfaatnya, izin penggunaan obat itu bisa kami tarik.

Bukankah hidroksiklorokuin termasuk kandidat obat yang ikut dalam solidarity trial yang melibatkan Indonesia?

Hidroksiklorokuin sudah dihentikan dari solidarity trial.

Apa pertimbangan utama BPOM akan menarik emergency use authorization untuk hidroksiklorokuin?

Keamanan dan efek sampingnya. Obat itu tak boleh diberikan kepada penderita penyakit jantung. Makanya diberikan hati-hati sekali selama dokternya bisa mempertimbangkan pasiennya tidak punya kasus jantung, tidak ada penyakit bawaan yang akan memberikan risiko. Kami punya data yang diolah bersama dokter paru. Saya sedang minta datanya agar BPOM bisa segera mengambil kesimpulan.

Tim riset Universitas Airlangga bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dan Badan Intelijen Negara sempat menguji racikan obat Covid-19 yang kontroversial. Bagaimana perkembangan laporan dari tim Unair?

Sudah ada pembahasan terakhir antara tim peneliti utama, sponsor, dan BPOM. BPOM setiap kali menilai proses uji klinis obat tidak sendiri, tapi didukung oleh Tim Komisi Nasional Penilai Obat yang terdiri atas para ahli, termasuk klinisi, dokter ahli, farmakolog, epidemiolog. Kami juga mengundang perhimpunan dokter ahli yang berkaitan dengan obat itu. Ada dokter ahli anak, internis, paru, dan kardiologi.

Bagaimana hasilnya?

Disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan dari uji klinis belum memberikan hasil yang lebih baik dibanding obat standar, sementara risiko-risiko lainnya ada. Proses penelitian untuk mendapatkan obat yang baru harus dibandingkan dengan standar. Ini tidak menunjukkan ada manfaat tersebut.

Apa rekomendasi BPOM?

Kami menghargai ide untuk melakukan uji klinis obat Covid-19. Silakan diteruskan untuk mendapatkan data yang baru. Kemarin lebih banyak tidak menaati protokol dan tidak memenuhi randomisasi. Proses dalam penelitiannya sendiri tidak ditepati. Apalagi ini penelitian terhadap manusia. Silakan mencari subyek yang lebih tepat secara acak, tempat penelitian baru, orang tanpa gejala jangan diberi obat.

Bagaimana tanggapan pihak Unair terhadap masukan dari BPOM?

Belum ada. Mereka setuju, semua sudah setuju pada saat pembahasan. Dalam proses itu kan terbuka karena kami melibatkan para ahli dan dokter.


PENNY KUSUMASTUTI LUKITO | Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 9 November 1963 | Pendidikan: S-1 Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (1988); S-2 Master in City Planning, Massachusetts Institute of Techonology, Amerika Serikat (1994); S-3 Teknik Lingkungan (Major) dan Urbanand Regional Planning (Minor), University of Wisconsin-Madison, AS (2000) | Karier: Direktur Perkotaan dan Perdesaan Deputi Bidang Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2002–2005), Inspektur Bidang Kinerja Kelembagaan Inspektorat Utama Bappenas (2005–2007), Direktur Lingkungan Hidup Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Bappenas (2007–2008), Direktur Sistem dan Pelaporan Evaluasi Kinerja Pembangunan Bappenas (2008-2011), Anggota Komisi Nasional Perumusan Agenda Pembangunan Pasca-MDG-2015 (2012-2014), Pejabat Fungsional Perencana Utama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2013), Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (sejak Juli 2016) | Penghargaan: Satya Lencana Wirakarya (2006), Satya Lencana Karya XX Tahun dari Presiden RI (2011)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus