Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Kementerian Keuangan menerima usulan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR soal tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025 sebesar 2,5 persen, dinilai YLKI hanya main-main.
Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai tarif cukai 2,5 persen terlalu rendah. “Jika tarifnya terlalu rendah, itu namanya main-main saja. Jauh dari efektif,” katanya seperti dikutip Koran Tempo edisi 14 September 2024.
Menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani, di Jakarta, Selasa, 10 September 2024, usulan tersebut sejauh ini diterima sebagai rekomendasi, namun keputusannya diserahkan kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Itu rekomendasi saja. Tapi nanti tergantung pemerintah tahun depan,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski begitu, dia menyebut berbagai aspek akan dipertimbangkan dalam menentukan tarif cukai MBDK, tergantung kondisi pada tahun depan. “Itu nanti kita lihat, sangat tergantung kondisi tahun depan,” katanya.
Sebelumnya, usulan tarif cukai MBDK sebesar 2,5 persen diajukan oleh BAKN DPR. Dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan pada Selasa itu, Pimpinan BAKN DPR Wahyu Sanjaya menyampaikan tarif itu bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi dampak negatif konsumsi MBDK yang sangat tinggi.
BAKN mendorong agar pemerintah mulai menerapkan cukai MBDK untuk mengurangi dampak negatif tersebut. Di samping itu, juga untuk meningkatkan penerimaan negara dari cukai dan mengurangi ketergantungan dari cukai hasil tembakau (CHT).
“Kami merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan cukai MBDK sebesar 2,5 persen pada 2025 dan secara bertahap sampai dengan 20 persen,” ujar Wahyu.
Selain cukai minuman berpemanis, pihaknya juga mendorong pemerintah untuk menaikkan cukai tembakau jenis sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM) minimal lima persen setiap tahun selama dua tahun ke depan.
Hal itu dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari CHT dan membatasi kenaikan CHT pada jenis sigaret kretek tangan (SKT) untuk mendorong penambahan penyerapan tenaga kerja.
Berikutnya: Bahayanya Minuman Berpemanis
Berdasarkan survei kesehatan Indonesia 2023 yang dilakukan Kementerian Kesehatan, 47 persen penduduk di atas sia 3 tahun mengkonsumsi lebih dari satu kali produk minuman berpemanis dalam kemasan per hari.
Sebanyak 43 persen minum 1-6 kali per minggu dan 9,2 persen mengkonsumsi kurang dari 3 kali per bulan.
Padahal konsumsi minuman berpemanis lebih dari satu porsi per hari akan menimbulkan risiko terkena diabetes melitus tipe 2 sebesar 18 persen, stroke 13 persen, dan serangan jantung 22 persen.
YLKI mengusulkan tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan minimal 20-25 persen. Pertimbangannya, konsumsi produk bergula di Tanah Air makin tinggi, Kelebihan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan berisiko menyebabkan diabetes yang menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Menurut data Federasi Diabetes Internasional, Indonesia menempati urutan kelima dalam kasus diabetes tertinggi di dunia setelah Cina, India, Pakistan, AS pada 2021. Pada 2021, penderita diabetes usia 20-49 tahun di Tanah Air mencapai 19,5 juta orang dan diperkirakan bisa naik 28,6 juta pada 2045.
Data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan prevalensi anak penderita diabetes naik 70 kali lipat pada Januari 2023 dibanding 2010.
IDAI mencatat 1.645 anak terkena diabetes dengan prevalensi 2 kasus per 100 anak. Hampir 60 persen penderitanya anak perempuan, sedangkan berdasar usia sebanyak 46 persen umur 10-14 tahun dan 31 persen 14 tahun ke atas.
ANTARA | KORAN TEMPO
Pilihan Editor Prabowo Targetkan Rp1.000 Triliun dari Perdagangan Karbon, Pengamat: Terlalu Ambisius
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini