Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus ekonom senior Rizal Ramli meninggal kemarin. Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini mengenang sosok Rizal Ramli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Suatu pagi ketika Rizal Ramli (RR), masih menjabat Menteri Koordinator Perekonomian (2000-2001), menelpon saya langsung dari kantornya hanya sekedar memberi apresiasi dan respek terhadap muatan ide dalam tulisan saya di Harian Kompas tentang utang luar negeri," ujar Didik dalam keterangan resminya pada Rabu, 3 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Didik menjelaskan, di zaman Orde Baru, Indonesia tergantung pada utang luar negeri. Sehingga, kata dia, ada sisi kurang kurang berdaulat dan nuansa didekte dalam kebijakan ekonomi.
"Saya sudah tidak ingat keseluruhan ide dari tulisan tersebut karena hari-hari berikutnya selalu ada saja artikel yang harus saya tulis untuk Majalah Tempo, Harian Republika, Bisnis Indonesia, dan lainnya," tutur Didik.
Setelah itu, dia pun membaca kembali tulisannya. Menurut Didik, muatan tulisan itu cukup mendalam dan kritis.
"Dari percakapan bersifat pribadi dan persahabatan intelektual tersebut, maka saya dengan dasar sub-sub bab dari tulisan tersebut kemudian menjadi bab-bab di dalam buku yang berjudul Ekonomi Politik Utang," ungkap Rektor Universitas Paramadina ini.
Didik menceritakan, pada pertengahan 1990-an, Rizal Ramli mendirikan lembaga think tank Econit. Sementara dirinya dan rekan-rekannya mendirikan Indef. Pada masa itu, monopoli kebenaran hanya ada di kelompok ekonom pemerintah.
"Kini RR sudah meninggalkan kita. Siapa tidak kenal Rizal Ramli? Tokoh yang masa mudanya tumbuh dalam gerakan dan ranah intelektual," tutur Didik.
Menurut Didik, Rizal Ramli akhir-akhir ini menonjol melakukan gerakan opposisi untuk melawan praktik anti demokrasi di dalam kekuasaan. "Sepanjang hayatnya tidak pernah berhenti untuk menjaga demokrasi dengan caranya, dan melakukan melakukan koreksi terus-menerus bahkan ketika demokrasi remuk redam seperti sekarang ini," ucap dia.
Didik mengklaim, check and balances di dalam demokrasi formal parlemen telah mati. Sedangkan Rizal Ramli tampil ke depan, ujar dia, sehingga marwah demokrasi yang jatuh masih terlihat berdinamika.
Didik menuturkan, Rizal Ramli sebagai tokoh gerakan memilih berada di luar dengan kapasitasnya sebagai ekonom dan intelektual. Menurut Didik, RR merasa tidak memerlukan baju partai karena dianggap tidak memadai untuk menjaga apalagi mendorong demokrasi.
"Jadi banyak orang yang tetap melihat figur RR adalah tokoh yang berpengaruh dalam menjaga demokrasi," kata Didik.
Selama hidupnya, lanjut dia, Rizal Ramli hanyut di dalam arus gerakan. Ini yang menjadikan rumah RR digunakan untuk markas diskusi dan sekaligus gerakan.
"Itu semua untuk satu tujuan kontrol terhadap demokrasi karena tidak hendak masuk ke alam sistem dan tetap menempatkan dirinya di luar, maka gerakannya terus-menerus dan selamanya menjadi oposisi kritis, bahkan sangat kritis," tutur Didik Rachbini.