Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
EKONOMI dunia mulai pulih tahun ini. Masalahnya, pemulihan itu tidak akan merata, terjadi ketimpangan serius. Ada negara yang sembuh jauh lebih cepat. Tapi banyak negara yang ekonominya akan tercecer, sulit bangkit kembali. Apa penyebab kesenjangan ini sama sekali bukan misteri: jangkauan vaksinasi Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Korelasinya sangat positif. Negara-negara dengan tingkat vaksinasi lebih tinggi akan pulih lebih cepat. Misalnya Inggris. Betul, di sana ada lonjakan angka kasus baru Covid-19 karena penularan varian delta yang lebih cepat. Akhir pekan lalu, ada lebih dari 30 ribu kasus baru per hari. Namun ledakan itu tidak terlalu menjadi masalah lantaran proteksi vaksinasi membuat Covid-19 tidak lagi menjadi kasus serius.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih dari 70 persen warga Inggris sudah mendapat satu kali suntikan. Yang sudah komplet, mendapat dua kali suntikan, 56,7 persen. Jadi, meski jumlah kasus baru meledak di sana, tingkat kematian tetap rendah, hanya 131 per hari pada akhir pekan lalu. Jumlah pasien yang harus masuk rumah sakit tidak naik signifikan.
Buahnya, tak ada lagi ketakutan berlebihan terhadap Covid-19. Ekonomi bisa buka kembali secara menyeluruh. Masyarakat yang sudah bebas dari pembatasan kegiatan kembali bekerja. Bisnis menggeliat, bahkan mendadak terjadi kekurangan tenaga kerja. Restoran yang kini kebanjiran tamu harus berebut merekrut pelayan.
Di sinilah terjadi kekontrasan yang sangat tajam antara Inggris dan Indonesia, yang juga sedang menghadapi ledakan wabah. Lonjakan angka kasus baru di Indonesia sedikit lebih tinggi, tapi jalur tanjakannya mirip dengan pengalaman Inggris. Akhir pekan lalu, Indonesia melaporkan 41 ribu kasus baru dalam sehari.
Yang sangat jomplang adalah tingkat vaksinasi. Hingga akhir pekan lalu, baru 17,1 persen warga Indonesia yang sudah satu kali disuntik vaksin. Yang sudah dua kali cuma 7,3 persen. Tanpa proteksi vaksin, Covid-19 di sini tetap melumpuhkan ekonomi. Angka kematian per hari melejit, lebih dari 1.800 per hari. Rumah sakit masih kewalahan menampung pasien. Obat-obatan dan tabung oksigen masih langka.
Tingkat proteksi vaksin serendah itu tak memungkinkan bagi pemerintah untuk membuka kembali ekonomi sepenuhnya. Masih ada 221 juta warga Indonesia yang belum terjangkau vaksin. Mereka rentan terkena kasus fatal dengan ancaman kehilangan nyawa.
Maka, kendati banyak orang menjerit, terutama mereka yang nafkahnya berasal dari aktivitas dari hari ke hari, pemerintah tak mungkin mencabut pembatasan ekonomi begitu saja. Sektor informal mungkin masih bisa mendapat kelonggaran, agar kerusuhan sosial tidak meledak. Selebihnya, bisnis dan industri lain mau tak mau harus menunggu atau mengurangi kapasitas.
Konsekuensinya jelas, pemulihan ekonomi kita akan berjalan lebih lambat. Banyak lembaga sudah mulai mengubah proyeksi pemulihan ekonomi Indonesia. Dalam laporan terbarunya, Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan Indonesia menjadi 3,9 persen, dari proyeksi sebelumnya 4,3 persen. Bank Pembangunan Asia (ADB) juga memotongnya menjadi 4,1 persen, dari semula 4,5 persen.
Hikmah kisah dua lonjakan di Inggris dan Indonesia ini sungguh jelas. Pemerintah seharusnya tak ragu-ragu lagi. Menggenjot vaksinasi harus benar-benar menjadi prioritas. Tak ada gunanya pemerintah mengejar pertumbuhan dengan mendahulukan berbagai proyek prestisius jika ekonomi pada akhirnya tak bisa bergerak lantaran belum ada proteksi vaksin yang memadai bagi masyarakat.
Tantangan bagi Indonesia untuk segera memperluas dan meratakan jangkauan vaksin memang sungguh berat. Pemerintah harus bekerja sangat keras mengingat kondisi geografis yang luas dengan jumlah penduduk begitu besar. Fakta ini semestinya makin meyakinkan pemerintah untuk menetapkan prioritas. Tak ada pilihan lain.
Segala sumber daya, termasuk anggaran, untuk mempercepat vaksinasi Covid-19 harus menjadi prioritas utama. Vaksin juga harus tetap cuma-cuma agar tak ada lagi korporasi menanggung beban yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Siapa pun pelakunya dan apa pun kilahnya, membisniskan vaksin dalam situasi seperti sekarang hanya akan memperlambat vaksinasi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo