Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Solo-Pengusaha batu bara asal Solo, Andri Cahyadi melaporkan Komisaris Utama PT Sinarmas, Indra Widjaya ke Bareskrim Polri. Konglomerat itu dilaporkan dalam kasus penipuan dan pencucian uang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andri menyebut kasus itu bermula saat perusahaannya, PT Exploitasi Energi Indonesia (Tbk) bekerja sama dengan PT Sinarmas dalam memasok batu bara untuk PLN. "Kerja sama itu dimulai sejak 2015," katanya saat ditemui, Senin 15 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Andri, perusahaannya memiliki kontrak untuk memasok batu bara untuk PLN hingga 7 juta ton per tahun. Kontrak yang cukup besar itu membuatnya harus bekerja sama dengan perusahaan yang lebih besar. "Dalam kesepakatan, PT Sinarmas memasukkan orangnya sebagai direktur di perusahaan saya," katanya.
Hanya saja, selama tiga tahun bekerja sama, perusahaannya tidak kunjung mendapatkan hasil keuntungan. Bahkan, perusahaan dengan kode emiten CNKO itu justru dibebani utang hingga Rp 4 triliun. Kondisi itu membuat Andri sebagai Komisaris Utama PT Exploitasi Energi Indonesia enggan menandatangani laporan keuangan.
Tidak adanya laporan keuangan membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan saham PT Exploitasi Energi Indonesia sejak pertengahan tahun lalu. "Hingga saat ini masih di-suspend," katanya.
Pada Desember 2020 lalu, Andri semakin terkejut saat melihat sahamnya di perusahaan itu juga menyusut, dari 53 persen menjadi tinggal 9 persen. Karena itu, dia juga melaporkan Direktur Utama PT Sinarmas Sekuritas Kokarjadi Chandra ke kepolisian.
Laporan terhadap dua petinggi di Sinarmas itu dibuat di Bareskrim Polri pada 10 Maret lalu. Laporan tersebut diterima SPKT Bareskrim Polri dengan nomor STTL/94/III/2021 Bareskrim.
"Perusahaan ini saya dirikan sendiri bersama keluarga sejak 1998 silam," kata pria yang berasal dari keluarga pengusaha batik itu. Kepemilikan itu menurutnya bisa dibuktikan dengan akta pendirian perusahaan. Setelah berkembang selama tiga tahun, perusahaan itu bisa mulai menjual saham di lantai bursa efek.
Andri mengaku menderita total kerugian hingga Rp 15,3 triliun akibat kejadian tersebut. "Termasuk keuntungan yang tidak saya terima dan kehilangan saham," katanya. Padahal, perusahaan miliknya itu masih memegang kontrak memasok batu bara untuk PLN hingga 15 tahun ke depan.