Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bulog menggelontorkan beras murah dalam operasi pasar.
Pedagang besar membeli beras bersubsidi dan menjualnya dengan harga tinggi.
Ada tuduhan importir yang hendak menguasai beras impor Bulog.
BAGI Ela, beras dalam kemasan berwarna kuning berbobot 5 kilogram menjadi penyelamat saat harga bahan pangan pokok itu melangit. Beras itu adalah beras berkualitas medium yang dirilis Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) dalam operasi pasar pada akhir Desember 2022. Ela membelinya dalam operasi pasar yang digelar Tim Pengendali Inflasi Daerah Kota Cirebon di dekat Pasar Kanoman, Cirebon, Jawa Barat, pada Rabu, 18 Januari lalu. Harganya Rp 45 ribu per kemasan atau setara dengan Rp 9.000 per kilogram. “Kalau dihitung-hitung murah," kata perempuan 43 tahun itu kepada Tempo pada Kamis, 26 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam operasi pasar di Cirebon saat itu, sebanyak 1 ton beras tandas dalam satu jam. Bulog pun bakal menambah jumlah beras kemasan 5 kilogram tersebut. Bukan hanya di pasar tradisional, beras 5 kilogram itu juga akan dijual di minimarket dan toko retail modern. "Ini akan ada di Alfamart dan Indomaret, sebagai salah satu cara saya menembus mafia yang mengendalikan harga beras,” kata Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso pada Jumat, 27 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat menyebut kata "mafia", pensiunan jenderal polisi bintang tiga itu tak main-main. Budi gemas lantaran ada sekelompok orang yang memainkan harga beras di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp 9.450 per kilogram. Menurut dia, mafia beras membuat harga tetap tinggi meski Bulog sudah menggelontorkan beras murah hingga 100 ribu ton dalam sebulan terakhir.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso meninjau pembongkaran beras impor asal Vietnam milik Perum Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 16 Desember 2022. ANTARA/Galih Pradipta
Budi pun bercerita, Bulog menjual beras dalam operasi pasar seharga Rp 8.300 per kilogram kepada pedagang besar. Sebelum melepas beras itu, Bulog mendapat komitmen dari para pedagang untuk menjual beras maksimal Rp 8.900 per kilogram kepada para pengecer. Tapi ternyata, berdasarkan pengecekan Budi, ada pedagang yang ingkar karena menjual beras itu di atas Rp 9.000 per kilogram. Walhasil, harga di tingkat konsumen melampaui HET.
Pada Jumat, 20 Januari lalu, harga rata-rata nasional beras medium Rp 10.790 per kilogram. Di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, yang menjadi barometer harga beras nasional, beras IR-64 III atau Setra Ramos medium, yang paling banyak dikonsumsi masyarakat, dijual Rp 10.325 per kilogram, jauh di atas ketentuan HET. “Jadi kami seperti menggarami laut. Operasi pasar tidak berpengaruh,” ucap Budi.
Merasa ada yang tak beres, Budi pun menyetop operasi pasar ke Cipinang. Berdasarkan data Bulog, sejak awal Januari lalu sudah ada 6.000 ton beras yang dijual dalam operasi pasar kepada para pedagang di Cipinang. Beras itu mengucur melalui PT Food Station Tjipinang Jaya, badan usaha milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Penghentian operasi pasar itu membuat stok beras di Cipinang melorot. Pada Sabtu pagi, 28 Januari lalu, stok harian di Pasar Induk Cipinang tersisa 13.631 ton atau separuh dari kondisi normal. Sebagai perbandingan, pada Januari tahun lalu stok beras di Cipinang mencapai 27 ribu ton.
Stok yang menipis membuat harga beras melambung. Setelah mencapai Rp 9.800 per kilogram atau mendekati HET pada awal Januari lalu, harga beras medium kini melesat menjadi Rp 10.475 per kilogram. Rata-rata harga beras semua jenis sebesar Rp 11.295 per kilogram, jauh di atas harga Januari tahun lalu yang hanya Rp 9.786 per kilogram.
•••
GEGER seretnya pasokan yang menyebabkan kenaikan harga beras terjadi sejak tahun lalu. Pangkal soalnya adalah kekisruhan pendataan. Kementerian Pertanian menyebutkan produksi beras nasional mengalami surplus. Pada awal Desember 2022, Kementerian Pertanian mengklaim masih ada stok 600 ribu ton beras di pasar.
Sebaliknya, Perum Bulog mendeteksi kekurangan pasokan beras sehingga harganya melambung. Walhasil, Bulog terpaksa menambah volume beras untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan alias operasi pasar. Biasanya Bulog menggelontorkan beras rata-rata 30 ribu ton per bulan untuk semua daerah. Pada Agustus tahun lalu, Bulog harus menyalurkan 200 ribu ton beras demi menekan harga di tingkat konsumen.
Pekerja mengangkut beras saat operasi pasar di Pasar Pagi, Cirebon, Jawa Barat, 24 Januari 2023. TEMPO/Ivansyah
Karena kebutuhan yang bertambah, Bulog kian gencar membeli gabah dan beras dari petani. Tapi tim Bulog harus berebut pasokan dengan pedagang dan pabrik beras swasta. Dampaknya, Bulog menaikkan harga pembelian dari Rp 8.300 menjadi Rp 10.200 per kilogram. Cara ini tak mangkus karena Bulog tetap tak mendapat tambahan beras. Selain berebut stok, sejumlah daerah penghasil beras mengalami gagal panen.
Menjelang akhir tahun, pemerintah menugasi Bulog mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton. Sambil menunggu beras impor datang, Bulog mencari pasokan di sejumlah daerah yang masih punya stok. Salah satunya di Sulawesi Selatan. Di sana Bulog membeli beras dengan harga komersial atau di atas Rp 8.300 per kilogram. Beras-beras ini kemudian dijual kepada pedagang, antara lain di Pasar Induk Cipinang, seharga Rp 8.300 per kilogram atau di bawah harga beli. Sebab, Bulog mendapat subsidi dari pemerintah.
Data Bulog menyatakan 6.000 ton beras masuk ke Pasar Induk Cipinang sejak Januari 2023 untuk menstabilkan harga. Berdasarkan catatan PT Food Station Tjipinang Jaya, ada 5.000 ton beras yang masuk skema operasi pasar Januari. Food Station kemudian menjual beras Bulog kepada pedagang seharga Rp 8.360 per kilogram. “Kami mengambil margin kecil untuk biaya pengurusan, administrasi, pengecekan, dan keluar-masuk barang,” tutur Direktur Utama Food Station Pamrihadi Wiraryo pada Jumat, 27 Januari lalu.
Menurut Pamrihadi, yang bisa membeli beras murah itu hanya pedagang yang sudah mendaftar dan membayar. Sebab, Bulog meminta beras-beras itu dibayar tunai. Yang mendapat jatah di antaranya pedagang yang tergabung dalam Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang (Kopic). Kopic kemudian menjual beras itu kepada anggotanya seharga Rp 8.700 per kilogram. Anggota Kopic lantas menjualnya kepada pengecer Rp 8.900 per kilogram. "Anggota kami menikmati keuntungan Rp 200 perak per kilogram,” ujar Ketua Kopic Zulkifli Rasyid pada Kamis, 26 Januari lalu.
Food Station juga menjual beras Bulog kepada pedagang lain. Salah satunya pengusaha yang tergabung dalam Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi).
Skema ini sebenarnya sah-sah saja. Tapi Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengendus masalah. Menurut dia, di bawah Food Station, ada dua pihak yang mengkoordinasi pedagang, termasuk mengatur siapa yang mendapat jatah beras Bulog dan menjualnya di atas HET. “Mereka mengatur agar jual ke pengecer Rp 9.400-9.500 per kilogram. Padahal sudah ada ketentuan HET,” katanya.
Budi enggan menyebut nama dua pihak yang ia maksudkan. Pensiunan jenderal polisi itu mengatakan sudah mengundang semua pedagang, menawarkan pembelian beras Bulog langsung tanpa lewat Food Station. Dia mengaku kecewa terhadap Food Station yang tidak mengawasi harga jual beras Bulog sampai ke pengecer. “Mereka bilang hanya mengambil margin sekian."
Setelah mendapat undangan dari Budi, para pedagang dan distributor mau membeli beras langsung ke Bulog. Tapi, Budi melanjutkan, di tengah jalan mereka mundur. “Mereka takut karena ada ancaman. Rekaman ancaman itu diberikan kepada saya."
Ditanyai tentang hal ini, Zulkifli yang memimpin Kopic mengaku tak ada anggotanya yang menjual beras Bulog di atas Rp 8.900 per kilogram. Menurut dia, wajar jika pedagang tergiur menjual beras Bulog dengan harga tinggi. Apalagi harga eceran saat itu di atas Rp 10 ribu per kilogram. “Bisa Rp 2.500 per kilogram labanya, tapi tidak kami lakukan. Kalau ada anggota kami yang jual di atas Rp 8.900, tangkap saja," ucapnya.
Pamrihadi juga menyatakan tidak ada pedagang di Pasar Induk Cipinang yang menjual beras Bulog lebih dari Rp 8.900 per kilogram kepada pengecer. Dia mengaku pernah mendapat laporan tentang pedagang yang menjual beras Bulog di atas Rp 10 ribu per kilogram. “Tapi ketika saya minta buktinya tidak ada,” ujarnya.
Pedagang beras di Pasar Pagi, Cirebon, Jawa Barat, 24 Januari 2023. TEMPO/Ivansyah
Menurut Pamrihadi, sebelum memesan beras, para pedagang membuat surat pernyataan akan menjualnya dengan harga yang sudah ditetapkan dan menyerahkan data jejaring pengecer mereka. Itu menjadi cara untuk memastikan distribusi beras Bulog sesuai dengan ketentuan dan harga di tingkat konsumen sesuai dengan HET. “Tapi yang bertanggung jawab nanti, ya, mereka sendiri,” katanya.
Wakil Ketua Perpadi Billy Haryanto mengakui dia dan beberapa pedagang besar Cipinang menjual beras Bulog di atas Rp 8.900 per kilogram. Namun, dia menjelaskan, beras itu adalah beras bundling, bukan hasil operasi pasar yang mereka tebus dari PT Food Station.
Bundling yang dimaksud Billy adalah skema paket yang dijalankan Bulog. Selain melepas beras lewat operasi pasar, Bulog bisa menjual beras Rp 8.300 per kilogram kepada pedagang besar asalkan mereka mau menebus beras yang kualitasnya sudah turun. Beras itu adalah sisa impor periode sebelumnya dan beras bantuan presiden pada masa pandemi Covid-19 yang belum habis tapi sudah kawak. “Perbandingannya 1 : 15,” ujar Billy pada Kamis, 26 Januari lalu.
Dengan skema ini, pedagang menebus 1 kilogram beras berkualitas rendah dan bisa mendapatkan 15 kilogram beras medium seharga Rp 8.300 per kilogram. Menurut Billy, beras berkualitas rendah itu tetap harus ditebus sesuai dengan harga pengadaan Bulog. “Kami harus menjual beras di atas Rp 8.900 per kilogram untuk menutup kerugian karena membeli beras jelek dari Bulog,” tuturnya. “Kalau jual beras operasi pasar dibatasi harganya, bangkrut semua pedagang gara-gara beras jelek ini.”
Ihwal harga beras di tingkat konsumen yang tinggi, Billy punya pandangan lain. Menurut dia, harga beras tak kunjung turun meski ada operasi pasar karena pasokannya kurang. Dalam operasi pasar Januari 2023, Bulog hanya menyalurkan 2.000 ton per pekan. “Enggak usah dihitung kalau segitu,” ucapnya.
Budi Waseso mengakui bahwa Bulog menjual beras yang sudah turun kualitasnya kepada pedagang. Namun dia membantah jika beras bundling disebut jelek. “Dengan bundling pun pedagang masih untung. Dijual dengan harga HET medium masih untung gede. Jangan merasa dirugikan.”
Distribusi Beras Impor
ZULKIFLI Rasyid mendapat undangan rapat dari Perum Bulog untuk membahas distribusi beras impor pada Rabu, 25 Januari lalu. Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang ini memanfaatkan momentum tersebut untuk bertanya, kapan beras impor bisa beredar? Dia merasa penasaran lantaran beras impor tak kunjung masuk pasar padahal sudah tiba sejak awal Januari lalu. “Saya lihat sendiri kapalnya merapat di Tanjung Priok. Kenapa enggak keluar-keluar? Stok sudah kritis," katanya.
Bulog mengundang sejumlah pedagang dan distributor beras ke Bulog Kantor Wilayah DKI Jakarta dan Banten di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pertemuan selama dua jam itu membahas rencana penjualan beras impor. Hingga Kamis, 12 Januari lalu, sudah ada 165 ribu ton beras impor yang tiba di sejumlah pelabuhan dan siap diedarkan untuk menekan kenaikan harga.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan ingin merapikan skema penyaluran beras impor. Salah satu caranya adalah membuka akses seluas-luasnya. Siapa saja boleh membeli beras impor tanpa perantara koperasi ataupun PT Food Station Tjipinang Jaya. Siapa pun dapat membeli beras impor seharga Rp 8.300 per kilogram asalkan bisa menunjukkan izin usaha dan jejaring distribusinya. “Meski mereka distributor barang elektronik, kalau punya izin dan jaringan distribusi beras, ya, monggo. Dalam kondisi darurat begini, enggak ada pengecualian,” ujar Budi.
Tapi kenyataannya tarik-menarik distribusi beras impor memicu munculnya isu mafia beras. Pada Jumat, 20 Januari lalu, Budi menyebutkan ada kelompok mafia beras yang berani menggelar rapat di dekat kantor pusat Bulog, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Budi tak menjelaskan rapat yang ia maksudkan, tapi sejumlah sumber Tempo menyebutkan ada pertemuan antara Wakil Ketua Perpadi Billy Haryanto dan Presiden Direktur PT Suri Nusantara Jaya, Dimas Wibowo, di Hotel Gran Melia pada Kamis malam, 19 Januari. Hotel ini berada 400 meter di belakang kantor Bulog.
Billy mengakui ada pertemuan tersebut. Dalam pertemuan itu, dia menerangkan, Dimas mengatakan perusahaannya akan mendapat jatah impor beras Bulog sebanyak 100 ribu ton. Pada tahap awal, mereka menerima 5.000 ton. Dimas meminta Billy mengerahkan jaringan pedagang di Pasar Induk Cipinang untuk membeli beras impor dari Suri Nusantara Jaya. Suri Nusantara akan membeli beras impor Bulog seharga Rp 8.300 per kilogram dan Billy menjualnya kepada pedagang pasar Rp 9.000 per kilogram. “Pedagang Pasar Cipinang itu kan semua apa kata saya, kalau 5.000 ton pedagang Cipinang bisa beli sendiri, tapi dikumpulkan bertahap,” tuturnya.
Meski baru masuk ke bisnis beras, Suri Nusantara Jaya bukan rekanan baru Bulog. Perusahaan ini menjadi distributor tunggal daging kerbau asal India yang diimpor Bulog. Kepada Tempo, Dimas membantah kabar bahwa Suri Nusantara Jaya mengincar distribusi beras impor Bulog. Dia menjelaskan, perusahaannya adalah importir daging. Status ini, Dimas menambahkan, tercatat dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. “Saya juga tidak mengajukan pembelian beras apa pun ke Bulog. Itu ngaco, enggak ada," ucapnya.
Budi Waseso juga mengaku tidak mengetahui ihwal impor beras oleh Suri Nusantara Jaya. Menurut dia, Suri Nusantara Jaya menjadi distributor tunggal daging impor karena alasan tertentu. Dulu, kata Budi, Bulog pernah rugi besar karena mengimpor daging. Lantaran tak menentukan distributor dulu, Bulog harus membayar biaya penyimpanan daging impor yang cukup tinggi, sementara produknya tak kunjung terjual. “Lalu saya pakai cara baru. Begitu dapat penugasan impor, saya siapkan pembelinya. Begitu barang datang, sudah ada pembelinya (Suri Nusantara),” ujarnya. Budi menyebutkan Suri Nusantara Jaya memberi jaminan 50 persen.
Ihwal beras impor, Budi menegaskan tidak ada penjatahan seperti dalam urusan daging. Dia mengaku telah meminta bawahannya mengundang semua pedagang yang bisa membeli beras impor Bulog dan menyalurkannya ke pasar secepat mungkin. “Seandainya ada jaringan perdagangan lain yang bisa menyalurkan beras, kasih saja.”
Toh, pertemuan di Hotel Gran Melia itu tak melahirkan kesepakatan. Pedagang beras di Pasar Cipinang pun mendaftar sebagai distributor beras impor secara perorangan, atau lewat Kopic dan Food Station.
IVANSYAH (CIREBON)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo